PETANI BISA SEJAHTERA, TAPI DIGUSUR DEMI PIK-2: SAID DIDU KRITIK KERAS PROYEK PENGEMBANG


Oleh: Oktavia
Jurnalis Lepas

Jakarta, 9 April 2025 – Mantan Sekretaris Menteri BUMN, Muhammad Said Didu, melontarkan kritik tajam terhadap penggusuran lahan sawah di Banten untuk proyek PIK-2 yang disebutnya didukung oleh sejumlah pejabat dan aparat. Menurutnya, penggusuran ini tidak hanya merugikan petani, tapi juga menyingkirkan potensi besar ekonomi rakyat.

Sawah bikin petani sejahtera, tapi di Banten oleh PIK-2 didukung pejabat dan aparat justru menggusur rakyat,” tulis Said Didu melalui pernyataan publik yang viral di media sosial.

Dalam tulisan yang ia bagikan, Said Didu menunjukkan bahwa pertanian padi modern sebenarnya sangat menjanjikan secara ekonomi. “Usaha pertanian padi bisa membuat rakyat sejahtera dan bahagia,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa dengan teknologi pertanian modern, hasil panen bisa mencapai Rp 100 juta per hektar per tahun. “Jika petani menggarap 2 hektar, maka penghasilan mereka Rp 200 juta per tahun. Maka jangan heran jika di bawah rumah mereka akan parkir berbagai jenis merek mobil dan ribuan orang yang pergi umrah serta untuk naik haji, lama antre sudah mendekati 100 tahun,” jelasnya.

Namun Said Didu mempertanyakan mengapa pemerintah dan aparat justru mendukung pengembang menggusur petani dengan harga yang sangat murah.

Kenapa penguasa dan aparat tega jadi kacung pengembang PIK-2 untuk menggusur petani di Banten dengan harga hanya Rp 35.000 - Rp 50.000 per meter?” tulisnya. Sebagai perbandingan, ia menyebut harga sawah di Pinrang mencapai Rp 600.000 - Rp 1.000.000 per meter.

Jika lahan sawah di Banten dikelola dengan teknologi pertanian modern, kata dia, maka sekitar 70.000 hektar bisa menghasilkan minimal 1 juta ton Gabah Kering Panen (GKP) per tahun. “Nilainya Rp 7 - 10 triliun per tahun. Tapi tanah itu hanya dibeli Rp 25 - 35 triliun, atau setara tiga tahun hasil tanam padi oleh rakyat,” ujar Said Didu.

Ia pun menuding adanya kesenjangan keuntungan yang sangat besar. “Pengembang PIK-2 menjual tanah tersebut ke konsumen rata-rata Rp 30 juta per meter – artinya akan menghasilkan sekitar Rp 1.500 triliun. Setelah dikurangi biaya, pengembang meraup untung sekitar Rp 1.450 triliun,” jelasnya.

Said Didu menutup pernyataannya dengan keprihatinan mendalam: “Dengan gambaran tersebut, saya tidak bisa membayangkan terbuat apa hati aparat dan tokoh yang tega menjadi kacung pengembang PIK-2 menggusur rakyat Banten.

Ia juga menyinggung bahwa fenomena serupa terjadi di Rempang, Morowali, Makassar, dan berbagai daerah lain, menggambarkan pola sistemik yang merugikan petani dan masyarakat kecil.

Posting Komentar

0 Komentar