
Oleh: Dede Masitoh
Mahasiswi Universitas Terbuka
Era digital berkembang pesat, membawa berbagai kemudahan yang sekaligus menjadi candu untuk berbagai kalangan. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat pula dampak buruk bagi penggunanya. Hal ini tidak dapat dihindari, terutama bagi kita yang sudah terbiasa dengan dunia digital. Semua hal kini serba instan dan mudah dijangkau melalui digitalisasi.
Begitu pula dengan Gen Z. Banyak media yang menyebutkan bahwa pengguna internet saat ini didominasi oleh Gen Z. Meskipun sering dicap sebagai generasi lemah, mereka ternyata memiliki potensi kritis dan mampu menginisiasi perubahan, baik secara virtual maupun nyata, dengan berbagai platform yang mereka gunakan.
Namun, dengan kecepatan informasi yang begitu pesat, ruang digital kini dipenuhi oleh dominasi pemikiran sekuler kapitalis. Cara berpikir generasi saat ini dipengaruhi oleh paham yang tidak hanya memisahkan agama dari kehidupan, tetapi juga menjadikan materi sebagai ukuran utama kesuksesan dan kebahagiaan.
Meski begitu, beberapa dampak positif juga muncul. Misalnya, banyak aktivitas aktivisme yang digerakkan oleh Gen Z di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Media sosial kini dijadikan sarana untuk melakukan aktivisme secara masif, di mana mereka tidak ragu mengungkapkan rasa suka atau tidak suka secara terbuka.
Proses memperoleh informasi yang cepat juga membuat aktivitas belajar menjadi lebih mudah. Namun, informasi yang terlalu banyak diserap oleh otak sering kali menimbulkan masalah mental. Gen Z kini semakin inklusif, progresif, mempertanyakan agama secara otentik, serta memiliki nilai yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka menyuarakan apa yang mereka pahami tanpa rasa takut.
Di sisi lain, pergerakan yang mereka lakukan cenderung pragmatis. Mereka mencari validasi dari luar dan membentuk karakteristik khas digital native.
Generasi saat ini adalah cerminan masa depan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyelamatkan mereka dari pengaruh hegemoni ruang digital yang dipengaruhi oleh paham sekuler. Kita perlu menyadari bahwa peran mereka akan menjadi titik perubahan yang besar. Mendidik generasi ini adalah hal yang sangat krusial, karena paham yang mereka anut akan menentukan nasib kita ke depannya.
Dalam sejarah Islam, generasi muda sering menjadi pusat perubahan. Itulah sebabnya penting untuk menyelamatkan mereka dari paradigma berpikir sekuler dan mengarahkan mereka menuju paradigma berpikir Islam.
Dengan demikian, pergerakan mereka harus diarahkan untuk memberikan solusi yang bijaksana, dengan landasan Islam, agar memberikan solusi hakiki, bukan sekadar ilusi. Pergerakan Gen Z harus diberi arahan untuk memberikan solusi sistematis dan ideologis berdasarkan paradigma Islam.
Namun, hal ini hanya bisa tercapai jika dilakukan bersama-sama. Dibutuhkan peran keluarga, masyarakat, dan negara untuk menyelamatkan generasi ini dan mengarahkan mereka menuju pergerakan yang sahih, bukan pergerakan yang hanya menimbulkan konflik kepentingan untuk hal-hal yang salah.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. An-Nisa: 9)
Mendidik generasi adalah kewajiban bagi kita, apalagi dengan tantangan era digital yang semakin kompleks. Mencetak generasi berkepribadian Islam bukan hanya pilihan, tetapi sesuatu yang tak bisa diabaikan. Era digital adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari, maka tugas kitalah untuk menjadi kayu bakar yang layak bagi generasi, agar menyemburkan perubahan, bukan melebur menjadi arang lalu padam. Semoga langkah-langkah kecil yang kita ambil hari ini menjadi pemicu perubahan bagi generasi yang akan datang.
Wallahu a'lam bish-shawab.

0 Komentar