
Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas
Jakarta, 12 April 2025 — Satu babak baru dalam kisruh hukum proyek reklamasi PIK-2 kembali mencuat ke publik. Ahmad Khozinudin, S.H., seorang advokat sekaligus Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR), menyampaikan pernyataan keras melalui akun Facebook-nya. Ia menyebut proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum dalam kasus "pagar laut" sebagai “sinetron hukum yang sempurna” untuk menyelamatkan kepentingan oligarki.
Dalam narasi yang diunggahnya, Khozinudin menyoroti langkah Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri yang telah resmi menyatakan tidak ada unsur korupsi dalam perkara pidana pagar laut yang mentersangkakan Arsin, Kepala Desa Kohod, beserta stafnya. Pernyataan itu keluar setelah sebelumnya Kejaksaan Agung RI memilih mundur dari penanganan dugaan korupsi proyek tersebut.
"Skenario ini sudah bisa ditebak sejak awal. Kejagung mundur, Bareskrim ambil alih, dan kini kesimpulannya: tidak ada korupsi. Case closed!" tulis Khozinudin dalam unggahannya.
Menurutnya, proses hukum sengaja dilokalisir hanya di Desa Kohod, padahal pagar laut yang menjadi sumber permasalahan membentang sepanjang lebih dari 30 kilometer, melintasi 16 desa dan 6 kecamatan di Kabupaten Tangerang serta satu kecamatan di Kabupaten Serang.
Dalam investigasi lapangan yang dilakukan Khozinudin bersama nelayan dan wartawan, ditemukan bahwa pagar laut masih berdiri kokoh di beberapa desa, termasuk Desa Lontar, Patramanggala, Mauk Barat, Ketapang dan Muncung, bertolak belakang dengan klaim aparat yang menyebut pagar sudah dicabut.
Khozinudin juga menyebut keterlibatan Agung Sedayu Group dalam proyek tersebut tidak bisa disangkal, mengingat dua anak usahanya, PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, telah memiliki sertifikat HGB di wilayah pagar laut. Ia menuding bahwa pagar laut dan sertifikat atas wilayah laut itu adalah bentuk nyata perampasan ruang laut oleh korporasi dengan restu kekuasaan.
“Lucunya, klaim bahwa tidak ada kerugian negara hanya karena belum ada audit BPK, padahal penyidik bisa saja memerintahkan audit. Ini alasan yang dibuat-buat,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa dugaan kejahatan ini menjadi indikasi nyata bagaimana negara sudah dikuasai oleh oligarki. Dalam akhir tulisannya, Ahmad Khozinudin menyampaikan informasi selentingan yang sangat mengejutkan.
"Aguan dkk menganggap Presiden Prabowo Subianto, DPR-RI, hingga aparat penegak hukum hanya seperti 'Topeng Monyet' yang menari di atas tabuhan gendang mereka," pungkasnya.

0 Komentar