
Oleh: Abu Jannah
Jurnalis Lepas
Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Fajar Kurniawan, menyebut cita-cita kesejahteraan bagi rakyat Indonesia sebagai omong kosong, selama pengelolaan sumber daya alam (SDA) masih berada dalam kendali swasta.
"Ingin rakyatnya makmur, rakyat sejahtera, tapi tetap tadi (akibat sistem kapitalisme) tambang dipegang oleh swasta, perkebunan sebagian besar dipegang oleh swasta, konsesi kehutanan juga sebagian besar dipegang oleh swasta dan itu berharap kemakmuran itu saya kira omong kosong," ujarnya dalam program Kabar Petang: Tarik Tambang di Bumi Pertiwi, Jumat (12/12/2025) di kanal YouTube Khilafah News.
Ia mengkritik negara yang selama ini justru lebih mengandalkan pajak yang membebani rakyat sebagai sumber utama pemasukan.
"Karena sebenarnya potensi-potensi pengelolaan sumber daya alam ini jauh nilainya lebih besar dibandingkan hanya kita bergantung kepada pajak yang dipungut dari rakyat," kritinya.
Butuh Perubahan
Fajar pun menilai dibutuhkan perubahan yang sangat fundamental agar cita-cita kesejahteraan bagi rakyat Indonesia benar-benar dapat terwujud.
Sebab, ia mengungkapkan bahwa sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia saat ini hanya menguntungkan segelintir pihak.
"Sebenarnya kalau kita mau jujur, kekayaan alam hari ini ya dengan sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini, maka yang paling untung tentu adalah para pemilik modal," ungkapnya.
Dalam hal ini, sebutnya, adalah beberapa orang yang menjadi pemilik modal atau pemegang saham dari perusahaan.
"Sementara, masyarakat hanya mendapatkan bagian remah-remah saja," bebernya.
Aturan Allah ï·»
Fajar kemudian menyampaikan pandangannya, agar sumber daya alam, termasuk tambang, benar-benar memberikan kesejahteraan dan pemerataan, maka pengelolaannya harus dikembalikan sesuai aturan Allah ï·».
"Sehingga di sinilah saya kira yang kita harus coba kalau kita ingin agar keberadaan sumber daya alam, termasuk tambang, itu bisa bermanfaat menghasilkan kesejahteraan, menghasilkan pemerataan, menghasilkan kemakmuran buat masyarakat, maka tidak ada cara lain kecuali kita kembalikan itu kepada bagaimana sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan atau membuat aturan-aturan tentang pengelolaan sumber daya alam," tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa tambang termasuk dalam kepemilikan umum. "Kalau demikian halnya, maka memang tambang itu masuk sebagai salah satu milikiyatul ammah, sebagai salah satu dari sekian hal yang menjadi milik publik," jelasnya.
"Dan milik publik itu berarti apa? Berarti tidak boleh dikuasai oleh pihak tertentu, tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak tertentu, tapi itu haruslah tetap menjadi milik publik atau public property," tambahnya.
Dalam konsep tersebut, negara berperan sebagai wakil publik untuk mengelola tambang dengan kehati-hatian.
"Dan dalam hal ini, maka fungsi negara itu adalah sebagai pihak yang mewakili publik untuk mengelolanya, baik melakukan eksplorasi maupun melakukan eksploitasi, dan tetap menjaga di dalam proses eksploitasi itu, tetap harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian," terangnya.
Ia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial masyarakat sekitar wilayah tambang.
"Artinya apa? Artinya harus mempertimbangkan tadi dampak-dampak, peluang-peluang, potensi-potensi dampak negatif yang bisa muncul dari proses eksploitasi itu," tekannya.
Menurut Fajar, hanya dengan kontrol negara yang kuat, pengelolaan tambang dapat berjalan optimal dan adil.
"Tambang juga harus dikelola untuk mewujudkan keadilan sosial di tengah-tengah masyarakat dan pada akhirnya masyarakat akan bisa merasakan kekayaan alam yang sesungguhnya, termasuk tambang emas yang ada di Tumpang Pitu," pungkasnya.

0 Komentar