
Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Dikutip dari Liputan 6 (23-6-2024) bahwa viral di media sosial seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Menurut penyelidikan polisi, pelaku adalah dua anak kandung perempuan korban, yang masing-masing masih berusia 16 dan 17 tahun. Mereka menusuk ayahnya menggunakan sebilah pisau. Modusnya sakit hati kepada korban karena pelaku dimarahi oleh korban setelah kedapatan mencuri uang korban.
Kasus serupa terjadi juga terjadi, diambil dari Tribun Lampung (13-6-2024) memberitakan bahwa, SPA (19), warga Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, melakukan penganiayaan terhadap ayah kandungnya yang menderita strok. Korban dianiaya hingga terkapar dengan kondisi penuh darah dan tidak sadarkan diri. Pelaku melakukan aksinya karena tersulut emosi saat diminta korban untuk mengantarnya ke toilet. Setelah sempat dirawat inap, keesokan harinya korban mengembuskan napas terakhirnya.
Mencermati fenomena di atas, sungguh miris karena para pelaku masih berusia remaja. Tindakan mereka yang sampai menghilangkan nyawa orang jelas tindakan kejahatan, apalagi dilakukan kepada orang tua kandungnya. Pantaslah kita menyebut mereka anak durhaka. Dalam legenda Malin Kundang si anak durhaka saja, ia tidak sampai membunuh orang tuanya.
Dampak Sekularisme
Perilaku membunuh orang tua sungguh jauh dari tuntunan syariat Islam dan itu jelas bersumber dari sekularisme. Fenomena anak durhaka ini adalah bukti bahwa paham sekularisme sudah sangat merasuk dalam kehidupan ini.
Sistem sekularisme-kapitalisme telah merusak dan merobohkan pandangan masyarakat tentang keluarga. Sejatinya Keluarga adalah tempat yang Allah tetapkan bagi anggota keluarga untuk saling berkasih sayang karena di tengah-tengah mereka ada hubungan rahim.
Sekularisme telah nyata melahirkan generasi yang rusak, manusia-manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, yang rapuh dan kosong jiwanya. Alam kehidupan sekuler telah mewarnai mereka sejak dini untuk menjadi generasi rusak yang berakibat pada rusaknya hubungan mereka dengan Allah. Lebih parahnya lagi, mereka juga menjadi generasi yang selanjutnya merusak pihak lain.
Hal ini tidak lepas juga dari sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup, sehingga banyak anak yang abai pada kewajiban birrul walidain. Hal ini diperburuk oleh penerapan sistem pendidikan sekuler yang tidak juga mendidik mereka menjadi orang baik dan saleh sehingga mampu memahami birrul walidain.
Sekularisme telah mengikis habis akidah generasi muda sehingga yang tersisa adalah hubungan anak dan orang tua berdasarkan kemanfaatan semata. Akibatnya, ketika anak-anaknya merasa orang tua tidak berguna, bahkan dianggap menghalangi mereka untuk mencapai puncak hawa nafsu, maka menghabisi orang tua merupakan kepuasan tersendiri bagi mereka.
Penerapan sistem hidup kapitalisme terbukti gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal mereka tidak terpelihara oleh sistem yang sahih, yang mampu menyuburkan ketaatan dan amal saleh. Sekularisme-kapitalisme justru telah menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta.
Sebaliknya, sistem Islam mendidik generasi menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam serta taat syariat, termasuk berbakti dan hormat pada orang tuanya. Mereka juga memiliki kemampuan yang baik dalam mengendalikan garizah baqa’ (naluri mempertahankan diri) sehingga tidak mudah terjerumus dalam lingkaran emosi dan hawa nafsu.
Kisah Luqman di dalam Al-Qur’an saat menasihati anaknya adalah contoh terbaik. Hal tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842 dari shahabat Anas bin Malik)
Islam juga memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal, baik secara individu, keluarga, masyarakat dan negara, sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat,
وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ ࣖ
“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS An-Nisa [4]: 14).
Islam sebagai solusi tuntas mensyariatkan tegaknya negara yang menerapkan aturan Islam kaffah (Khilafah) sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus).
Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Semua itu dapat mencegah dari berbagai bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak kepada orang tuanya.
Dan dengan penerapan aturan Islam secara Kaffah akan membawa kepada kemaslahatan umat, baik itu muslim maupun non muslim.
Wallahu alam bissowab.
0 Komentar