
Oleh: Rani Ummu Askar
Aktivis Muslimah
Zionis dan Amerika Serikat seakan ingin menjadikan Gaza sebagai museum penderitaan sepanjang sejarah kaum Muslimin. Berbagai bentuk kekejaman dan kebengisan mereka timpakan kepada Gaza. Tidak hanya membombardir dengan bom dan rudal untuk membumihanguskan wilayah itu, mereka juga memberlakukan blokade penuh sejak 2 Maret 2025.
Gaza, dengan 2,5 juta penduduk yang terjebak dalam blokade, kini mengalami kelaparan yang mengancam kematian massal. Melansir The Japan Times, 21 anak meninggal dunia di Rumah Sakit Al-Shifa dan Al-Aqsa Martyrs hanya dalam waktu 72 jam akibat malnutrisi. Artinya, rata-rata 7 anak wafat setiap hari karena kurang gizi (CNBC Indonesia, 23/07/2025).
Saat ini, Israel tampaknya sedang menjalankan misi kelaparan sebagai salah satu alat genosida baru. Kantor Media Pemerintahan di Gaza menyebut Israel sengaja menghalangi lebih dari 22 ribu truk bantuan untuk menciptakan kelaparan, pengepungan, dan kekacauan. Sebagian bantuan lainnya bahkan menumpuk di gudang-gudang WFP (World Food Programme). Jelas, ini adalah kejahatan perang yang sistematis.
Menurut laporan Menteri Kesehatan Gaza pada Ahad, 3 Agustus 2025, sedikitnya 65 warga Palestina gugur saat sedang mencari makanan, sementara 511 lainnya terluka. PBB melaporkan, sedikitnya 859 warga Palestina syahid di pusat distribusi bantuan. Tentara Israel hanya berhenti menembaki para pencari bantuan ketika utusan Presiden AS, Donald Trump, yakni Steve Witkoff, mengunjungi pusat distribusi tersebut.
Gaza Sekarat, Di Mana Para Penguasa Muslim?
Menjadikan kelaparan sebagai alat genosida adalah tindakan yang sangat keji. Lantas, di mana para pemimpin Muslim? Mengapa tidak ada satu pun yang bergegas mengirim pasukan untuk mengusir penjajah Zionis? Mereka seakan buta dan tuli, sibuk beretorika membela Palestina, berunding di meja pertemuan yang tak pernah melahirkan solusi konkret bagi Gaza.
Kita harus memahami bahwa Zionis Israel tidak mengenal bahasa diplomasi. Mereka akan terus berupaya menghabisi penduduk Gaza, karena mendapat dukungan penuh dari AS dan perlindungan Hak Veto yang menjadi tameng aksi mereka. Sementara itu, PBB telah mandul dalam menjalankan tugas melindungi hak asasi manusia.
Persoalan Gaza bukan sekadar isu kemanusiaan, sehingga tidak cukup diselesaikan dengan mengirimkan bantuan makanan, obat-obatan, dan sebagainya. Akar masalah Gaza adalah pencaplokan wilayah umat Islam oleh Zionis laknatullah Israel dengan dukungan negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Sejak perjanjian Sykes Picot tahun 1916, wilayah-wilayah umat Islam dibagi layaknya kue. Sekat-sekat nasionalisme melemahkan kekuatan umat, sementara pengkhianatan para penguasa Muslim membuat deretan penderitaan Gaza semakin panjang.
Padahal Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 103:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَٱذْكُرُوا نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءًۭ فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًۭا ۚ وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍۢ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan berpegangteguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai; dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) kamu bermusuh-musuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan nikmat-Nya kamu menjadi bersaudara; dan kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk."
Sudah sepatutnya kita menolak solusi-solusi yang ditawarkan Barat, sebab penderitaan Palestina justru berawal dari rekayasa mereka sendiri. Tawaran two-state solution hanyalah narasi busuk yang dipropagandakan Barat agar umat Islam menerima jalan pintas perdamaian yang semu.
Sekali-kali tidak! Sebagaimana dahulu Umar bin Khattab berhasil menaklukkan Palestina tanpa setetes darah pun, kini umat Islam membutuhkan persatuan dan satu kepemimpinan yang menyeluruh dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah.
Hanya institusi politik Islam itulah yang mampu memerintahkan seluruh tentara Muslim untuk berjihad membebaskan Palestina, sebuah kekhilafahan yang selama 14 abad mampu menjaga eksistensinya tanpa diskriminasi, sekaligus menjadi negara adidaya yang memberikan kesejahteraan dan jaminan keamanan bagi seluruh rakyatnya.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
0 Komentar