BELENGGU KEMISKINAN MULTIDIMENSI YANG SULIT LEPAS DARI INDONESIA


Oleh: Darul Al-Fatih
Aktivis Dakwah

Kemiskinan di Indonesia adalah fenomena rumit dan menyentuh berbagai aspek kehidupan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan 9% populasi atau sekitar 25 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan bukan sekadar tentang kekurangan uang, tetapi juga keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan peluang kerja yang layak.


Kemiskinan Struktural

Menurut Amartya Sen, ekonom peraih Nobel, kemiskinan bukan hanya ketiadaan pendapatan tetapi juga ketiadaan kapabilitas untuk menjalani hidup bermartabat. Kemiskinan di Indonesia sering kali bersifat struktural, menghalangi mobilitas sosial dan menciptakan lingkaran ketidakadilan yang sulit diputus.

Pendidikan adalah salah satu jalur utama keluar dari kemiskinan. Namun, meski pemerintah telah menyediakan program wajib belajar dan bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), banyak anak dari keluarga miskin tidak dapat mengakses pendidikan. Biaya tersembunyi seperti seragam, buku, dan transportasi menjadi penghalang besar. Di daerah terpencil, minimnya fasilitas sekolah dan guru juga menjadi tantangan.

Ketidakadilan serupa terlihat di sektor kesehatan. Meski program BPJS Kesehatan telah membantu masyarakat miskin, kualitas layanan yang diterima sering kali berbeda dibandingkan mereka yang mampu membayar secara mandiri. Antrian panjang, minimnya dokter spesialis, dan fasilitas yang kurang memadai menjadi kendala utama.


Diskriminasi dan Stigma Sosial

Orang miskin sering menghadapi diskriminasi yang tidak hanya merugikan secara ekonomi tetapi juga psikologis. Mereka kerap dianggap malas atau tidak berusaha cukup keras, meskipun kenyataannya mereka bekerja lebih keras dengan upah rendah. Stigma ini menciptakan rasa rendah diri yang memperparah keterasingan sosial dan psikologis.

Diskriminasi juga terjadi di pasar kerja, di mana banyak pekerjaan mensyaratkan pendidikan tinggi yang sulit dicapai oleh masyarakat miskin. Selain itu, mereka yang tinggal di kawasan kumuh sering menjadi korban penggusuran tanpa solusi memadai, kehilangan tempat tinggal dan penghidupan.


Siklus Kemiskinan yang Tak Berujung

Oscar Lewis, seorang antropolog, menyebut kemiskinan sebagai lingkaran setan yang sulit diputus. Anak-anak dari keluarga miskin tumbuh tanpa akses yang memadai terhadap pendidikan dan kesehatan, sehingga mereka cenderung mewarisi kondisi kemiskinan orang tua mereka.

Kemiskinan juga menciptakan ketergantungan pada bantuan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) atau Bantuan Langsung Tunai (BLT). Meski membantu dalam jangka pendek, bantuan ini sering kali tidak cukup untuk mengatasi akar masalah kemiskinan dan menciptakan kemandirian.


Pendekatan Holistik dalam Mengatasi Kemiskinan

Mengatasi kemiskinan membutuhkan pendekatan yang menyeluruh, tidak hanya berfokus pada bantuan tetapi juga pemberdayaan dan reformasi struktural. Pemerintah perlu meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan, menciptakan lapangan kerja yang layak, serta menghapus diskriminasi di berbagai sektor.

Kemiskinan bukanlah takdir, melainkan tantangan yang bisa diatasi dengan kerja sama dan kebijakan yang tepat. Dengan menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil, setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjalani hidup yang bermartabat.


Cara Islam Memberantas Kemiskinan

Dalam pandangan Islam, kesejahteraan hidup adalah hak setiap individu. Sejahtera diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan asasi mereka, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Untuk mewujudkan hal ini, Islam menawarkan mekanisme yang jelas dan terstruktur guna mengentaskan kemiskinan, yang melibatkan peran negara, masyarakat, dan individu. Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Negara Menjamin Kebutuhan Pokok Masyarakat
Islam mewajibkan negara untuk memastikan setiap warganya memiliki akses terhadap kebutuhan dasar. Salah satu caranya adalah dengan memberikan kesempatan kerja yang luas, terutama bagi laki-laki. Negara tidak hanya membuka lapangan kerja, tetapi juga memberikan pelatihan keterampilan atau modal usaha bagi mereka yang membutuhkan.

Selain itu, negara memiliki tanggung jawab menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis bagi seluruh rakyat. Dengan ini, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan fasilitas yang layak tanpa hambatan ekonomi.

2. Pengelolaan Kepemilikan dengan Adil
Islam membagi kepemilikan menjadi tiga kategori: kepemilikan individu, umum, dan negara. Untuk kepemilikan umum, seperti sumber daya alam (SDA), Islam menegaskan bahwa pengelolaannya harus berada di tangan negara, bukan diserahkan kepada pihak swasta. 

Hasil dari pengelolaan SDA ini dimanfaatkan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan. Dengan pemasukan negara yang melimpah dari sektor ini, kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi secara berkelanjutan.

3. Distribusi Kekayaan yang Merata
Islam memiliki mekanisme distribusi harta yang adil melalui tiga cara utama:
  • Zakat: Kewajiban individu muslim untuk menyisihkan sebagian hartanya bagi yang membutuhkan.
  • Distribusi Kekayaan oleh Negara: Negara memberikan bantuan langsung kepada individu miskin tanpa syarat atau imbalan.
  • Aturan Waris: Pembagian harta waris yang diatur dengan jelas untuk menghindari ketimpangan di antara ahli waris.

Melalui mekanisme ini, kekayaan tidak hanya terkumpul di tangan segelintir orang, tetapi didistribusikan secara merata kepada masyarakat.


Penutup

Konsep Islam dalam mengentaskan kemiskinan berakar pada keadilan dan kesejahteraan. Islam menyadari bahwa kemiskinan adalah akar dari berbagai permasalahan sosial lainnya, seperti kriminalitas dan pelanggaran hukum. Oleh karena itu, dengan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, pengelolaan sumber daya yang adil, dan distribusi kekayaan yang merata, Islam menawarkan solusi komprehensif untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan harmonis.

Posting Komentar

0 Komentar