
Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas
Dalam aksi demonstrasi menentang proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), advokat Ahmad Khozinudin menyampaikan orasi lantang yang menyoroti dugaan perampasan tanah rakyat oleh oligarki properti. Di hadapan massa aksi yang berkumpul menjelang waktu Zuhur, ia menyerukan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan.
"Allahu Akbar! Ayo semua merapat! Jangan ada yang di pinggir-pinggir! Kita semua pejuang yang menuntut keadilan bagi rakyat!" seru Ahmad dalam orasinya dari atas mobil komando.
Ia menyoroti ketidakadilan dalam penanganan kasus sertifikat laut dan pagar laut yang dianggapnya sebagai bentuk perampasan wilayah rakyat secara de facto dan de jure. Ia mempertanyakan mengapa kepolisian hanya fokus pada sertifikat laut tanpa menyelidiki pagar laut yang telah lama menjadi perhatian publik.
"Kenapa Encun, Gojali, dan Mandor Memet belum ditangkap? Kenapa Ali Hanafi, Ali Wijaya—orang-orangnya Aguan—belum tersentuh hukum? Apakah polisi takut pada Aguan?" ujarnya, menuding aparat bertindak tidak adil.
Selain itu, Ahmad mengkritisi penggunaan pasal ringan dalam penyidikan kasus pagar laut. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut harusnya menggunakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, yang memiliki ancaman pidana lebih berat. Menurutnya, pelanggaran yang terjadi di PIK 2 lebih dari sekadar pemalsuan dokumen.
Tak hanya soal laut, Ahmad juga menyinggung perampasan tanah di daratan, termasuk sungai-sungai yang kini telah diterbitkan sertifikat atas nama pihak-pihak tertentu. "Negara benar-benar telah dijajah! Tanah rakyat, sungai, dan laut dikuasai oleh oligarki!" tegasnya.
Ia mengkritik logika yang membenarkan pembangunan oleh oligarki dengan membandingkannya dengan penjajahan Belanda. "Belanda juga membangun rel kereta, tapi tetap kita usir! Kita bisa membangun tanpa oligarki!" katanya lantang.
Dalam orasi tersebut, Ahmad juga menyinggung dugaan permainan hukum yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Ia menyebut Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono sebagai pihak yang mendukung dalih "tanah musnah" untuk melegitimasi perampasan tanah rakyat.
"Hati-hati dengan istilah tanah musnah! Ini modus mereka untuk mereklamasi dan mengambil hak rakyat secara legal!" serunya, memperingatkan massa aksi agar tidak tertipu dengan skema hukum yang disiapkan oleh oligarki.
Di akhir orasinya, Ahmad menyerukan kepada rakyat Banten dan seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap bersatu melawan ketidakadilan. "Jangan hari ini semangat, besok kendor! Jangan tergoda cuan atau intimidasi! Oligarki tidak akan diam, maka kita pun tidak boleh diam!"
Massa aksi merespons dengan pekikan takbir dan yel-yel perlawanan. "Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan!" teriak mereka serempak, menguatkan tekad perjuangan melawan perampasan tanah di PIK 2.
0 Komentar