SKANDAL PEMBLOKIRAN REKENING: UPAYA PEMERINTAH MENGUASAI HARTA RAKYAT?


Oleh: Masna Maisyaroh
Penulis Lepas

Kekecewaan tidak hanya dirasakan oleh rakyat Indonesia akibat pemblokiran rekening pasif (dormant) para nasabah, tetapi juga disuarakan oleh Melchias Marcus Mekeng, anggota Komisi XI DPR RI. Pasalnya, tindakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan rekening puluhan ribu nasabah dianggap terlalu berlebihan dalam menanggapi transaksi keuangan bersifat pribadi. (Jakarta, 29 Juli 2025)

Untuk meredam penarikan uang secara masif oleh nasabah, Mekeng meminta PPATK untuk menyampaikan alasan-alasan mendasar di balik pemblokiran rekening, terutama ketika alasan tersebut hanya karena tidak ada transaksi selama lebih dari tiga bulan. Hal ini pun di luar konteks kekhawatiran terhadap penyalahgunaan transaksi judi online (judol) maupun pencucian uang.

Akibat tekanan dan aksi demonstrasi dari para nasabah, PPATK akhirnya mengaktifkan kembali puluhan ribu rekening yang sebelumnya dibekukan sebagai upaya memulihkan kepercayaan yang telah tercoreng. Namun, rakyat kembali kecewa dan dilanda kekhawatiran: apakah uang mereka di tabungan akan tetap aman, berkurang, atau justru menghilang? Rakyat menilai PPATK terlalu ambisius dan terus mencari celah untuk menguasai serta mengatur uang para nasabah.

Beginilah nasib rakyat jika masih berada di bawah naungan sistem kapitalisme sekuler. Bahkan rekening pasif pun dicurigai tanpa bukti dan kejelasan. Dalam sistem sekuler, negara tidak bertugas melindungi harta rakyat. Justru, harta rakyat dijadikan penopang kestabilan negara. Negara dalam sistem kapitalisme tidak berperan sebagai pelayan rakyat, melainkan berfungsi sebagai rekan bisnis bagi para oligarki yang rakus akan kemewahan duniawi. Nilai kemanusiaan dan kebaikan pun diabaikan. Penjarahan terhadap harta dan tenaga rakyat dianggap sebagai proyek yang menguntungkan. Ironisnya, penjarahan ini terjadi di tengah kesenjangan yang makin nyata namun kerap diabaikan.

Dalam negara Islam, negara wajib melindungi apa pun yang menjadi milik rakyat, karena dalam Islam, kepemilikan sangat jelas batasannya. Segala sesuatu yang merupakan hak milik pribadi tidak boleh dirampas oleh negara maupun kelompok lain, demikian pula sebaliknya. Negara dalam sistem Islam memandang tindakan sewenang-wenang terhadap harta umat sebagai dosa besar, apalagi jika sampai menuduh umat melakukan transaksi haram tanpa bukti dan kejelasan.

Dalam Islam, melakukan pemblokiran rekening tanpa persetujuan pemilik merupakan tindakan yang melanggar hukum syarak, karena merugikan pihak nasabah serta mencerminkan ketidakamanahan negara sebagai pelindung rakyat. Seorang pemimpin dalam Islam diibaratkan sebagai perisai, bukan lintah yang mengisap darah dan memeras keringat rakyatnya.

Negara Islam yang dikenal dengan sistem Khilafah adalah negara yang pernah didirikan oleh Rasulullah ï·º bersama para sahabat. Dalam naungan Khilafah-lah, Islam menjadi pilar utama pemerintahan. Khilafah Islam akan menerapkan syariat secara kaffah (menyeluruh), menjadikan halal dan haram sebagai landasan hukum. Maka kebijakan yang lahir pun adalah kebijakan yang mengarahkan kepada ketaatan kepada Allah, bukan berdasar pada untung rugi duniawi.

Sebagai umat Rasulullah, kita harus yakin bahwa Khilafah Islam merupakan bentuk kepemimpinan yang aturannya bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sistem inilah yang akan mewujudkan keadilan, ketenteraman, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang berada di bawah perlindungannya.

Posting Komentar

0 Komentar