
Oleh: Nita Nur Elipah
Penulis lepas
Tak terasa, Indonesia telah memasuki usia ke-80 dari tahun kemerdekaannya. Namun, apakah negeri ini sudah benar-benar merdeka? Memang, kemerdekaan dari penjajahan fisik telah diraih, tetapi sejatinya Indonesia belum merdeka sepenuhnya. Sebab, penjajahan nonfisik masih terus mencengkeram bangsa ini.
Penjajahan nonfisik justru lebih berbahaya dibandingkan penjajahan fisik. Sebab, sering kali kita tidak menyadari bahwa kita sedang dijajah. Beberapa fakta berikut menjadi bukti nyata bahwa Indonesia masih berada dalam bayang-bayang penjajahan.
Ristadi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), menyebutkan bahwa pada periode Agustus 2024 hingga Februari 2025, jumlah pengangguran meningkat secara signifikan.
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 939.028 pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di 14 sektor usaha sesuai klasifikasi KBLI.
Pada periode yang sama, penyerapan tenaga kerja hanya bertambah sebanyak 523.383 orang. Artinya, secara keseluruhan terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 415.655 orang (Metrotv News, 08/08/2025).
Fakta lain datang dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), yang melaporkan penurunan simpanan nasabah perorangan di perbankan pada triwulan pertama 2025.
Simpanan individu turun 1,09% secara tahunan. Penurunan ini mengindikasikan banyak masyarakat yang mulai menggunakan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam riset Indonesia Economic Outlook Q3-2025, LPEM UI menjelaskan bahwa dana yang ditarik mayoritas digunakan untuk kebutuhan pokok, seperti makanan, listrik, air, dan transportasi (CNBC, 08/08/2025).
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa peringatan 80 tahun kemerdekaan RI justru dibayangi ironi. Berbagai persoalan menghantui banyak sektor kehidupan. Di bidang ekonomi, misalnya, gelombang PHK melanda sektor industri tekstil, teknologi, dan lainnya.
Pendapatan masyarakat stagnan, bahkan menurun, sementara pengeluaran semakin besar akibat harga-harga yang terus melambung dan maraknya pungutan negara. Akibatnya, banyak yang terpaksa menguras tabungan.
Kondisi ini mengancam kelompok kelas menengah terjerumus ke jurang kemiskinan.
Masalah lain yang muncul adalah eksploitasi potensi generasi muda untuk memperkuat sistem kapitalisme. Di saat yang sama, disusupkan berbagai pemikiran merusak seperti deradikalisasi, Islam moderat, dialog antaragama, dan lainnya, yang menjauhkan umat dari pemikiran Islam.
Pemikiran-pemikiran ini membelenggu umat sehingga mereka tidak mampu berpikir sesuai tuntunan Islam. Nyatalah, meski telah bebas dari penjajahan fisik, Indonesia sejatinya masih terjajah secara hakiki.
Kemerdekaan sejati seharusnya tercermin dari kesejahteraan rakyat, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu. Ketika rakyat masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, berarti kemerdekaan itu belum hakiki.
Kemerdekaan sejati juga terlihat ketika umat Islam mampu berpikir dan hidup sesuai syariat Islam.
Kondisi hari ini adalah buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme, yang lebih mengutamakan kepentingan para kapitalis dibanding kesejahteraan rakyat. Akibatnya, kaum kapitalis semakin kaya, sedangkan rakyat semakin miskin.
Penerapan sistem Islam secara menyeluruh adalah kebutuhan mendesak sekaligus solusi hakiki. Sistem Islam mampu menyejahterakan rakyat dengan mengelola kepemilikan umum dan mendistribusikan hasilnya untuk kepentingan seluruh warga.
Rasulullah ï·º bersabda:
الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
"Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus." (HR. Al-Bukhari).
Pengurusan rakyat (ri‘âyah) dilakukan melalui siyâsah (politik) yang benar, sebagaimana dijelaskan Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim. Ri‘âyah atau siyâsah yang baik hanya dapat terwujud dengan menjalankan hukum-hukum syariat serta mengutamakan kemaslahatan rakyat.
Pemimpin yang amanah akan memenuhi kebutuhan pokok setiap warga negara, seperti sandang, pangan, dan papan, serta menjamin pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma.
Mereka juga akan melindungi rakyat dari berbagai ancaman, termasuk kekuatan oligarki. Dalam melayani rakyat, penguasa harus berperilaku layaknya pelayan bagi tuannya.
Negara dengan sistem Islam akan menjalankan industrialisasi untuk menciptakan lapangan kerja, menyediakan tanah bagi mereka yang mau mengelolanya, serta memberikan bantuan melalui baitulmal bagi fakir miskin.
Sistem Islam juga akan memastikan pemikiran umat tetap berada dalam koridor syariat dan seluruh aktivitas hidupnya tunduk pada aturan Allah.
Untuk meraih kemerdekaan hakiki, diperlukan perubahan mendasar. Saat ini memang mulai terlihat tanda-tanda perubahan di masyarakat, seperti fenomena One Piece dan lainnya. Namun, perubahan ini belum menyentuh akar masalah, yaitu sistem kapitalisme.
Karena itu, dibutuhkan perubahan sejati yang dipimpin oleh jamaah dakwah Islam ideologis untuk menggantikan sistem kufur dengan sistem Islam.
Wallâhu a‘lam bishshawâb.
0 Komentar