
Oleh: Ummu Ahnaf
Pemerhati Masalah Sosial
Penggunaan media sosial (medsos) sebagai media informasi di era kemajuan dunia digital saat ini merupakan suatu hal yang tidak bisa lagi dihindari. Namun, dampak negatif yang ditimbulkan juga tidak bisa dianggap enteng. Seperti kasus peledakan bom rakitan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah mengungkapkan bahwa pelaku sekaligus perakit bom yang juga merupakan siswa aktif SMAN 72 diduga dipengaruhi oleh konten-konten media sosial. Hal senada juga diungkapkan oleh juru bicara Densus 88 Anti-Teror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana saat konferensi pers menyatakan bahwa pelaku peledakan terinspirasi dari aksi-aksi kekerasan di negara lain melalui dunia maya. Hal ini terungkap dari penemuan di lapangan adanya nama-nama pelaku kekerasan yang dijadikan inspirasi bagi pelaku. (CNN Indonesia, 08/11/2025)
Media dalam Cengkeraman Kapitalis
Sesungguhnya, medsos merupakan hasil dari kemajuan sains dan teknologi yang boleh dimanfaatkan oleh siapa pun. Bagai pedang bermata dua, cara pemakaian dan pemanfaatannya ini tergantung dari cara pandang pelakunya. Apakah dimanfaatkan untuk kebaikan, sehingga membawa dampak positif atau sebaliknya.
Di dalam sistem sekuler seperti saat ini, agama dijauhkan dari kehidupan. Tentu, pemakaian medsos atau teknologi sangat dipengaruhi oleh cara pandang ini, yaitu untuk meraih pemuasan nafsu semata tanpa lagi memandang halal-haram. Maka wajar, jika kemudian medsos disalahgunakan dan dijadikan alat untuk melakukan berbagai tindak kriminal.
Sementara itu, media dalam sistem kapitalis merupakan sumber pundi-pundi untuk mengeruk keuntungan materi sebesar-besarnya. Dilansir dari situs Kominfo, Indonesia menempati peringkat ketiga se-Asia Pasifik dan peringkat pertama se-Asia Tenggara dalam pemakaian medsos serta memiliki 167 juta pemakai aktif medsos seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, TikTok, dan YouTube. (RRI, 10/06/2025)
Lebih dari itu, Amerika sebagai negara pengemban ideologi kapitalis menjadikan media sebagai alat untuk menyebarkan ideologi dan kepentingannya. Mereka menjajakan ide-idenya, gaya hidup, dan kebudayaannya ke seluruh dunia dengan masif melalui media-media mereka seperti Google, Twitter, Instagram, dan Facebook. Tidak heran jika kemudian, ide-ide liberalisme seperti feminisme, LGBT, kebebasan berekspresi, beragama, dan berpendapat ditelan mentah-mentah oleh umat Islam, termasuk generasi muda. Bahkan, juga diemban oleh umat Islam sendiri.
Tidak hanya itu, media juga dijadikan sebagai alat untuk menyerang dan memukul Islam, serta memposisikan Islam sebagai musuh yang mengancam eksistensi ideologinya. Istilah-istilah negatif secara terus-menerus dan masif ditempelkan kepada Islam seperti kata radikal, garis keras, fundamental, ekstremis, dan sebagainya untuk menyerang setiap upaya penegakan syariat Islam dan juga para pengembannya.
Jelaslah, media bagi Barat merupakan alat untuk menyebarkan propaganda dengan bahasa-bahasa provokatif seperti "bahaya Islam radikal", "hati-hati terafiliasi dengan kelompok terlarang", dan sebagainya. Semua itu menjadikan umat terpecah-belah dan saling curiga satu sama lain.
Pada saat yang sama, melalui media mereka menjajakan ide-ide Islam moderat, Islam garis tengah, toleransi beragama, dan sebagainya sebagai bandingan atas opini Islam garis keras yang mereka bangun. Pada akhirnya, umat takut untuk menampakkan identitas keislamannya, melahirkan ashabiyah kelompok, serta tidak berani mengikuti kajian-kajian Islam yang justru membawa pencerahan dan membangkitkan pemikiran umat. Islam pun dicukupkan sebatas ritual individu semata.
