
Oleh: Muhar
Penulis Lepas
Fenomena penipuan daring lintas negara (scam global) menjadi salah satu wajah buram dunia digital modern. Kasus ini bukan sekadar kriminalitas individual, melainkan telah berkembang menjadi jaringan kejahatan global yang terorganisasi, melibatkan berbagai pihak lintas negara, mulai dari pengusaha, aparat, hingga mafia digital. Tragedi kemanusiaan ini semakin menelanjangi rapuhnya sistem ekonomi dan tata kelola kapitalistik yang gagal melindungi manusia dari jeratan kemiskinan dan eksploitasi.
Indonesia, dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar, menjadi salah satu negara dengan korban terbanyak dalam jaringan kejahatan ini. Ironisnya, di tengah janji manis pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, justru semakin banyak rakyat yang terpaksa mencari penghidupan di luar negeri, meski dengan risiko tinggi, bahkan ancaman perbudakan modern.
Fakta Kasus Terkini
Sepanjang tahun 2025, kasus penipuan daring lintas negara yang menjerat warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja meningkat tajam. Data KBRI Phnom Penh mencatat bahwa dalam tiga bulan pertama 2025 terdapat 1.301 kasus WNI bermasalah, dan 1.112 di antaranya (sekitar 85%) terkait jaringan online scam. (Metro TV, 24/04/2025)
Puncaknya terjadi pada 17 Oktober 2025, ketika 97 WNI terlibat kerusuhan karena hendak melarikan diri dari sekapan perusahaan penipuan daring di Chrey Thum, Provinsi Kandal, Kamboja. Dari jumlah tersebut, 86 orang diamankan oleh kepolisian setempat dan 11 lainnya dirawat di rumah sakit akibat luka-luka karena dipukuli pihak perusahaan. (Detik, 20/10/2025)
Belakangan, Kementerian P2MI dan Kementerian Luar Negeri mengonfirmasi bahwa sebanyak 110 WNI korban online scam di Kamboja akan segera dipulangkan ke Indonesia, sementara ratusan lainnya masih dalam proses evakuasi dan penanganan hukum. (Detik, 23/10/2025)
Data terbaru dari Kementerian Luar Negeri RI menunjukkan sebanyak 110 WNI telah didata sebagai korban dari sindikat penipuan daring di Kamboja tersebut. Menurut laporan Detik (28/10/2025), mereka direkrut melalui tawaran kerja palsu bergaji tinggi, namun justru disekap dan dipaksa hingga disiksa untuk melakukan penipuan terhadap sesama warga Indonesia. Sindikat ini beroperasi lintas negara dengan basis di Sihanoukville dan Poipet, melibatkan jaringan pelaku dari berbagai negara termasuk China, Korea Selatan, dan Indonesia sendiri.
Kasus ini membuktikan bahwa online scam bukan lagi tindak kriminal sederhana, tetapi bagian dari jaringan kejahatan global yang terstruktur, melibatkan berbagai pihak dengan kepentingan ekonomi dan politik yang kompleks.
Krisis Ekonomi Kapitalistik di Indonesia
Banyaknya pekerja WNI yang terjebak menjadi pekerja di perusahaan penipuan online juga menunjukkan bahwa fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari akar persoalan ekonomi nasional atau di dalam negeri Indonesia. Pasalnya, banyak korban WNI yang tertipu iming-iming pekerjaan di luar negeri bukan semata-mata karena kurang atau rendahnya pendidikan, melainkan karena desakan ekonomi dan minimnya lapangan kerja yang layak di dalam negeri.
Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Sekjen Aliansi Buruh Indonesia, Imam Ghazali, yang mengemukakan bahwa pada kasus penipuan WNI oleh perusahaan penipuan online (scam) di Kamboja, kebanyakan WNI yang terpikat dan terjebak menjadi korban adalah lulusan SMA dan S1 yang harus menguasai komputer dan sebagainya.
"Bahkan di antara korbannya ada juga yang S2. Ini artinya apa? Ini artinya bahwa soal ekonomi itu masih mendominasi," ujar Imam dalam program Kabar Petang: 97 WNI Kabur dari Neraka Scam Kamboja: Ribuan Masih Disekap? Di kanal YouTube Khilafah News, Senin (27/10/2025).
