
Oleh: Ummu Hanif Haidar
Penulis Lepas
Komisi X DPR mendesak pemerintah menaikkan gaji guru honorer. Nasib guru honorer memang belum layak; masih banyak yang digaji sangat rendah, bahkan hanya Rp300 ribu per bulan (Berita Satu, 22/09/2025).
Meskipun sama-sama mengabdi di dunia pendidikan, guru honorer yang sekarang diangkat menjadi PPPK merasa masih dizalimi karena hak dan fasilitasnya tidak seimbang dengan PNS. Ketiadaan uang pensiun, ketidakjelasan jenjang karier, serta gaji yang sangat minim menjadi keluhan terbesar guru PPPK.
Pemerintah terkesan memberikan kebijakan setengah hati. Jalur PPPK dibuka lebar, tetapi regulasi selanjutnya tidak menyetarakan status dan kesejahteraannya dengan PNS, padahal beban kerja sama. Status perjanjian kerja untuk PPPK juga menyerupai tenaga kontrak. Diskriminasi struktural pun dirasakan tenaga PPPK.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan akan merasa tidak dihargai. Motivasi kerja menurun. Ketiadaan jaminan masa depan mengancam keberlangsungan guru berkualitas untuk bertahan di dunia pengajaran.
SINDOnews juga memberitakan skema gaji PPPK paruh waktu untuk guru sebesar Rp18 ribu per jam. Hal ini menimbulkan kesan tidak adil karena jika dihitung penuh, maka hasil yang dapat jauh di bawah kebutuhan hidup yang layak.
Jika angka Rp18 ribu itu faktual, gaji tersebut jelas melemahkan motivasi mengajar. Pemerintah menyebut besaran gaji disesuaikan dengan daerah masing-masing, tetapi dalam praktiknya berpotensi menimbulkan ketimpangan antarwilayah. Regulasi yang tidak tegas justru menambah masalah baru; parahnya, hal ini kian menyerupai cara baru mengeksploitasi tenaga guru.
Sekularisme Gagal Memuliakan Profesi Guru
Padahal, dalam Islam negara wajib menjamin kesejahteraan guru. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ بِهِ
“Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah perisai; manusia berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Khalifah/pemimpin umat harus melindungi rakyatnya dari ancaman luar dan dalam, termasuk dari kezaliman dan kemiskinan. Diriwayatkan, gaji 15 dinar per bulan diberikan oleh Umar bin Khattab ra. untuk para mu‘allim (guru) pada masa itu; jika distandarkan ke emas, nilainya sekitar 63 gram emas murni, suatu tingkat penghasilan yang berada di atas standar kehidupan.
Pada masa Utsman, negara menggaji guru dari Baitulmal: mulai dari guru Al-Qur’an, ahli fikih, khatib, hingga muazin. Catatan menunjukkan, seorang guru dasar dapat menerima 10–20 dinar per bulan, sementara profesor di madrasah utama bisa memperoleh lebih dari itu.
Mirisnya pada saat ini, tambahan insentif sesaat dan revisi regulasi yang setengah-setengah justru menambah kesengsaraan rakyat, dalam hal ini para guru. Solusi hakiki (dalam perspektif Islam) ada pada pengelolaan Baitulmal yang kuat untuk menyejahterakan rakyat serta pengelolaan sumber daya alam yang benar-benar dikembalikan bagi kemaslahatan umum, bukan dibiarkan jatuh ke tangan oligarki.
Khatimah
Kembali kepada syariat Islam merupakan solusi. Dengan syariat Islam, guru dapat fokus mendidik generasi berilmu, berakhlak, dan bertakwa.
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.
0 Komentar