
Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai angka perceraian yang terjadi pada tahun 2023 mencatat 408.347 kasus, sedangkan pada tahun 2024 mengalami kenaikan menjadi 399.921 kasus. Sebelumnya, sebelum pandemi COVID-19, angka perceraian menurun menjadi hanya 291.677 kasus. Selain itu, jumlah pernikahan juga menurun, terlihat dari data tahun 2020 yang tercatat sekitar 1,78 juta pernikahan, dan pada tahun 2024 tercatat 1,47 juta. BPS juga mencatat bahwa perceraian didominasi oleh kasus cerai gugat, pada tahun 2024 sebanyak 308.956 kasus, sementara kasus cerai talak berjumlah 85.652 kasus.
Menurut psikolog Heldi Kar, salah satu penyebab perceraian adalah kemandirian finansial yang dialami perempuan, yang membuat mereka lebih berani mengajukan perceraian. Faktor lainnya termasuk ekspektasi yang tinggi mengenai pernikahan. Guru besar sosiologi FISIB Universitas Trunojoyo menyebutkan bahwa perceraian disebabkan oleh ketidaksepahaman dan konflik dalam rumah tangga yang sulit diselesaikan, masalah ekonomi, ketidakstabilan finansial keluarga, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), fisik maupun psikis, serta judi online.
Menurut data Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama, perceraian banyak terjadi pada perkawinan muda. Data periode 2020-2024 menunjukkan bahwa untuk perkawinan dengan usia di bawah 5 tahun mencapai 604.463 kasus, untuk usia perkawinan 5-10 tahun mencapai 583.130 kasus, dan untuk usia perkawinan 11-15 tahun mencapai 398.548 kasus. Untuk mencegah angka perceraian yang terus meningkat, Kementerian Agama telah membuat program bimbingan perkawinan dan bimbingan remaja usia sekolah.
Belum lagi dampak bagi anak korban perceraian, seperti depresi, kesepian, kecemasan berlebihan, penurunan kemampuan pola pikir anak, dan munculnya rasa paranoid.
Tren maraknya perceraian di Indonesia ini menunjukkan potret sosial yang ada di masyarakat. Dulu, perceraian dianggap aib dan merupakan urusan pribadi. Kini, ada pergeseran nilai, di mana perceraian dianggap sebagai ruang empati dan refleksi kolektif. Ditambah lagi, dengan adanya sosok figur publik yang mengalami perceraian, hal ini bisa mempengaruhi tren meningkatnya perceraian. Ini menunjukkan lemahnya pemahaman masyarakat tentang pernikahan, sehingga perceraian dapat menyebabkan ketahanan keluarga runtuh dan generasi menjadi rapuh.
Langkah yang dilakukan Kementerian Agama untuk menurunkan angka perceraian, salah satunya dengan program "Tepuk Sakinah", masih belum memberikan dampak signifikan terhadap penurunan angka perceraian. Ini karena masih ada anggapan bahwa pernikahan hanya sebatas status ikatan sosial masyarakat, bukan agama. Ditambah dengan paradigma kehidupan sekuler kapitalis yang menjauhkan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Hal ini juga nampak dalam sistem pendidikan hari ini yang tidak menjadikan akidah Islam sebagai dasar perilaku dan ucapan, lebih menitikberatkan pada nilai akademik.
Selain itu, sistem pergaulan sosial jauh dari aturan Islam, seperti laki-laki dan wanita yang tidak menjaga pandangan, yang akhirnya membuka pintu perselingkuhan dengan mudah, ditambah lagi dengan perempuan yang tidak menutup aurat secara sempurna. Dalam sistem politik ekonomi, negara tidak berperan untuk menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki, akhirnya istri juga ikut bekerja. Padahal dalam Islam, tanggung jawab nafkah ada pada suami. Jika peran ini tertukar, maka ketahanan keluarga bisa rapuh, dan generasi lemah akibat tidak melaksanakan perannya sesuai dengan kodratnya.
Islam memberikan solusi bahwa sistem pendidikan Islam mengantarkan pada pembinaan kepribadian Islam yang kokoh dan siap membangun keluarga sakinah. Sistem pergaulan Islam menjaga hubungan dalam keluarga dan sosial masyarakat tetap harmonis, berlandaskan ketakwaan. Selain itu, kesejahteraan keluarga dan masyarakat akan dijamin oleh sistem politik ekonomi Islam.
Kasus perceraian dapat menurun jika Islam dijadikan solusi karena Islam memiliki sistem pencegahan, seperti menutup pintu zina dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku zina. Maka penting bagi umat Islam hari ini untuk bersama-sama menerapkan syariat Allah ﷻ secara kaffah dan mengimplementasikannya dalam kehidupan mereka. Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)
Referensi:
- https://www.kompas.id/artikel/tren-perceraian-marak-apa-yang-terjadi
- https://voi.id/bernas/531880/tren-cerai-gugat-meningkat-akibat-perempuan-bisa-mandiri
- https://news.detik.com/x/detail/spotlight/20251104/Yang-Muda-yang-Bercerai/
- https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20251030090211-33-680582/fenomena-artis-cerai-ini-13-penyebab-utama-perceraian-di-indonesia
- https://www.antaranews.com/berita/4793841/dampak-perceraian-terhadap-psikologis-anak
- https://www.pa-bojonegoro.go.id/publikasi-arsip-publikasi/arsip-seputar-perkara/577-angka-perceraian-di-bojonegoro-masih

0 Komentar