Pada 2025, perekonomian Indonesia menghadapi tantangan berat, termasuk ketegangan perdagangan global, penurunan konsumsi domestik, dan kebijakan fiskal ketat. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat menjadi 2,3%, sementara harga komoditas turun 12%. Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,87%, dengan melemahnya konsumsi rumah tangga dan penurunan investasi. (Unikama)
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, pada Januari-Agustus 2025 tercatat 44.306 orang, dan pada Januari-Desember 2024 mencapai 77.965 orang yang di-PHK. Dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan sebesar Rp 1,569 juta pada Maret 2025, banyak pekerja formal yang di-PHK terpaksa mencari pekerjaan baru, bersaing dengan pencari kerja lain. Sebagian dari mereka banting setir menjadi pekerja informal untuk memenuhi kebutuhan hidup. (Kompas, 29/10/2025)
Sementara itu, janji pemerintah untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja hingga kini belum terealisasi secara nyata. Akibatnya, bonus demografi yang seharusnya menjadi kekuatan produktif justru berubah menjadi beban sosial dan ekonomi.
Masalah sesungguhnya bukan pada kurangnya sumber daya, tetapi pada tata kelola ekonomi kapitalistik yang menempatkan negara hanya sebagai “regulator”, bukan pelindung rakyat. Kekayaan alam dikuasai segelintir korporasi, sementara mayoritas rakyat hanya menjadi buruh murah di negerinya sendiri.
Kegagalan Kapitalisme Menjamin Kesejahteraan
Kapitalisme telah menelurkan ketimpangan struktural yang akut. Prinsip laissez-faire (kebebasan ekonomi) dan privatisasi aset publik membuat kekayaan nasional terpusat di tangan oligarki. Negara kehilangan peran strategis dalam memastikan pemerataan kepemilikan dan distribusi kekayaan.
Sistem ini melahirkan kondisi paradoksal: di satu sisi, Indonesia dikenal sebagai negeri kaya raya; namun di sisi lain, jutaan rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan kerentanan. Akibatnya, banyak di antara mereka rela meninggalkan keluarga dan menempuh risiko bahaya untuk bekerja di luar negeri, hanya demi bertahan hidup.
Kapitalisme bukan sekadar gagal memberikan kesejahteraan, tapi telah menciptakan ketergantungan sistemik terhadap ekonomi global, membuka celah bagi eksploitasi lintas negara, termasuk melalui modus online scam seperti di Kamboja.
Solusi Islam: Distribusi Kekayaan dan Keadilan Sistemik
Islam menawarkan sistem ekonomi yang menempatkan kesejahteraan manusia sebagai tujuan utama, bukan akumulasi keuntungan. Dalam pandangan Islam, negara (Khilafah) memiliki peran strategis sebagai pengatur distribusi kekayaan secara adil, pelindung umat, dan penjaga keamanan sosial-ekonomi rakyat.
Sistem ekonomi Islam menjamin bahwa:
- Kekayaan alam dikelola negara untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan diserahkan kepada swasta atau asing.
- Lapangan kerja diciptakan melalui sektor riil, bukan spekulasi finansial.
- Jaminan kebutuhan dasar rakyat (pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan) ditanggung oleh negara.
- Distribusi kekayaan disempurnakan dengan instrumen zakat, kharaj, jizyah, dan lain sebagainya melalui baitul mal untuk memastikan tidak ada ketimpangan ekstrem.
Dengan sistem ini, peluang kerja tumbuh alami melalui aktivitas produktif di sektor pertanian, industri, dan perdagangan yang bebas riba. Tidak ada alasan bagi rakyat untuk mencari penghidupan di negeri orang, apalagi terjerat dalam jaringan kejahatan internasional.
Allah ﷻ berfirman:
كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Ayat ini menegaskan prinsip distribusi ekonomi Islam yang menjamin perputaran kekayaan di tengah masyarakat, bukan menumpuk pada segelintir elit.
Penutup
Kasus ratusan WNI korban scam di Kamboja sejatinya hanyalah satu cermin kecil dari kerusakan besar sistem kapitalisme global. Selama tata kelola ekonomi dan politik masih berlandaskan pada ideologi sekuler-kapitalistik, rakyat akan terus menjadi korban eksploitasi, baik di dalam maupun luar negeri.
Sudah saatnya bangsa ini menyadari bahwa solusi hakiki tidak akan lahir dari tambalan kebijakan pragmatis. Hanya dengan kembali kepada sistem Islam kaffah di bawah naungan Khilafah, keadilan sosial dan kesejahteraan hakiki dapat terwujud.
Khilafah bukan utopia, melainkan sistem politik-ekonomi yang telah terbukti menyejahterakan umat berabad-abad lamanya. Kini, di tengah krisis global dan runtuhnya tatanan kapitalistik, sistem Islam adalah satu-satunya jalan untuk membangun kembali peradaban yang adil, manusiawi, dan bermartabat.
Allah ﷻ telah menetapkan:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, baginya kehidupan yang sempit.” (QS. Thaha [20]: 124)
Wallaahu a'lam bish-shawaab.

0 Komentar