Media dalam Pengaturan Negara Islam (Khilafah)
Berbeda dengan kapitalis, Islam memandang bahwa hasil sains dan teknologi harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat dan izzul/kemuliaan Islam. Dalam daulah khilafah, pengaturan media berada di bawah departemen penerangan yang bertanggung jawab langsung kepada khalifah.
Departemen penerangan merupakan departemen independen yang memiliki tugas untuk membangun masyarakat Islami yang kuat dan kokoh, serta sebagai wasilah syiar menyebarkan dan menggambarkan Islam kepada umat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan detail dan gamblang. Media harus menjelaskan keagungan, keadilan, kekuatan pasukan, serta menjelaskan kerusakan sistem buatan manusia, kelemahan, dan kezalimannya. (Kitab Daulah al-Khilafah karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani halaman 103).
Lembaga penerangan daulah Islam memiliki dua jawatan, yakni jawatan yang mengurusi dan mengontrol secara langsung informasi yang berkaitan dengan negara, seperti masalah kemiliteran, industri militer, hubungan internasional. Informasi-informasi yang berkaitan dengan ini tidak boleh dimuat di media resmi negara maupun swasta kecuali setelah diajukan ke lembaga penerangan dan mendapatkan persetujuan khalifah.
Kedua, yaitu jawatan yang mengurusi informasi-informasi lain yang tidak berkaitan dengan negara, misalnya informasi keseharian, kesehatan, pendidikan, pengembangan teknologi dan sains, dan sebagainya. Informasi-informasi yang demikian tidak memerlukan izin khalifah untuk menyebarkannya. Tetapi tetap akan dikontrol secara tidak langsung dengan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam pengaturan media informasi sesuai ketentuan syariat. Hal ini dalam rangka membangun masyarakat yang kuat dan berpegang teguh pada tali agama Allah ﷻ.
Media akan senantiasa mengedukasi umat dengan Islam, mengkristalkan akidah serta melindunginya dari pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak. Tidak akan ada ruang untuk konten-konten yang sesat dan menyesatkan.
Adanya strategi informasi yang kokoh dan spesifik untuk memaparkan Islam dengan pemaparan yang gamblang dan membekas seperti ini akan mampu mempengaruhi pola pikir manusia dan menggerakkan umat manusia untuk berbondong-bondong dan mengarahkan pandangannya menuju ke Islam. Hal ini juga akan mampu menggabungkan wilayah-wilayah di luar Islam untuk bergabung di dalam negeri Islam. (Kitab Ajhizah Daulah Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani).
Mengingat betapa pentingnya peran media, maka Khilafah akan mendorong serta memfasilitasi umat untuk senantiasa berinovasi dan mengembangkan teknologi serta media demi meraih kemajuan dan kemandirian negara.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Anfal ayat 60:
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يُوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”
Sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya di sepanjang masa kekhilafahan telah melahirkan banyak para ilmuwan Muslim dalam berbagai bidang ilmu dan penemuan teknologi. Dengan basis keimanan serta dukungan sistem Islam, mereka berinovasi untuk kemaslahatan dan kemajuan umat. Tidak seperti sistem kapitalis yang justru membawa kerusakan dan dampak negatif.
Demikianlah, Islam akan mampu menjadikan teknologi untuk kemajuan serta kemaslahatan umat. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengembalikan Islam ke tengah-tengah umat, menjadikan akidah Islam sebagai pondasi yang kokoh dalam jiwa umat yang darinya terlahir seperangkat peraturan kehidupan untuk diterapkan di dalam masyarakat dan negara. Harus ada upaya untuk membina dan meleburkan umat dengan Islam serta menjadikan pribadi-pribadi kokoh yang bermanfaat bagi umat dan izzul Islam.
Wallahu'alam Bishowab.

0 Komentar