BURUKNYA FASILITAS PENDIDIKAN, RAPUHNYA TANGGUNG JAWAB NEGARA


Oleh: Sariyulia
Guru Swasta

Pada Senin, 29 September 2025, gedung lantai 4 Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk dan menimpa para santri yang sedang melaksanakan salat asar di lantai 2. Kabid Dokkes Polda Jatim, Kombes M. Khusnan, menyampaikan informasi terbaru dari tim DVI (Disaster Victim Identification) bahwa jumlah korban tewas yang berhasil diidentifikasi pada Minggu, 12 Oktober 2025 adalah sebanyak 53 korban. Sedangkan jumlah total kantong jenazah yang diterima mencapai 67 korban. Khusnan juga menyebutkan bahwa masih ada sekitar 11 kantong jenazah yang belum teridentifikasi dari data ante mortem yang dilaporkan hilang. (Detik, 12/10/2025)

Kompol Naf’an, Kaurkes Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim, menjelaskan bahwa proses identifikasi yang dilakukan pada jenazah melalui pencocokan sidik jari, gigi, bahkan pengujian DNA, mengalami kendala. Hal itu disebabkan karena banyak korban yang belum mempunyai KTP dan adanya kondisi beberapa jenazah yang mengalami pembusukan sehingga pengambilan sidik jari terpaksa dilakukan secara kurang maksimal. Selain itu, hasil identifikasi baru muncul sekitar 2-3 minggu tergantung pada perbedaan tingkat kesulitan yang dihadapi, apalagi karena dari seluruh Indonesia, hanya ada satu Pusat Laboratorium DNA Pusdokkes Polri yaitu di Cipinang, Jakarta Timur. (CNN Indonesia, 04/10/2025)

Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, selaku Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat, bersama Pratikno, selaku Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, telah menyepakati langkah-langkah untuk mencegah kejadian ambruknya gedung pondok pesantren terulang kembali. Langkah pertama, pihak pesantren tidak boleh membangun tanpa standar teknik (baik itu membangun dari awal atau memperbesar gedung pesantren). Langkah kedua, setiap pesantren yang sedang membangun harus mendapatkan pendampingan teknis mengenai infrastruktur dari kementerian terkait. (Antaranews, 02/10/2025)

Beberapa pihak pun menyampaikan adanya kelalaian dan kurangnya dukungan dana sejak awal pembangunan gedung ponpes hingga ponpes ambruk. Di kesempatan terpisah, Denny Setiawan, arsitek sekaligus dosen Binus University, menyayangkan bahwa banyak kasus bangunan 3-4 lantai memakai fondasi yang terlalu kecil dan tipis. Sehingga sejatinya gedung dengan fondasi kecil tersebut hanya cocok untuk menopang gedung 2 lantai. Menurutnya, gedung ponpes yang dibangun hingga 4 lantai harus direncanakan oleh ahli, termasuk arsitek dan insinyur sipil. Diduga tiang fondasi ponpes Al-Khoziny tidak mampu menahan beban sejak proses pengecoran karena tidak menggunakan fondasi cakar ayam untuk memperkokoh fondasi, sehingga bangunan pun roboh tanpa adanya bencana alam. Padahal pembangunan ponpes disebut sudah berlangsung selama 9-10 bulan.

Sejak awal pembangunan, warga sekitar ponpes pun telah memperingatkan agar fondasi dibangun dengan kuat, agar gedung ponpes berdiri kokoh dan dapat menampung santri dengan jumlah yang banyak. Namun, saran dari warga sekitar itu tidak digubris oleh pihak ponpes. Diduga hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan dana pembangunan pondok pesantren. Seperti yang kita ketahui, dana yang didapat oleh pesantren umumnya hanya diperoleh dari wali santri dan donatur dengan nominal yang terbatas.

Semua permasalahan ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung pemerintah telah abai dan seolah menyerahkan tanggung jawabnya kepada masyarakat, terutama dalam menjamin fasilitas pendidikan. Padahal dalam Islam, menuntut ilmu merupakan kewajiban, sebagaimana hadis Rasulullah ﷺ, yaitu:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim," (HR Ibnu Majah).

Juga ditekankan pada hadis Rasulullah yang lain, yaitu:

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
"Barang siapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmu," (HR Ahmad).

Maka sebagaimana hadis tersebut di atas, semua penyediaan fasilitas pendidikan merupakan kewajiban negara dalam mendukung dan menjamin terpenuhinya hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi masyarakat bahkan ke seluruh pelosok negeri. Dan termasuk salah satunya yaitu pembangunan pondok pesantren. Di mana pembangunan gedung pondok pesantren pun harus dipenuhi dengan standar keamanan, kenyamanan, dan kualitas yang baik.

Dalam Daulah Islam, pendanaan fasilitas pendidikan sepenuhnya akan didukung dan diatur dalam sistem keuangan Baitul Maal tanpa membedakan sekolah negeri atau swasta. Dengan pemenuhan biaya pembangunan yang mumpuni, tentu kasus ambruknya pondok pesantren seperti disebut di atas, tidak akan terjadi lagi karena Daulah Islam akan mengatur dan memenuhi semua hak masyarakat dalam setiap segi, baik itu fasilitas pendidikan, ekonomi, hukum, sosial budaya, dan lain-lain.

Wallahu a'lam

Posting Komentar

0 Komentar