
Oleh: Amriane Hidayati
Ibu Rumah Tangga
Bencana banjir Kembali terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di wilayah Jabodetabek. Bak sebuah film lama yang kerap terjadi ketika musim hujan tiba. Penanganan yang setengah hati membuat kejadian semacam ini terus berulang.
Terjadinya banjir berulang khususnya di wilayah Jabodetabek sebenarnya bukan semata karena faktor alam atau permasalahan teknis. Tetapi juga permasalahan sistematis dan struktural seperti kebijakan pembangunan yang abai pada kelestarian lingkungan dan keselamatan manusia, baik di sisi hulu maupun hilir.
Peneliti ahli madya dari pusat riset limnologi dan sumber daya air BRIN, Yus Budiono menyebut ada empat faktor banjir di wilayah Jabodetabek, yakni penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan fenomena cuaca ekstrem. (jabar.tribunnews.com, 9-03-2025)
Mitigasi Bencana dalam Sekuler Kapitalistik
Permasalahan dari hulu ke hilir menyebabkan rusaknya keseimbangan ekosistem sebagai penunjang kehidupan, terutama sebagai area penyimpanan air.
Permasalahan hulu seperti eksploitasi hutan dan pegunungan menjadi aktifitas yang berjalan masif dibawah kepemimpinan sekuler kapitalistik yang saat ini diemban. Seperti program pembukaan lahan 20 juta hektar hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air, (tirto.id, 06-03-2025) maupun pengembangan sektor kepariwisataan yang menjadi pemicu terjadinya banjir.
Begitu pun area hilir. Buruknya penataan wilayah tampak jelas dari minimnya area resapan air akibat permukaan tanah yang mayoritas tertutup oleh semen dan beton. Selain itu, penataan drainase sebagai pengendalian aliran air yang berjalan tidak efisien.
Apabila diamati, sepanjang aliran sungai yang memiliki fungsi untuk mengalirkan air dan menunjang kehidupan manusia telah mengalami disfungsi akibat perencanaan pembangunan yang buruk dan merebaknya kemiskinan struktural yang membuat area sepanjang aliran sungai menyempit.
Karakteristik paradigma pembangunan dibawah kepemimpinan sekuler kapitalistik semacam ini tidak lain bertujuan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya bagi pemilik modal tanpa memperdulikan kemaslahatan umat, kelestarian lingkungan dan prinsip halal-haram.
Allah ﷻ sudah memberikan peringatan dalam firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Ar-Rum ayat 41 :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).
Mitigasi atau langkah yang dilakukan untuk memperkecil dampak bencana baik sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana, yang dilakukan oleh kepemimpinan sekuler kapitalistik cenderung bersifat sementara, dan tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh hingga ke akarnya. Kepemimpinan semacam ini bahkan kerap berlepas tangan dan mengandalkan pihak swasta maupun sumbangan warga.
Mitigasi Bencana dalam Kepemimpinan Islam
Islam memiliki seperangkat aturan dan solusi untuk permasalahan umat manusia. Termasuk di dalamnya aturan agar kehidupan dapat berjalan harmonis antara manusia dan alam semesta.
Dalam kepemimpinan Islam, sebelum bencana itu terjadi, negara sebagai pengayom dan penjaga melakukan upaya preventif dengan cara melakukan pembangunan yang berfokus pada kemaslahatan umat bukan demi kepentingan golongan tertentu, mengeliminasi semua proyek pembangunan yang menyalahi syariat serta yang merusak kelestarian lingkungan.
Ketika bencana tidak terelakkan, negara yang memiliki peran sentral sebagai penjaga dan pengatur seluruh urusan umat akan melakukan mitigasi secara maksimal agar jumlah korban bencana dan kerugian yang ditimbulkan minimal dan tidak berlarut-larut. Karena dalam Islam, Penguasa akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah ﷻ atas apa yang menimpa rakyatnya.
Peran negara dan tata kelola yang baik sangat penting dalam mitigasi bencana karena pemerintah memiliki otoritas, sumber daya, dan tanggung jawab untuk melindungi masyarakat serta memastikan keberlanjutan pembangunan. Dan Islam adalah solusi untuk seluruh problem kehidupan.
Wallahualam bissawab.

0 Komentar