UPAYA MENCEGAH GENERASI MUSLIM DARI GENERASI "GAP"


Oleh: Tien Surtini
Muslimah Peduli Umat

Generasi muda Islam adalah aset terbesar bagi masa depan umat dan bangsa. Mereka adalah agen perubahan yang memiliki peran penting dalam menentukan arah peradaban. Allah Ta'ala menciptakan pemuda sebagai kekuatan yang berada di antara dua fase kehidupan, yakni masa kanak-kanak dan masa tua, sebagai suatu potensi yang besar untuk melakukan perubahan.

Namun, generasi muda saat ini menghadapi banyak tantangan yang serius. Di antara masalah yang semakin meningkat adalah tingginya angka kasus bunuh diri di kalangan mereka, dengan rentang usia 12 hingga 28 tahun. Selain itu, perundungan (bullying), kekerasan, masalah kesehatan mental, serta kecanduan terhadap teknologi juga semakin marak.

Generasi muda pun terancam oleh berbagai masalah sosial, seperti penyalahgunaan narkoba, judi online, pinjaman online (pinjol), serta pergaulan bebas yang membawa risiko kesehatan, termasuk HIV. Semua faktor ini semakin memperburuk citra generasi muda, dengan label negatif yang terus melekat, seperti kecanduan teknologi, hidup instan, serta sifat antisosial.

Lebih mengkhawatirkan lagi, sistem kapitalisme menciptakan sebuah pembagian generasi (generation gap) yang sering kali bertujuan untuk memperburuk hubungan antara generasi muda dan generasi tua. Dalam kerangka kapitalisme, semakin besar jurang pemisah antara generasi, semakin mudah bagi mereka untuk menghapus upaya penyatuan dalam melawan sistem yang menindas. Dengan cara ini, kapitalisme memanfaatkan konflik antargenerasi untuk mempertahankan eksistensinya.

Media sosial, yang pada awalnya hanya digunakan sebagai alat komunikasi, kini telah berkembang menjadi sarana penting untuk membangun identitas, simbol, dan gaya hidup bagi generasi muda. Mereka hidup dalam dunia maya yang, sayangnya, terus dibentuk oleh pengaruh ideologi kapitalisme. Di Indonesia, misalnya, rata-rata masyarakat menghabiskan sekitar enam jam setiap harinya di depan layar ponsel (RRI, 26/10/2025), yang semakin memperdalam keterhubungan mereka dengan dunia virtual ini.

Istilah generation gap atau kesenjangan antar generasi merujuk pada perbedaan besar dalam keyakinan, perilaku, dan cara pandang antara generasi muda dan generasi tua. Kesenjangan ini seringkali terlihat dalam perbedaan cara berpikir, bertindak, dan berpendapat antara keduanya. Bahkan di dalam lingkungan keluarga atau tempat kerja, keduanya sering kali memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana seseorang berpikir, bertindak, dan berkeyakinan.

Sistem Barat, yang sering kali mengedepankan sekularisme dan materialisme, juga memberikan dampak besar pada pembentukan karakter generasi muda. Pengaruh sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan publik dan institusi sosial, telah merusak pandangan hidup masyarakat yang semula lebih spiritual menjadi lebih berfokus pada akal, kebebasan individu, dan pencapaian duniawi.

Generasi muda, khususnya Gen Z dan Gen Alpha, tumbuh bersama dengan kemajuan teknologi digital. Media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka, dan mereka hidup dalam dunia virtual yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sayangnya, kapitalisme memanfaatkan situasi ini untuk menyebarkan ideologinya.

Fenomena generation gap telah berhasil menciptakan individualisme yang ekstrem, terutama dengan dominasi media digital, yang pada akhirnya mengurangi rasa kebersamaan dan keteladanan antargenerasi.

Sebagai seorang muslim, para pemuda harus mewaspadai solusi-solusi yang ditawarkan oleh kapitalisme untuk mengatasi generation gap. Solusi-solusi ini tidak lain adalah cara untuk mempertahankan eksistensi ideologi kapitalisme dan merusak identitas generasi muslim.

Generation gap membawa dampak yang sangat merugikan, antara lain:
  • Krisis identitas: Generasi muda muslim akan mengalami kekosongan makna hidup yang dapat merusak akidah dan agama mereka. Ideologi sekuler membuat standar kebenaran menjadi relatif, padahal Islam memiliki standar yang jelas, yakni halal dan haram, serta hak dan batil.
  • Jurang antargenerasi yang semakin lebar: Hal ini bisa memutus rantai perjuangan dalam penegakan Khilafah dan menghilangkan keteladanan antar generasi.
  • Konsumtivisme dan hedonisme: Generasi muda menjadi konsumen utama produk kapitalisme, yang meningkatkan perilaku konsumtif dan hedonistik.
  • Pengaruh sekularisme terhadap gerakan pemuda: Kapitalisme menjadikan generasi muda pragmatis dan anti terhadap ideologi Islam dan Khilafah.

Generasi muda sering kali memandang dakwah dan syariat Islam sebagai sesuatu yang kuno dan fanatik. Hal ini membuat mereka semakin jauh dari Islam kaffah dan Khilafah sebagai mualajah musykilah (solusi masalah umat). Tanpa akar ideologis yang kuat, pergerakan mereka tidak akan mampu bertahan lama.

Media sosial, meskipun memberikan akses cepat terhadap informasi, sering kali hanya memfasilitasi diskusi politik pragmatis yang tidak mengikutsertakan diskusi tentang ideologi Islam sebagai solusi hakiki atas kerusakan dunia. Ini menyebabkan pergerakan generasi muda belum mampu membawa perubahan yang nyata, apalagi untuk menggulingkan ideologi kapitalisme.

Dalam Islam, generasi tidak dipandang sebagai kesenjangan, melainkan sebagai rangkaian yang saling melengkapi. Islam tidak mengenal generation gap, tetapi lebih pada pewarisan dakwah Islam antargenerasi. Islam mengajarkan untuk saling menasihati dan memberi contoh antargenerasi dengan landasan syariat untuk mewujudkan amal saleh (dakwah). Perbedaan usia dan pengalaman tidak boleh dipandang sebagai jurang pemisah, melainkan sebagai hikmah untuk saling berbagi pengalaman.

Pemikiran yang membangkitkan semangat dakwah akan mampu mengharmoniskan kedua generasi dan menjadi dorongan kuat untuk berdakwah ke masyarakat.

Generasi muda harus memahami bahwa kecerdasan sejati adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dakwah Islam ideologis harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh generasi muda, melalui banyak diskusi antara pembina dan yang dibina.

Para pembina perlu mengajak mereka yang sudah sadar dakwah untuk bersama-sama menyuarakan konstruksi Islam ideologis sebagai solusi atas berbagai masalah dunia, sekaligus melakukan dekonstruksi terhadap ideologi kapitalisme.

Pembina harus menyiapkan strategi dan melibatkan generasi muda dalam dakwah, sebagaimana Rasulullah ï·º memberi kepercayaan pada sahabat muda untuk menjalankan misi dakwah. Pembina juga harus merancang strategi untuk memenangkan opini di platform digital dan dalam pertempuran opini di media sosial.

Situasi ini memang tidak bisa dihindari, tetapi untuk menciptakan generasi yang islami, kita dan generasi muda perlu memahami cara menggunakan media sosial dengan bijak, dengan tetap berpijak pada aturan-aturan yang telah digariskan oleh syariat Islam.

Wallahu a'lam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar