KISAH PILU DI BALIK CACATNYA DUNIA MEDIS


Oleh: Uni Ummu Kahfa
Gen Z Muslim Writer

Momen paling ditunggu oleh pasangan suami istri adalah saat tiba waktunya buah hati terlahir ke dunia, namun kisah indah itu harus berubah menjadi kisah pilu akibat cacatnya dunia medis Indonesia. Wanita bernama Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya meninggal dunia setelah ditolak empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura, Papua. Gubernur Papua, Mathius D. Fakhiri, meminta maaf dan menyebut hal itu terjadi karena kesalahan jajaran pemerintah di Papua.

Dilansir dari detikSulsel, Minggu (23/11/2025), Irene merupakan warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Jayapura. Irene dan bayinya dinyatakan meninggal dalam perjalanan bolak-balik menuju RSUD Dok II Jayapura setelah ditolak beberapa rumah sakit pada Senin (17/11), sekitar pukul 05.00 WIT.

"Kematian seorang ibu hamil Irene Sokoy dan bayinya adalah tragedi yang memilukan. Empat rumah sakit diduga menolak korban," ujar Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey.

Kasus penolakan rumah sakit terhadap ibu hamil yang berujung kematian bukanlah hal baru. Sebelumnya, ada beberapa kasus serupa. Seorang ibu hamil bernama Kurnaesih (39), asal Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, ditolak di RSUD Subang, Jawa Barat. Wanita dengan usia kandungan sembilan bulan itu meninggal dunia saat hendak melahirkan usai ditolak RSUD Ciereng Subang (Detik, 07/03/2023).


Dunia Kesehatan dalam Sistem Kapitalis Sekuler

Pelayanan kesehatan adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Namun, dari deretan kasus yang memilukan ini, kita bisa lihat dengan mata telanjang bahwa pelayanan kesehatan hanya untuk mereka yang mampu secara finansial. Inilah cermin dari sistem kapitalis sekuler. Dalam sistem ini, semua pelayanan, termasuk kesehatan, dijadikan ladang bisnis. Ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan pelayanan yang memadai. Tidak melihat seberapa berat kondisi yang sakit, jika tidak mampu membayar, maka harus rela menelan pahitnya ditolak oleh pihak-pihak terkait.

Pengurusan administrasi yang rumit dan bertele-tele menambah deretan kesulitan pasien dan pihak keluarga. Sehingga, pasien dengan kondisi darurat yang harusnya mendapat penanganan cepat dan tepat, akhirnya terlunta-lunta dan berujung fatal.

Dalam kasus ini, pemerintah mengarahkan agar dilakukan tindakan audit maternal oleh pihak medis guna memastikan apakah pelayanan sesuai standar atau tidak. Namun, pada faktanya kasus serupa kembali terulang. Tindakan ini hanya menjadi teguran-teguran yang tak berarti. Di sini, peran pemerintah hadir saat muncul masalah saja, namun tidak memberi solusi agar kejadian ini tidak terulang kembali.


Kesehatan dalam Pandangan Islam

Dalam Islam, kesehatan adalah kebutuhan primer yang menjadi tanggung jawab negara. Negara akan menyediakan pelayanan kesehatan gratis, berkualitas, dan mudah diakses oleh semua masyarakat. Di sini, menjadi tugas seorang pemimpin negara, yaitu Khalifah, sebagai raa'in (pengurus urusan rakyat). Khalifah akan memastikan bahwa dinas kesehatan memiliki tenaga kerja yang kompeten, fasilitas yang memadai, dan penyebarannya merata ke seluruh pelosok.

Dalam mekanisme pendanaannya, negara akan mengelola seluruh sumber daya alam dan harta milik umum, lalu keuntungannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, salah satunya kesehatan. Negara juga akan membuat kebijakan larangan privatisasi hak milik umum, sehingga tidak ada campur tangan swasta, dan semua hak rakyat murni hanya untuk rakyat.

Tercatat dalam sejarah, terdapat aspek kemajuan sosial dan medis yang luar biasa dari Masjid Ibnu Tulun di Kairo, Mesir, pada masa Dinasti Thuluniyah (Bani Ibnu Tulun). Khalifah Ahmad bin Tulun membangun masjid yang dilengkapi dengan fasilitas kesehatan yang terintegrasi. Fasilitas tersebut meliputi tempat cuci tangan, lemari obat-obatan dan minuman, dokter dan staf medis profesional, serta pengobatan secara gratis.

Contoh ini menggambarkan bahwa pada masa keemasan Islam, masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah ritual saja, tetapi juga sebagai pusat komunitas, pendidikan, kesejahteraan sosial, termasuk pelayanan kesehatan.

Di sini sangat jelas bahwa penerapan Islam di sektor kesehatan tidak boleh dipisahkan dari penerapan Islam secara politik oleh negara. Maka, negara harus menerapkan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh) agar tercapai kesejahteraan umat yang hakiki.

Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar