
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta meringkus dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pelaku jual-beli bayi melalui sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta.
Para tersangka ini telah melakukan kegiatannya sejak tahun 2010. Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi mengatakan salah satu tersangka, JE diketahui pernah menjadi residivis pada 2020 dan telah divonis kurungan selama 10 bulan di Lapas Wirogunan, Yogyakarta (republika co.id, 12/12/2024).
Pada 2024, tersangka kembali melakukan aksinya dengan beberapa kali menjual anak, di antaranya menjual seorang anak laki-laki di Bandung dan menjual anak perempuan di daerah Kota Yogyakarta. Modus yang digunakan oleh kedua tersangka yaitu menerima penyerahan atau perawatan bayi lewat rumah bersalin tempat mereka praktik.
Berdasarkan data yang diperoleh Polda DIY kurun 2015 hingga saat tertangkap tangan pada 4 Desember 2024, kedua tersangka tercatat sebanyak 66 bayi sudah dijual terdiri atas 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.
Atas perbuatannya, JE dan DM dijerat dengan Pasal 83 Unduang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak serta pasal 76F UU Nomor 35 tahun 2014 dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta.
Jual Beli Bayi Makin Marak, Buah Busuk Kepemimpinan Sekuler
Residivis bukan berarti jera, apalagi jika tak memiliki keahlian, modal atau koneksi jaringan bisnis, hal ini tentulah menyebabkan pekerjaan apapun akan dikalukan, termasuk jual beli bayi. Soal hati nurani bisa dikesampingkan, toh jual bayinya kepada mereka yang membutuhkan, begitu pikir pelaku.
Dan kasus jual beli bayi bukan kali ini saja terjadi. Berulangnya kasus sejenis menunjukkan adanya problem sistemis. Sebab ada banyak faktor hingga kasus terus berulang, di antaranya adanya problem ekonomi atau kemiskinan, maraknya seks bebas yang mengakibatkan banyak terjadi KTD (Kehamilan Tidak Dikehendaki), pendidikan rendah, peluang kerja yang sempit, juga hati nurani mati dan adanya pergeseran nilai kehidupan, kekayaan bisa ditempuh dengan segala cara tak peduli halal-haram.
Selain itu juga akibat tumpulnya hukum dan abainya negara dalam mengurus rakyat. Tebang pilih hukum hingga kasus di peti eskan bagi mereka yang mampu membayar kasus telah menjadi batu sandungan terwujudnya keadilan. Yang salah meremehkan yang tak bersalah ikut terjebak.
Dari sekian banyak faktor yang menjadi penyebab, erat kaitannya dengan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik dalam seluruh aspek kehidupan. Sikap individualisme dan kentalnya orientasi atas materi atau harta telah mematikan hati nurani bidan yang seharusnya berperan dalam membangun keluarga.
Namun tak juga bisa dipersalahkan, sebab dukungan negara sebagai support sistem sama sekali tak ada. Penguasa atau pejabat yang seharusnya menjadi periayah urusan rakyatnya sehingga mudah dalam mencari pekerjaan telah abai seabai-abainya. Karena urusan perut tak bisa ditunda pemenuhannya, jika tak punya keahlian atau pendidikan yang memadai, kejahatan pun jadi pilihan.
Lemahnya periayahan negara, termasuk lemahnya penegakkan hukum, membuat keberadaan sindikat penjual bayi dan praktek jual bayi tidak mudah diberantas. Aparat penegak hukum atau negara seolah kalah dengan keberadaan sindikat yang mencari keuntungan materi. Mirisnya tak jarang pihak keamanan menjadi beking bisnis haram ini. Lagi-lagi bukan perkara integritas tapi lebih kepada keuangan rumah tangga.
Jelas, hal ini membutuhkan kesungguhan negara untuk menyelesaikan akar masalahnya sekaligus butuh sistem sanksi yang tegas.
Islam Sejahterakan Manusia Lahir dan Batin
Islam sebagai agama sempurna, membangun manusia menjadi hamba yang beriman dan bertakwa sehingga perilakunya sesuai dengan hukum syara. Ini adalah buah penerapan sistem pendidikan Islam dan juga penerapan sistem kehidupan sesuai dengan Islam termasuk dalam sistem pergaulan. Pendidikan dengan kurikulum berdasarkan akidah Islam akan menghasilkan output tak hanya berkualitas namun juga cemerlang.
Pendidikan dibangun dalam suasana kehidupan sosial yang saling beramar makruf nahi mungkar, semakin mengokohkan kepribadian Islam setiap insan. Penerapan satu ayat semisal perintah larangan mendekati zina sebagaimana firman Allah ď·». Yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (TQS Al-Isra: 32). Telah mampu menutup celah kriminal lainnya yang mengantar seseorang melakukan tindakan tidak bertanggung jawab. Terlebih hukuman bagi pezina tidak main-main, antara rajam atau dicambuk, tidak ada HAM yang mengatasnamakan nilai kemanusiaan, sebab hukum Islam pasti adil. Negaralah yang mensuasanakan penjagaan ini.
Selain itu, jaminan negara atas kesejahteraan individu per individu akan menjaga diri rakyat dari perbuatan mencari harta dari cara yang haram. Pajak dan utang luar negeri bukan komponen utama dalam negara Islam, melainkan pemberdayaan kekayaan alam yang telah dianugerahkan Allah ď·», dengan negara sebagai eksekutornya, tanpa melibatkan asing atau aseng, sehingga hasil pengelolaannya bisa dirasakan oleh rakyat, baik dalam bentuk zatnya seperti air dan listrik, secara tak langsung juga bisa dinikmati dalam bentuk pelayanan publik seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, universitas, jembatan, jalan dan lainnya.
Kesempatan kerja terbuka bagi setiap individu masyarakat apapun pendidikannya. Bahkan jika ingin melanjutkan pendidikan setinggi yang ia mampu pun bisa. Negara menjamin semuanya. Berikutnya, sistem sanksi yang tegas juga akan mampu mencegah berulangnya tindak kejahatan serupa.
Wallahualam bissawab.
0 Komentar