
Oleh: Dina Aprilia
Penulis Lepas
Media sosial kini ramai dengan berita duka yang menimpa saudara kita di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Banjir bandang hingga tanah longsor menyapu pemukiman mereka, meninggalkan trauma serta luka akibat kehilangan.
Sebagaimana dikutip dari Detik, Jumat, 19/12/2025, yang disampaikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB saat jumpa pers menunjukkan, ada sebanyak 1.071 orang meninggal dunia dan 185 orang hilang, dengan rincian di Aceh: 455 meninggal dunia, Sumut: 369 meninggal dunia, Sumbar: 247 meninggal dunia.
Data ini bukan hanya menunjukkan dampak buruk akibat bencana yang terjadi, namun membuka lebih dalam bahwa banjir yang datang bukan hanya membawa air dan lumpur, tetapi juga gelondongan kayu kecil hingga besar dalam jumlah banyak, membantah narasi yang menyatakan hujan dengan intensitas tinggi lah penyebab banjir dan longsor.
Faktanya, potongan kayu yang hanyut menunjukkan adanya deforestasi lahan yang terjadi di kawasan hutan Sumatera. Peralihan hutan menjadi perkebunan sawit, serta penambangan emas/batu secara legal maupun ilegal, digadang-gadang menjadi penyebab utama.
Padahal sebagaimana diketahui, pohon memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam karena berfungsi menyerap air ke dalam tanah, menahan air agar tidak jatuh langsung ke sungai. Akar pohon juga berfungsi sebagai penahan atau pengikat alami untuk memperkuat tanah dan bebatuan agar tidak mudah tergerus.
Alhasil, jika pohon ditebang, hutan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit, pohon di hutan akan kehilangan perannya dalam menjaga keseimbangan dan kemampuan dalam menyerap air, serta menahan tanah. Tanpa vegetasi hutan, aliran air yang jatuh menjadi tidak terkendali dan mengalir ke sungai. Hal ini yang sering menyebabkan banjir dan longsor.
Di sisi lain, ada yang perlu kita cermati, yaitu peran negara. Realitasnya, bencana yang terjadi tidak luput dari kontribusi pemerintah dalam memberi banyak izin Hak Guna Usaha (HGU) dan mempermudah izin tambang. Sebab dalam sistem sekuler-kapitalisme, alam diperlakukan sebagai komoditas ekonomi. Akibatnya, Sumber Daya Alam (SDA) diperjualbelikan, izin deforestasi, izin tambang dianggap wajar selama meningkatkan pertumbuhan ekonomi meskipun merusak lingkungan.
Dalam sistem ini, negara tidak berfungsi sebagai penjaga amanah lingkungan, tetapi sebagai regulator yang memberi jalan mulus bagi pemilik modal, sementara kepentingan masyarakat dan alam di nomor duakan.
Dengan kata lain, kerusakan alam hingga bencana yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh faktor alam, melainkan adanya peran manusia dalam hal tersebut. Ini sebagaimana firman Allah:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum:41)
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menempatkan negara bukan hanya sebagai pengurus kemaslahatan rakyat, tetapi juga penjaga keseimbangan alam. Islam mengajarkan bahwa hubungan manusia bukan hanya dengan Allah dan sesama, tetapi juga dengan lingkungan. Menjaga alam berarti menjaga amanah yang telah Allah berikan.
Lebih dari itu, pemimpin dalam negara Islam memahami betul bahwa Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah bukanlah komoditas yang bisa diperdagangkan seperti hari ini, sebab ia sadar, sumber daya yang berlimpah termasuk kepemilikan umum yang harus dikelola demi kepentingan rakyat.
Islam juga melarang melakukan kerusakan di bumi, sebagaimana firman Allah:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-Araf:56)
Dengan demikian, negara dalam Islam tidak akan membiarkan alam dieksploitasi tanpa kendali. Penebangan dilakukan seperlunya diimbangi dengan reboisasi agar fungsi alam tetap terjaga. Ketika alam dikelola sesuai syariat, InsyaAllah lingkungan terjaga, rakyat pun akan terhindar dari bencana.
Wallahu a'lam bi-shawab.

0 Komentar