MEMAKNAI MERDEKA DALAM ISLAM


Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas

Tanggal 17 Agustus 2025, Indonesia akan merayakan ulang tahun kemerdekaan yang ke-80. Hiruk-pikuk perayaan terlihat dari tingkat RT hingga nasional. Di rumah-rumah berkibar bendera Merah Putih, sementara aneka lomba seperti tarik tambang, gerak jalan, dan panjat pinang digelar demi memeriahkan suasana. Namun, di tengah euforia itu, rakyat seolah lupa bahwa masih banyak permasalahan bangsa yang belum mampu diselesaikan oleh pemimpin hari ini.

Perekonomian Indonesia, misalnya, jelas tidak baik-baik saja. Data BPS mencatat, 60% rakyat Indonesia berada pada kelas ekonomi menengah yang sangat rentan turun kasta menjadi miskin. Pendapatan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari: makan, listrik, air, dan transportasi. Ironisnya, beban hidup semakin berat akibat kebijakan pemerintah menaikkan pajak dan harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, sementara penghasilan mereka tidak ikut bertambah. Alhasil, tabungan pun terpaksa dikuras demi bertahan hidup.

Di sisi lain, gelombang PHK besar-besaran kian memperparah keadaan. Sektor tekstil menjadi salah satu yang paling terpukul dengan jumlah korban mencapai 939.038 orang. Angka ini menambah panjang daftar pengangguran di negeri ini.

Dalam hal keamanan beribadah, umat Islam pun belum sepenuhnya merdeka. Mereka masih kerap dituduh intoleran. Menag bahkan mengadakan pertemuan lintas tokoh agama untuk menyerukan deklarasi damai sebagai komitmen merawat kebinekaan dan persatuan nasional. Konon, perusakan rumah ibadah bisa dicegah jika komunikasi antaragama dibangun dengan tulus dan terbuka.

Akan tetapi, kenyataan pahitnya, umat Islam yang berupaya melaksanakan syariat Islam secara kaffah justru dicurigai dan diawasi. BNPT bahkan digandeng untuk melakukan berbagai program deradikalisasi dengan melibatkan media dan pemuda. Generasi Islam yang berpegang teguh pada agamanya dicap radikal dan berbahaya, sementara generasi moderat dibiarkan berkembang. Seolah-olah Islam kaffah adalah ancaman, sedangkan Islam moderat dianggap penyelamat.

Inilah ironi peringatan kemerdekaan setiap tahun: semarak dirayakan, tetapi kesejahteraan rakyat tak kunjung meningkat. Umat Islam pun belum merasakan kebebasan beribadah secara penuh. Lantas, benarkah Indonesia sudah merdeka? Sesungguhnya, negeri ini hanya terbebas dari penjajahan fisik, tetapi masih terbelenggu penjajahan nonfisik.

Akar masalahnya jelas: penerapan sistem kapitalisme yang menyingkirkan agama dari ruang publik. Agama hanya dibiarkan sebatas urusan individu.

Berbeda dengan Islam yang memiliki mekanisme distribusi harta yang adil. Islam mengatur kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Indonesia sejatinya kaya raya dengan emas, nikel, batu bara, serta aneka flora dan fauna. Sayangnya, pengelolaannya diserahkan kepada asing sehingga rakyat tidak merasakan manfaatnya.

Padahal jika diterapkan, sistem Islam akan membuka lapangan pekerjaan, memudahkan akses rakyat terhadap kebutuhan hidup, serta menghadirkan pemimpin yang meriayah dan melindungi umat. Islam juga menjamin kebebasan beribadah tanpa kecurigaan dan intervensi.

Kemerdekaan sejati hanya terwujud ketika manusia tunduk kepada Allah ï·», bukan kepada sesama makhluk. Realitasnya, hukum hari ini buatan manusia, sehingga keadilan dan kesejahteraan sulit terwujud. Karena itu, untuk mencapai kemerdekaan hakiki, hukum Islam harus diterapkan secara kaffah agar seluruh persoalan bangsa tuntas.

Peringatan ulang tahun RI ke-80 semestinya menjadi momentum muhasabah: saatnya bangsa ini berani melakukan perubahan mendasar dengan mengambil sistem Islam. Hanya Islam yang mampu menghapus ketimpangan hidup, mengatasi kemiskinan, menghentikan kriminalitas, menutup pintu pergaulan bebas, dan menyelamatkan generasi dari arus amoral.

Bentuk pemerintahan Islam adalah khilafah dengan khalifah sebagai pemimpinnya. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan dukungan seluruh elemen umat Islam: ulama, tokoh masyarakat, militer, birokrat, dan lain-lain. Perubahan sistem hanya mungkin jika ada kelompok dakwah ideologis yang membina umat, mengajarkan tsaqafah Islam, serta mengajak meninggalkan ide-ide asing seperti demokrasi, sekularisme, dan liberalisme.

Kelompok dakwah Islam kaffah akan menumbuhkan kesadaran bahwa syariat Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Allah ï·» berfirman:

ÙˆَÙ…َا Ø£َرْسَÙ„ْÙ†َاكَ Ø¥ِÙ„َّا رَØ­ْÙ…َØ©ً Ù„ِّÙ„ْعَالَÙ…ِينَ
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).

Maka, sudah saatnya kita menanggalkan sistem kapitalisme yang menyengsarakan dan mengambil Islam sebagai solusi menyeluruh, sistem yang terbukti memimpin dunia selama lebih dari 13 abad.

Posting Komentar

0 Komentar