
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Kabar mengejutkan datang dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Pasalnya baru-baru ini adanya pemecatan Asep Agus Handaka Suryana dari jabatan Wakil Dekan (Wadek) Bidang Sumberdaya dan Organisasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).
Kabar ia dipecat dikarenakan Wadek tersebut pernah bergabung dalam organisasi yang dilarang oleh pemerintah. Surat tersebut bernomor 11/UN6.4.1.3/TU/2021 tentang Penggantian Wakil Dekan Bidang Sumberdaya dan Organisasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad.
Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi membuka suara membetulkan organisasi tersebut adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Aneh, ajaib, HTI katanya sudah dibubarkan, kenapa eks anggotanya masih terus dipersoalkan? Aneh, katanya kalau ada keputusan publik tidak setuju, silahkan menggugat ke pengadilan. Tetapi, kenapa UNPAD membatalkan keputusannya? Kenapa UNPAD keok dengan suara satu dua netizen yang membenci HTI?
Sebelum mengambil keputusan, semestinya berfikir. Kalau sudah mengambil keputusan, harusnya dipertahankan. Seperti Rektor IAIN Kendari yang memecat mahasiswanya, Hikma Sanggala. Rektor IAIN mempertahankan keputusannya hingga pengadilan, bahkan hingga tingkat kasasi di mahkamah agung.
Ini Rektor UNPAD kenapa gentar dengan komplain satu dua netizen? Bukankah, keputusan itu diambil dengan berfikir. Bukan dengan bermimpi.
Pertanyaan sederhana, HTI itu sudah dibubarkan belum? Kalau sudah dibubarkan, kenapa masih mempersoalkan latar belakang? Eks koruptor saja bisa ikut Pilkada.
Memangnya eks HTI itu bodoh? Tak mampu mengemban amanah? