
Oleh: Darul Iaz
Penulis Lepas
Apa Itu Akidah Islam? Istilah akidah tidak dikenal di kalangan para Sahabat ketika membahas persoalan keimanan. Mereka cukup menggunakan istilah al-îmân (iman). Baru pada abad ke-4 Hijriyah, istilah ini mulai digunakan secara formal, seperti dalam kitab Imam Abu Ja’far ath-Thahawi yang khusus membahas prinsip-prinsip keimanan.
Secara umum, akidah merupakan keyakinan dasar yang menjadi fondasi kehidupan seorang Muslim. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mendefinisikan akidah Islam sebagai iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhir, serta qadha dan qadar. Iman ini harus bersifat pasti, tanpa sedikit pun keraguan. Seperti disampaikan dalam ungkapan ulama:
اَلْعَقِيْدَةُ هِيَ الْجَانِبُ النَّظَرِي الَّذِيْ يَطْلُبُ اْلاِيْمَانَ بِهِ اَوَّلاً وَقَبْلَ كٌلِّ شَيْئِ اِيْمَانًا لاَ يُرَقِّقُ اِلَيْهُ شَكٌّ وَلاَ تُؤَثِّرُ فِيْهِ شُبْهَةٌ
“Akidah adalah aspek teoretis yang harus dipercaya lebih dulu sebelum segala perkara lainnya dengan kepercayaan yang tidak diliputi keraguan dan tidak dipengaruhi oleh kesamaran.”
Akidah: Pemikiran Menyeluruh tentang Kehidupan
Akidah Islam bukan hanya sekadar keyakinan, tetapi juga sebuah pemikiran menyeluruh (fikrah) tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan. Ia menjawab tiga pertanyaan fundamental yang disebut sebagai al-‘uqdah al-kubrâ (simpul besar):
- Dari mana asal kehidupan ini?
- Untuk apa hidup di dunia?
- Kemana kehidupan ini akan berakhir?
Islam menjawab bahwa seluruh kehidupan ini berasal dari Allah ﷻ; hidup di dunia adalah untuk diuji; dan setelah kematian akan ada perhitungan amal serta balasan di akhirat. Sebagaimana firman-Nya:
اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS al-Insan [76]: 2)
اِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا
“Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (QS al-Insan [76]: 3)
Perbandingan dengan Akidah Lain
Akidah Islam memiliki karakter unik dibandingkan akidah lainnya:
- Kapitalisme/Sekularisme: Memisahkan agama dari kehidupan publik. Eksistensi Tuhan tidak dianggap penting.
- Sosialisme/Komunisme: Menganggap materi sebagai satu-satunya realitas. Tuhan dan kehidupan akhirat ditolak.
- Yahudi & Nasrani: Bersifat spiritual, mengakui Tuhan dan hari pembalasan, namun tidak memiliki sistem kehidupan yang lengkap.
- Islam: Tidak hanya mengenal Tuhan dan akhirat, tetapi juga menyediakan sistem aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
Akidah Islam: Rasional dan Bersumber dari Wahyu
Akidah Islam adalah ‘aqidah ‘aqliyyah (akidah rasional). Artinya, keimanan dalam Islam dapat dicapai melalui proses berpikir. Siapa pun yang menggunakan akalnya dengan jujur akan menyadari bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan ini tidak mungkin muncul tanpa Sang Pencipta. Sebagaimana dikatakan seorang Badui:
البَعْرَةُ تَدُلُّ عَلَى الْبَعِيْرِ, وَالرُّوْثُ يَدُلُّ عَلَى اْلحَمِيْرِ, وَآثَارُ اْلأَقْدَامِ عَلَى الْمُسِيْرِ, فَسَمَاءُ ذَاتَ أَبْرَاجٍ, وَأَرْضُ ذَاتَ فِجَاجٍ, وَأَبْحُرُ ذَاتَ أَمْوَاجٍ أَلاَّ يَدُلُّ ذَلِكَ عَلَى اللَّطِيْفِ الْخَبِيْرِ
“Tahi unta itu menunjukkan adanya unta. Kotoran keledai menunjukkan adanya keledai. Bekas tapak kaki menunjukkan adanya orang yang berjalan. Karena itu langit yang punya gugusan bintang, bumi yang memiliki jalan-jalan yang lebar, dan laut-laut yang bergelombang, tidakkah itu menunjukkan adanya (Allah) Yang Mahalembut lagi Mahatahu?””
Adapun hal-hal yang tidak bisa dijangkau oleh pancaindra, seperti surga dan neraka, diyakini melalui wahyu yakni al-Quran yang kebenarannya telah terbukti secara akal. Al-Quran mustahil berasal dari manusia, karena:
- Orang Arab tidak mampu menandingi keindahan dan kekuatan bahasanya, meskipun telah ditantang.
- Gaya bahasa al-Quran tidak mirip dengan hadis Nabi Muhammad ﷺ, padahal keduanya keluar dari orang yang sama. Ini menunjukkan bahwa al-Quran bukan karangan Nabi.
Maka, satu-satunya kesimpulan yang masuk akal adalah: al-Quran adalah firman Allah ﷻ.
Akidah sebagai Penggerak Kebangkitan
Dulu, akidah Islam telah menyatukan suku Aus dan Khazraj yang saling berperang menjadi satu barisan dalam Islam. Akidah inilah yang mengubah bangsa Arab yang terbelakang menjadi pemimpin peradaban dunia.
Namun, iman yang membangkitkan bukanlah iman di lisan saja. Imam Hasan al-Bashri berkata:
لَيْسَ الإِيمَانُ بِالتَّمَنِّي وَلَا بِالتَّحَلِّي، وَلَكِنَّهُ مَا وَقَرَ فِي الْقَلْبِ وَصَدَّقَهُ الْعَمَلُ
“Iman bukanlah (sebatas) angan-angan dan bukan pula (sekadar) perhiasan (penampilan luar), tetapi (iman adalah) apa yang menetap di dalam hati dan dibenarkan oleh amal.”
Akidah Islam seharusnya menjadi penggerak dalam kehidupan, bukan hanya menjadi hiasan dalam diskusi atau simbol-simbol keagamaan.
Kondisi Umat Islam Kini
Saat ini, mayoritas umat Islam masih memegang akidah Islam. Namun, mereka telah kehilangan daya hidupnya karena tiga hal:
- Terpisahnya akidah dari sistem kehidupan dan hukum – Akidah hanya menjadi keyakinan pribadi, bukan panduan masyarakat.
- Hilangnya kesadaran tentang akhirat – Akidah tidak lagi menggetarkan hati untuk bertanggung jawab di hadapan Allah.
- Pecahnya ukhuwah Islamiyah – Umat terpecah menjadi lebih dari 50 entitas negara yang lemah dan tercerai-berai.
Tanpa ikatan akidah yang kuat, umat ini menjadi seperti tubuh tanpa ruh.
Penutup
Akidah Islam adalah cahaya dan sumber kekuatan umat. Ia bukan sekadar dogma, tapi pemikiran mendalam yang menjawab hakikat kehidupan. Ketika akidah ini kembali dijadikan landasan berpikir dan bertindak, maka umat Islam akan bangkit, bersatu, dan kembali menjadi rahmat bagi semesta alam.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS al-Baqarah [2]: 218)
Wallâhu a’lam.

0 Komentar