
Oleh: Abu Siqqid
Pengamat Ekonomi
Akhir Juli 2025 menjadi periode yang penuh tekanan bagi rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat turun menjadi Rp16.310/US$, melemah 0,18% hanya dalam satu hari, terburuk dalam enam hari terakhir. Bahkan, ini adalah minggu ketiga berturut-turut rupiah melemah terhadap dolar AS.
Di sisi lain, sejumlah mata uang Asia justru menunjukkan performa yang berlawanan. Yen Jepang menguat karena keberhasilan negosiasi dagang dengan AS. Ringgit Malaysia naik karena optimisme pasar terhadap arah kebijakan ekonomi. Bahkan riel Kamboja, meskipun negara itu sedang berkonflik dengan Thailand, juga mengalami penguatan.
Sementara itu, Indonesia justru harus menghadapi realitas pahit. Selain penguatan dolar global, tekanan datang dari aliran modal asing keluar yang mencapai Rp11,30 triliun hanya dalam waktu empat hari. Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas ekonomi eksternal, namun pelemahan rupiah belum juga terbendung.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih sangat rentan terhadap guncangan eksternal, khususnya ketika kekuatan ekonomi global seperti AS menunjukkan performa positif. Ketika sektor jasa AS menguat dan PMI meningkat, investor global ramai-ramai menarik dana dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sayangnya, ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap valuta asing dan impor barang membuat pelemahan rupiah berdampak langsung pada masyarakat. Biaya impor naik, harga barang melambung, dan daya beli rakyat menurun. Inflasi menjadi ancaman nyata. Di tengah itu semua, kepercayaan investor pun menurun, sebagaimana tercermin dari derasnya arus modal keluar.
Ironisnya, ketika negara-negara tetangga tampil lebih agresif dan strategis dalam merespons kebijakan ekonomi global, Indonesia justru tampak tertinggal. Padahal, cadangan sumber daya dan potensi ekonomi kita tidak kalah. Masalahnya bukan pada kekurangan sumber, tapi pada kerangka sistem yang keliru.
Sistem ekonomi konvensional yang diterapkan saat ini terlalu bergantung pada mekanisme pasar dan relasi kapital global. Kebijakan moneter dan fiskal seolah hanya tambal sulam, tanpa fondasi ideologis yang kokoh. Akibatnya, rupiah terus goyah, dan rakyat terus menanggung beban.
Masalah ekonomi Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan nilai tukar dan stabilitas moneter, tidak cukup diselesaikan dengan kebijakan teknis jangka pendek. Diperlukan solusi mendalam dan menyeluruh, yang berakar dari sistem ekonomi yang adil, stabil, dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Solusi itu hanya ada dalam penerapan Islam Kaffah. Karena dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan secara kaffah akan mengatur perekonomian sebagaimana berikut:
- Membangun Ekonomi Berbasis Keadilan dan Keberkahan: Islam menekankan distribusi kekayaan yang merata melalui zakat, infak, dan sedekah, alat sosial yang bukan hanya meringankan beban rakyat, tapi juga menjaga daya beli masyarakat kecil agar roda ekonomi tetap berputar dari bawah. Sistem ini lebih tangguh daripada sistem bunga dan pajak yang membebani.
- Mengurangi Ketergantungan terhadap Valuta Asing: Negara dalam sistem Islam tidak akan membiarkan ekonomi nasional bergantung pada mata uang asing. Islam memerintahkan agar mata uang berbasis emas dan perak (dinar-dirham) digunakan dalam transaksi resmi, menjauhkan ekonomi dari volatilitas pasar uang global yang penuh spekulasi.
- Menguatkan Sektor Riil dan Mengelola SDA dengan Mandiri: Islam mendorong pembangunan ekonomi berbasis sektor riil, bukan spekulasi finansial. Potensi sumber daya alam Indonesia harus dikelola negara demi kepentingan rakyat, bukan dijual ke asing demi menambal anggaran. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam, bahwa kekayaan umum tidak boleh dimonopoli oleh individu atau asing.
- Menjaga Amanah dan Transparansi dalam Pengelolaan Keuangan Negara: Kebijakan fiskal dalam Islam berasaskan amanah dan transparansi, bukan kepentingan elit atau kelompok tertentu. Rasulullah ﷺ bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“Pemimpin itu adalah penggembala, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang digembalakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, setiap kebijakan ekonomi harus berpihak kepada rakyat, bukan pada investor asing atau kepentingan global.
Khatimah
Pelemahan rupiah yang terus berulang adalah sinyal rapuhnya sistem ekonomi konvensional yang dianut Indonesia. Selama negara ini tetap berjalan di atas sistem kapitalistik global, rakyat akan terus menjadi korban fluktuasi pasar dan kebijakan negara-negara besar.
Islam hadir dengan sistem ekonomi yang tidak hanya menjawab persoalan angka, tetapi juga membangun keadilan, kemakmuran, dan stabilitas jangka panjang. Penerapan Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah adalah solusi hakiki untuk mewujudkan ketahanan ekonomi sejati dan melepaskan diri dari ketergantungan pada kekuatan asing. Inilah jalan menuju Indonesia yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat.
0 Komentar