GENERASI MUDA LEBIH TAKUT MISKIN DARIPADA TAKUT TIDAK MENIKAH


Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas

Menikah adalah fitrah manusia, sebagai potensi yang diberikan Allah ﷻ kepada manusia untuk melestarikan keturunan di bumi sebagai misi Khalifah fil ardhi. Tentunya, Rasulullah ﷺ juga akan membanggakan umatnya yang banyak. Dulu, ada rasa malu, panik, dan khawatir jika usia 30 tahun masih belum menikah, karena dianggap perawan tua, tidak laku, jelek, dan sebagainya.

Namun, ini berbanding terbalik dengan fakta sekarang yang menganggap bahwa menikah tidak hanya soal usia yang sudah dewasa dan matang, tetapi juga soal kesiapan ekonomi yang harus mapan. Fenomena generasi muda yang lebih takut miskin daripada tidak menikah ini menunjukkan pergeseran pola pikir tentang pernikahan.

Pergeseran pola pikir generasi muda mengenai pernikahan disebabkan oleh berbagai faktor. Banyak anak muda yang kini lebih mengutamakan kestabilan ekonomi daripada buru-buru menikah. Ditambah dengan kondisi ekonomi yang kurang stabil, seperti kenaikan harga kebutuhan, biaya tempat tinggal yang mahal, dan persaingan kerja yang ketat, membuat mereka semakin ragu untuk menikah. Selain itu, narasi "marriage is scary" semakin memperkuat ketakutan mereka terhadap pernikahan.

Pikiran generasi muda tentang ketakutan miskin yang lebih mendominasi daripada menikah ini dipengaruhi oleh proses kehidupan saat ini yang semakin abai terhadap nilai-nilai agama dalam perilaku mereka. Selain itu, sistem kapitalisme yang membuat biaya hidup tinggi, mencari pekerjaan sulit, dan jika sudah bekerja pun mendapat gaji dengan upah rendah, menyebabkan ketimpangan.

Hal ini tidak berbanding lurus antara kebutuhan hidup yang terus naik sementara gaji tetap. Ditambah lagi, negara sebagai regulator cenderung lepas tangan dalam menjamin kesejahteraan rakyat, sehingga beban hidup dipikul oleh individu-individu. Belum lagi, gaya hidup materialis dan hedonisme tumbuh dari pendidikan sekuler dan dampak pengaruh media liberal. Akibatnya, pernikahan hanya dipandang sebagai beban, bukan sebagai ladang kebaikan atau jalan melanjutkan keturunan dan ladang amal di hari tua dengan anak-anak yang bisa menjadi wasilah doa.


Solusi dalam Sistem Islam

Dalam sistem Islam, negara akan menjamin kebutuhan dasar rakyat, individu per individu, seperti sandang, pangan, dan papan, yang mudah diakses dengan harga yang terjangkau. Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat. Jika masih belum terserap di dunia kerja, mereka akan diberikan bantuan modal. Ini akan berjalan seiring dengan penerapan sistem ekonomi Islam.

Pengelolaan kepemilikan umum (air, padang rumput, api, dan bahan tambang, serta fasilitas umum seperti jalan raya, taman kota, jembatan, dan hutan) oleh negara merupakan amanah yang harus dikelola sesuai dengan hukum syara'. Pertimbangan ini akan memberikan dampak berupa kesejahteraan rakyat secara merata, karena negara akan melarang swasta dan asing mengelolanya, yang dapat mempengaruhi harta hanya berputar di sekitar orang kaya saja. Syariat Islam melarang dengan tegas cara-cara seperti itu.

Hasil dari pengelolaan negara akan diberikan untuk kesejahteraan masyarakat dan akan mampu menekan biaya hidup yang dirasakan oleh rakyatnya. Pendidikan berbasis akidah Islam akan membentuk generasi yang berkualitas dan berkarakter, dan tidak mudah terjebak dalam hedonisme maupun materialisme. Mereka justru akan menjadi penyelamat umat. Karena itu, perlu adanya penguatan dari institusi keluarga, dengan mendorong pernikahan sebagai ibadah dan penjagaan keturunan.


Keharusan Kembalinya Khilafah

Ketiadaan khilafah akan merobohkan sendi-sendi tatanan hidup yang sudah diciptakan dan diatur sedemikian rupa oleh Sang Pencipta, yaitu Allah ﷻ. Saatnya umat manusia kembali kepada aturan Allah ﷻ secara kaffah dan ikut berjuang mengembalikan kehidupan Islam, tanpa penundaan, karena kemuliaan manusia hanya bisa diraih dengan sistem Islam, bukan yang lain.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemimpin) di antara kalian. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)

Posting Komentar

0 Komentar