
Oleh: Marnisa Sp
Aktivis Muslimah
Kebakaran besar tidak selalu terjadi karena “si jago merah” marah. Sering kali, penyebabnya adalah kelalaian manusia, khususnya perusahaan yang abai menyiapkan sistem deteksi dan pencegahan. Tak sedikit pihak yang lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan menjaga keselamatan karyawan dan masyarakat.
Kali ini, pabrik minyak goreng PT Agro Raya Mas di Medan Labuhan terbakar hebat pada Rabu, 23 Juli 2025, sore. Api diduga berasal dari gudang penyimpanan bahan baku, lalu cepat menyebar ke seluruh area pabrik. Sebanyak 15–20 unit mobil pemadam kebakaran diterjunkan. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, kerusakan yang terjadi sangat parah. Ledakan kecil sempat terdengar, sementara minyak sawit merembes ke saluran drainase dan berisiko mencemari tambak udang serta ikan milik warga.
Berdasarkan laporan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Disdamkarmat) Medan, api berhasil dipadamkan setelah lebih dari 15 jam tim berjibaku di lapangan. Kebakaran diduga sementara berasal dari lokasi penyimpanan minyak sawit. Penyelidikan penyebab kebakaran masih berlangsung, termasuk kemungkinan kelalaian teknis (Detik, 23/07/2025).
Kebakaran memang bisa dianggap musibah. Namun, perusahaan seharusnya memiliki sistem mitigasi yang memadai agar bencana dapat diatasi lebih cepat. Misalnya, pemasangan sistem deteksi dini kebakaran, sistem pemadaman otomatis, penggunaan material tahan api, penyimpanan yang aman, pelatihan karyawan, perencanaan evakuasi, dan perawatan rutin. Semua ini memang memerlukan biaya besar.
Sebagai perusahaan kilang minyak dengan bisnis dan keuntungan besar, semestinya mereka memiliki perhatian serius terhadap kelengkapan peralatan canggih pendeteksi kebakaran demi mencegah api menyebar dan merugikan masyarakat sekitar. Namun, dalam sistem kapitalisme, pengusaha cenderung meminimalkan pengeluaran demi memaksimalkan keuntungan. Akibatnya, nyawa manusia dan kelestarian lingkungan sering dikorbankan.
Jika ditelusuri, maraknya kebakaran industri di Indonesia menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap perusahaan. Sanksi yang tidak tegas membuat perusahaan tidak memiliki dorongan kuat untuk memperbaiki sistem keamanan mereka. Perusahaan yang melanggar standar keselamatan sering kali hanya diberi peringatan atau denda yang nilainya jauh lebih kecil daripada biaya pemasangan sistem keamanan yang layak. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa keselamatan masyarakat bukan prioritas utama dalam sistem yang berjalan saat ini.
Peristiwa kebakaran di perusahaan, termasuk kilang minyak, bukan merupakan kejadian yang asing. Bukan semata karena faktor alam atau kelalaian pekerja, tetapi tak lepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Dalam politik demokrasi, biaya politik sangat besar. Akhirnya, banyak pihak memanfaatkan perusahaan besar sebagai “sapi perah” untuk mencari dana segar, sehingga keselamatan publik terabaikan.
Dalam pandangan Islam, upaya mitigasi bencana merupakan salah satu tanggung jawab utama negara. Tujuannya adalah menjaga keselamatan, menghilangkan mudarat, dan menciptakan kemaslahatan melalui perlindungan terhadap manusia, lingkungan, serta masyarakat. Negara akan membuat undang-undang yang teliti, menyiapkan petugas terlatih, dan menyediakan peralatan yang layak untuk tanggap darurat.
Sejarah peradaban Islam pun mencatat perhatian tinggi terhadap mitigasi bencana. Pada masa Kekhilafahan Turki Utsmani, misalnya, arsitek yang digaji Sultan membangun masjid-masjid dengan desain tahan gempa. Masjid Aya Sofia dibangun dengan beton bertulang kokoh dan pola lengkung untuk membagi beban secara merata. Lokasi masjid pun dipilih di tanah yang stabil, sehingga gempa besar tidak menimbulkan kerusakan berarti. Semua langkah tersebut merupakan bentuk ikhtiar yang dilakukan sebagai upaya pencegahan sebelum bencana terjadi.
Prinsip ini lahir dari maqāshid syarī‘ah, yaitu ḥifẓun-nafs (menjaga jiwa) dan ḥifẓul-māl (menjaga harta). Mitigasi bencana merupakan upaya pencegahan yang bahkan bisa melibatkan teknologi untuk mendeteksi potensi ancaman sejak dini. Dalam Islam, ikhtiar hukumnya wajib ketika menghadapi segala kemungkinan. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ
“Ikatlah untamu, kemudian bertawakallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.
0 Komentar