BANJIR: BUKAN SEKADAR BENCANA ALAM, TAPI KARENA PENEBANGAN HUTAN


Oleh: Marnisa
Aktivis Muslimah

Beberapa minggu ini, Medan dilanda bencana banjir dan longsor yang hampir melanda seluruh kecamatan. Dalam Dashboard Penanganan Bencana Darurat Banjir dan Longsor di Aceh, Sumut, Sumbar BNPB, Rabu (10/12/2025), pukul 07.40 WIB, tercatat 967 orang tewas, sekitar 5 ribu orang luka, dan 262 orang masih dinyatakan hilang. Sedangkan jumlah pengungsi mencapai 850 ribu orang. (Detik, 10/12/2025)

Kejadian tragis ini menunjukkan bahwa bencana yang melanda Sumatera Utara tidak hanya sekadar musibah alam, tetapi juga sebuah krisis kemanusiaan yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat. Oleh karena itu, peristiwa banjir di Sumatera Utara harus segera mendapat perhatian ekstra dari pemerintah pusat.

Elemen masyarakat pun mengingatkan agar Sumut tidak bekerja sendirian dalam menghadapi bencana ini, mengingat dampak yang begitu besar terhadap kehidupan masyarakat.

Aktivis Lingkungan Hidup dari Kelompok Telapak Sumut, Sundari Maulia, mendorong pemerintah pusat untuk menambah bantuan, terutama armada alat berat untuk mengevakuasi dan membuka akses yang terputus akibat bencana banjir.

Bahkan pemuda Sumatera Utara juga harus bersatu dan ikut berperan aktif. Jangan biarkan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bekerja sendirian menghadapi situasi darurat ini. Keterlibatan pemerintah pusat sangat diperlukan untuk mempercepat penanganan dan menjaga stabilitas di lapangan (Analisadaily, 30/11/2025).

Bencana ini sangat menyedihkan, karena kejadian ini bukan hanya disebabkan oleh curah hujan yang turun terus-menerus selama beberapa hari belakangan akibat Badai Siklon Senyar. Karena, penyebab utamanya adalah rusaknya alam akibat dieksploitasi oleh manusia rakus dan tamak, yang dilakukan oleh para kapitalis dalam sistem demokrasi.

Rusaknya hutan di wilayah Bukit Barisan akibat penebangan pohon oleh perusahaan, pengalihan hutan menjadi perkebunan sawit, serta pembukaan tambang emas mengakibatkan hilangnya daya serap air saat hujan terjadi sehingga terjadilah banjir dan longsor. Banyaknya batang pohon yang hanyut dibawa banjir dan longsor ke hilir sungai dapat kita lihat, bukan hanya di wilayah Sibolga, Sumatera Utara, tetapi juga di wilayah Sumatera Barat dan Aceh.

Padahal, hutan atau pohon-pohon besar yang rimbun memiliki peran penting dalam menyerap air hujan ke dalam tanah dan menahan air agar tidak langsung mengalir ke sungai.

Peran pemerintah pusat sangat penting dalam memberikan keputusan terkait penggunaan lahan hutan. Bukan hanya mempertimbangkan keuntungan dari pendirian perusahaan tambang dan perusahaan lainnya, tetapi juga harus mengkaji dampak perizinan penggunaan lahan dan pengalihan fungsi hutan.

Ironisnya, setelah adanya PP Nomor 42 Tahun 2021 tentang kemudahan proyek strategis nasional, pemerintah pusat dapat dengan mudah mengatur pemerintah daerah untuk melancarkan segala aktivitas terkait proyek strategis nasional. Namun, pada akhirnya, saat terjadi bencana di wilayah tersebut, pemerintah pusat tidak berperan secara maksimal dalam menangani dampak kerusakan yang terjadi.

Padahal dalam Islam, sumber daya alam dikelola oleh negara, bukan oleh perusahaan yang dimiliki individu atau kelompok tertentu. Pengelolaan sumber daya juga terikat oleh hukum syariah dengan ketentuan tidak boleh merusak alam, harus dikelola oleh negara untuk umat, dan tidak boleh dieksploitasi tanpa batas demi menjaga keberlanjutan alam.

Islam telah menetapkan bahwa kepemilikan umum seperti mineral, hutan, dan air tidak boleh diserahkan kepada korporasi. Negara wajib mengelola langsung sumber daya alam tersebut untuk kepentingan rakyat dan menjaga kelangsungan ekosistem.

Bahkan dalam Islam, sanksi bagi pelaku perusak lingkungan sangat jelas:
  • Mendapat ta'zir berupa denda besar, pencabutan izin, serta pelarangan aktivitas usaha bagi korporasi perusak lingkungan.
  • Ganti rugi kepada masyarakat yang terkena dampak banjir, longsor, atau kerusakan lahan.
  • Penjara bagi tambang ilegal, termasuk pejabat yang terlibat dalam korupsi perizinan.

Beginilah Islam menjaga hak publik agar tidak dirampas oleh ekonomi korporasi.

Sedangkan dalam sistem saat ini, yaitu sistem kapitalisme, yang diprioritaskan adalah keuntungan tanpa memperdulikan keadaan alam. Sumber daya alam diambil sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan keberlanjutan dan pemulihan lingkungan.

Penguasa dalam Islam memiliki tugas untuk menjaga dan mengurusi umat serta lingkungan. Maka apabila terjadi bencana, penguasa akan langsung bergerak untuk menyelamatkan dan melayani umat. Sayangnya, pemerintah kita saat ini belum menjalankan tugasnya sebagai penguasa dan pemimpin sebagaimana kewajiban dalam Islam.

Wallahualam Bissawwab.

Posting Komentar

0 Komentar