
Oleh: Raqiella Wardana
Penulis Lepas
Palestina telah mengalami penderitaan dan penindasan selama 75 tahun, ini bukanlah waktu yang singkat. Kini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, semakin menunjukkan kekejamannya terhadap warga Palestina. Dia mengungkapkan rencana untuk sepenuhnya menguasai kendali militer di sepanjang Jalur Gaza. Pernyataan ini bertujuan untuk menggiring opini bahwa Zionis tidak ingin mengambil alih Gaza. Langkah ini justru akan mempengaruhi pandangan yang telah berkembang mengenai kemerdekaan Palestina.
Pernyataan Netanyahu mendapat kecaman tajam dari sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia, serta penolakan tegas dari berbagai kalangan masyarakat. Dilansir dari Kumparan (09/08/2025), Presiden Prabowo Subianto mendesak PBB dan masyarakat internasional agar segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan tindakan okupasi ilegal yang dilakukan oleh Israel. Prabowo juga mendorong solusi dua negara sebagai jalan untuk mengakhiri krisis Palestina dan Israel.
Begitu pula dengan United Kingdom (UK), Jerman, Italia, Selandia Baru, dan Australia yang mengungkapkan penolakan terhadap rencana tersebut, dengan alasan hanya akan memperburuk situasi krisis di Gaza (BBC, 08/08/2025).
Saat ini, umat perlu dibuka mata mereka mengenai masalah yang sedang dihadapi Palestina. Masyarakat Palestina telah mengalami penjajahan selama 75 tahun, dan wilayah Palestina semakin terdesak setiap tahunnya akibat tindakan brutal Israel. Gaza pun dijadikan sebagai sasaran perluasan wilayah oleh Israel.
Pemahaman umat mengenai penjajahan saat ini sering kali bertolak belakang dengan makna yang seharusnya. Pemahaman yang salah ini dapat mengarah pada jurang yang fatal. Umat perlu diarahkan kembali untuk memahami dan mengembalikan mindset yang benar mengenai cara menghadapi penjajahan. Bukan untuk tunduk dan patuh kepada penjajah, melainkan dengan melakukan perlawanan sekuat tenaga agar penjajah dapat disingkirkan.
Pendudukan serta genosida di Gaza mencerminkan kegagalan moral dan politik dunia, di mana permasalahan ini tak kunjung usai. Untuk mengakhirinya, diperlukan tindakan tegas, tidak hanya berupa kemarahan, tetapi juga keberanian untuk membongkar sistem licik Zionis. Hal ini harus dilakukan dengan mengarahkan kekuatan militer dan aksi jihad fisabilillah.
Pembebasan Gaza dan Palestina tidak dapat dilakukan secara sempurna kecuali dengan adanya perintah pelaksanaan dari khalifah, yang mewujudkan kewajiban jihad dari Allah. Juga dengan segera membuka pintu menuju Palestina untuk memberi jalan bagi ribuan truk bantuan kemanusiaan yang telah lama menunggu.
Dengan demikian, umat Islam harus segera bersatu di bawah naungan khilafah. Untuk itu, diperlukan upaya dakwah yang dilakukan bersama-sama dengan kelompok dakwah yang ideologis, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran Islam di tengah umat. Umat pun akan sadar, lalu bergerak menuntut perubahan ke arah Islam, dengan dukungan kekuasaan dan kekuatan.
Persatuan umat bukan hanya sebuah cita-cita ideal, melainkan kenyataan sejarah dan potensi strategis yang sangat ditakuti oleh negara-negara Barat.
Wallahu a'lam bishawab.
0 Komentar