
Oleh: Muhar
Jurnalis Lepas
Peneliti Masyarakat Sosial Politik Indonesia (MSPI), Dr. Riyan, M.Ag., menyampaikan setidaknya ada empat pelajaran yang bisa diambil Indonesia dari krisis ekonomi yang tengah terjadi di Singapura.
Hal tersebut disampaikannya dalam video singkat bertajuk “Singapura Negara Tetangga RI Kaya Raya, Tapi Banyak Warganya Bangkrut” di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (20/12/2025).
“Jadikan ini (krisis ekonomi di Singapura) sebagai pelajaran,” ujarnya.
Riyan menjelaskan, pelajaran pertama berkaitan dengan faktor penyebab kebangkrutan sejumlah usaha kuliner di Singapura. Ia merujuk pada laporan berbagai media internasional yang mengungkapkan kombinasi tekanan ekonomi.
“Gejala kebangkrutan tempat makan (bisnis kuliner) di Singapura adalah kombinasi yang mematikan antara penguatan dolar Singapura, harga sewa toko komersial yang meroket, dan meningkatnya biaya tenaga kerja,” ulasnya.
Kedua, menurut Riyan, penguatan dolar Singapura tidak selalu berdampak positif bagi ekonomi domestik. Ia mengutip laporan Channel News Asia (CNA) terkait dampak mata uang yang terlalu kuat.
“Menurut laporan tersebut, CNA (Channel News Asia), dolar Singapura yang terlalu kuat sebenarnya mendorong warga Singapura untuk menghabiskan uang mereka di luar negeri, di mana daya beli mereka lebih tinggi,” ungkapnya.
Kondisi tersebut, lanjut Riyan, berdampak langsung pada menurunnya jumlah konsumen lokal di dalam negeri.
“Ditambah dengan tekanan lebih besar dari sisi biaya operasional, yang semakin mencekik para pelaku bisnis makanan,” tambahnya.
Ketiga, berkaitan dengan perlambatan ekonomi yang tercermin dari kondisi ketenagakerjaan. Riyan merujuk data Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (MTI) Singapura yang mencatat sekitar 20.000 orang diberhentikan sepanjang tahun 2025.
“Tingkat pengangguran sedikit meningkat menjadi 2,0% per tahun dibandingkan dengan 1,9% pada tahun 2024,” ungkapnya.
Riyan merinci, dari total 19.800 staf yang kehilangan pekerjaan, mayoritas korban pemutusan hubungan kerja (PHK) berasal dari kalangan profesional, mulai dari manajer hingga teknisi. Sektor yang paling terdampak adalah informasi dan komunikasi, dengan sekitar 4.000 orang kehilangan pekerjaan.
“Sektor real estat dan perdagangan juga termasuk di antara industri-industri yang mengalami penurunan jumlah karyawan, yang mana itu penting,” ungkapnya lagi.
Keempat, Riyan menyoroti pernyataan Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, pada Forum Bloomberg, 19 November 2025. Pernyataan tersebut dinilainya cukup mengejutkan.
“Dia mengatakan bahwa menurut survei tersebut, Jepang adalah negara adidaya yang paling dipercaya di Asia Tenggara, dan dia secara terbuka mendukung Jepang untuk memainkan peran keamanan yang lebih besar di kawasan ASEAN,” paparnya.
Riyan menilai sikap tersebut tidak biasa bagi Singapura yang dikenal pragmatis dan menghindari kontroversi.
“Untuk seukuran Singapura, sebuah negara kota kecil yang dikenal karena pragmatis dan anti-kontroversi, ekspresi masyarakat adalah langkah yang tidak biasa,” jelasnya.
Menurut Riyan, sikap tersebut menunjukkan langkah strategis pemerintah Singapura dalam menghadapi tekanan ekonomi domestik dan dinamika geopolitik global.
“Terlihat jelas bahwa perdana menteri akan melakukan semuanya sampai tuntas, termasuk sikap profesional terhadap Jepang, yang tentu saja sangat dibenci oleh China, untuk menyelamatkan kondisi ekonomi domestik Singapura yang sedang dalam krisis,” ujarnya.
Ia menutup dengan pernyataan bahwa krisis ekonomi akan terus berulang selama sistem ekonomi yang diterapkan tidak berubah.
“Namun, ingat, selama Singapura dan negara-negara lain masih menggunakan sistem kapitalis, maka badai krisis ekonomi akan terus berulang,” pungkasnya.

0 Komentar