
Oleh: Ledy Ummu Zaid
Penulis Lepas
Seperti yang dapat dilihat, fasilitas pendidikan di negeri ini masih jauh dari kata sempurna. Kita sering kali mendengar berita memilukan di mana pelajar harus melewati jalanan ekstrem untuk pergi ke sekolah. Hal ini menjadi bukti bahwa perhatian pemerintah pada dunia pendidikan masih buruk. Lebih-lebih, baru saja kita dikejutkan dengan insiden pesantren Al Khoziny yang ambruk.
Pesantren Ambruk Memakan Korban
Dilansir dari laman CNN Indonesia (08/10/2025), pada hari ke-9, Selasa (7/10), pasca ambruknya pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) menghentikan proses pencarian korban. Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo, Direktur Operasi Pencarian dan Pertolongan Basarnas RI, mengatakan jumlah korban mencapai 171 orang, yang terdiri dari 104 orang selamat dan 67 orang meninggal dunia.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menegaskan bahwa penghentian sementara kegiatan di pesantren Al Khoziny harus dilakukan jika para ahli masih menemukan bangunan yang tidak layak. Hal ini semata-mata untuk menjamin keselamatan para santri.
Sebelumnya, insiden ambruknya bangunan pesantren Al Khoziny yang terdiri dari 4 lantai, saat para santri sedang melaksanakan sholat ashar berjamaah, berhasil mencuri perhatian masyarakat dan pemerintah. Kini, Kementerian Agama (Kemenag) akan mengevaluasi kelayakan bangunan seluruh pesantren dan rumah ibadah di Indonesia, seperti yang dilansir dari laman Kompas (02/10/2025).
Sebagai antisipasi, Kemenag akan bertemu dengan pihak terkait, khususnya ahli pembangunan, guna merumuskan kebijakan yang menjadi panduan bagi lembaga pendidikan agama saat akan membangun infrastruktur. Selanjutnya, seperti yang dilansir dari laman Antara News (02/10/2025), Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), yang biasa dikenal dengan Cak Imin, bersama Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno, telah memutuskan dua langkah pencegahan agar insiden pesantren ambruk tidak terulang kembali.
Pertama, pesantren yang ingin membangun infrastruktur harus memperhatikan standar teknik. Kedua, pesantren dapat memperoleh pendampingan teknis terkait infrastruktur. Jadi, pesantren tidak boleh hanya sekadar membangun, apalagi dengan asas gotong royong dan mengabaikan standar yang ada.
Fasilitas Pendidikan Buruk dalam Sistem Kapitalisme
Insiden ambruknya bangunan pesantren Al Khoziny yang memakan banyak korban ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan Indonesia. Adapun bangunan yang terdiri dari 4 lantai tersebut disinyalir memiliki konstruksi bangunan yang tidak kuat. Usut punya usut, pesantren biasanya hanya menggunakan dana dari wali santri dan donatur yang terbatas untuk pembiayaan pembangunan.
Lantas, di mana peran negara dalam memfasilitasi pendidikan? Sejauh ini, pemerintah tampaknya memang belum serius memfasilitasi pendidikan di negeri ini. Faktanya, tampak tidak ada pengawasan dari pemerintah dalam proses pembangunan pesantren dan tempat ibadah.
Seperti yang kita ketahui, pemerintah acap kali melimpahkan tanggung jawabnya kepada masyarakat. Padahal, beban rakyat sudah amat banyak, tetapi penguasa tidak sungguh-sungguh menolong rakyatnya. Sebagai contoh, pendidikan yang mahal dan belum menjangkau seluruh masyarakat menjadi bukti minimnya perhatian negara.
Inilah salah satu kegagalan sistem kapitalisme dalam dunia pendidikan. Sistem kehidupan kufur yang berasal dari Barat ini nyatanya tidak adil bagi seluruh masyarakat. Kebijakan yang ada selalu berpihak pada segelintir orang saja, yakni kalangan elit.
Rupanya, penguasa cenderung membuat aturan yang memberatkan rakyat kecil, tetapi menguntungkan oligarki dan para investor. Pajak yang tinggi ditarik dari masyarakat, tetapi sayang masyarakat tidak memperoleh manfaatnya. Walhasil, pesantren dan tempat ibadah terkesan tidak terurus dan tidak mendapatkan pendampingan dalam pengadaan fasilitas.
Islam Sangat Memperhatikan Pendidikan
Seperti yang kita ketahui, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah). Dengan demikian, memenuhi kebutuhan rakyat terhadap pendidikan juga merupakan kewajiban bagi negara.
Dalam hal ini, negara seharusnya mampu memfasilitasi pendidikan yang baik bagi rakyat. Setiap individu rakyat dimudahkan untuk mengakses pendidikan secara gratis. Kemudian, negara juga harus menyediakan guru-guru yang profesional di bidangnya serta sarana dan prasarana yang layak.
Dalam sistem Islam, daulah (negara) akan mengatur dana pendidikan dari sumber pendapatan yang jelas, yakni baitul mal. Negara tentu akan mengelola sumber daya alam secara mandiri alias tidak diberikan kepada swasta atau asing. Akhirnya, pemasukan negara baik dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat, termasuk pendidikan yang layak.
Adapun baik sekolah negeri maupun swasta tidak dibedakan. Setiap individu rakyat dapat menimba ilmu di mana saja dengan rasa aman dan nyaman. Selanjutnya, ketika telah lulus dari bangku sekolah, daulah telah menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki. Sedangkan, kaum hawa akan terjaga kemuliaannya dengan menjadi sebaik-baiknya ummun wa rabbatul bait.
Kehidupan yang teratur ini hanya dapat ditemukan dalam peradaban Islam yang gemilang, yakni khilafah Islamiyyah. Syariat Islam akan diterapkan secara kafah (menyeluruh) untuk mengatur segala lini kehidupan rakyat. Dengan dipimpin seorang khalifah yang amanah, kehidupan Islami akan menaungi seluruh kaum muslimin di seluruh dunia.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Dalam situasi ini, adanya insiden pondok pesantren yang ambruk dan memakan banyak korban seharusnya menjadi tamparan keras bagi penguasa. Sejatinya, dalam pengelolaan hajat hidup rakyat, penguasa tidak menggunakan hukum Sang Pencipta. Walhasil, rakyat pontang-panting sendiri memenuhi kebutuhannya.
Khatimah
Oleh karena itu, kaum muslimin seluruhnya harus sadar akan kerusakan yang terjadi di mana-mana, seperti yang terjadi saat ini. Dengan demikian, semua menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik dan mencapai solusi hakiki, yakni penerapan syariat Islam Kaffah. Di sisi lain, kasus minimnya fasilitas pendidikan hingga pesantren ambruk akibat perhatian yang buruk terhadap dunia pendidikan tidak akan terulang.
0 Komentar