SISTEM ZALIM, PAJAK DITARIK, KESEJAHTERAAN RAKYAT TIDAK DILIRIK


Oleh: Najjah Athiya
Aktivis Muslimah

Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi sorotan publik terkait isi pidatonya dalam acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan Republik Indonesia 2025. Sebagaimana dilaporkan CNBC Indonesia, Rabu (13/8/2025), Sri Mulyani selaku pembicara dalam acara tersebut mengatakan bahwa membayar pajak sama wajibnya dengan menunaikan zakat dan wakaf. Ia menilai, ketiganya memiliki tujuan serupa, yakni menyalurkan sebagian harta kepada mereka yang membutuhkan. Ia menegaskan bahwa pada setiap individu yang berkemampuan lebih terdapat hak orang lain dalam hartanya, sehingga harus disalurkan kepada yang membutuhkan. Ia menegaskan bahwa penyaluran hak tersebut dapat dilakukan melalui zakat, wakaf, atau pajak.

Selain itu, Sri Mulyani juga menerangkan bahwa hasil pengumpulan pajak dari masyarakat akan kembali kepada masyarakat itu sendiri. Ia menyebutkan berbagai bentuk penyalurannya, antara lain melalui program perlindungan sosial, BLT (Bantuan Langsung Tunai), subsidi, fasilitas pelayanan kesehatan gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, serta pembangunan sarana kesehatan seperti puskesmas, posyandu, hingga rumah sakit. Semua itu, katanya, diberikan pemerintah dari hasil pengumpulan pajak masyarakat yang kemudian disalurkan kembali dalam berbagai bentuk tersebut.

Inilah potret akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Pada akhirnya, pajak menjadi sumber pemasukan utama bagi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sekaligus menjadi tumpuan dan tulang punggung ekonomi negara. Bahkan seolah-olah membayar pajak hukumnya wajib. Saat ini pajak menjadi pungutan yang bersifat memaksa. Pemerintah terus mengharuskan rakyat membayar pajak secara rajin dan tepat waktu. Tidak berhenti di situ, pemerintah juga sibuk mencari objek baru untuk dikenai pajak. Beberapa di antaranya adalah pajak warisan, pajak rumah ketiga, pajak e-commerce, hingga pajak media sosial. Sementara itu, objek pajak yang sudah ada seperti PBB kini justru tarifnya dinaikkan lebih tinggi.

Tatkala pemerintah sibuk mencari sumber pajak baru, pada saat yang sama rakyat menjerit. Ini menjadi bukti kekecewaan mereka. Selama ini jerih payah dan kerja keras rakyat tidak pernah mendapat penghargaan yang layak. UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) tidak difasilitasi, tetapi pajak profesi tetap diberlakukan kepada mereka. Dalam sistem sekarang tidak ada yang disebut kesejahteraan hakiki. Yang ada hanya janji-janji palsu: berjanji adil dan menyejahterakan rakyat, tetapi nyatanya hanya para kapitalis yang sejahtera. Rakyat jelata tetap terjerat dalam kemiskinan. Dengan adanya pajak di sana-sini, rakyat makin tercekik secara ekonomi.

Ini adalah bentuk kezaliman yang nyata. Pajak bahkan menyasar harta rakyat miskin. Lebih parahnya lagi, pajak yang terkumpul tidak terbukti dapat menyejahterakan mereka. Sebagian besar hasil pajak malah digunakan untuk proyek-proyek pemerintah dan fasilitas bagi pejabat negara, bukan untuk kepentingan rakyat. Sementara itu, dalam Islam, pajak berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat adalah kewajiban bagi Muslim kaya yang hartanya telah mencapai nisab dan haul, sedangkan wakaf adalah sunah, bukan kewajiban. Karena itu, zakat dan wakaf tidak bisa disamakan, apalagi disejajarkan dengan pajak.

Dalam ajaran Islam, pajak hanya diberlakukan kepada laki-laki Muslim yang berkecukupan, itu pun sebatas untuk kepentingan mendesak yang telah ditetapkan oleh syariat. Sifatnya temporer, yakni hanya ketika kas negara (Baitul Mal) kosong. Zakat merupakan salah satu sumber utama pemasukan Baitul Mal. Penyalurannya telah diatur syariat, yakni hanya kepada delapan golongan sebagaimana disebutkan secara rinci dalam Al-Qur’an. Selain zakat, Baitul Mal juga memiliki banyak sumber pemasukan lain, salah satunya dari pengelolaan sumber daya alam milik umum oleh negara (Daulah), yang tidak boleh diserahkan kepada swasta.

Begitulah seharusnya sistem ekonomi Islam diterapkan secara menyeluruh dalam naungan Khilafah. Dalam Daulah Khilafah, kesejahteraan nyata akan terwujud untuk setiap rakyatnya, mengangkat mereka dari kesengsaraan, kemiskinan, dan kezaliman yang selama ini menindas di bawah sistem buatan manusia.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar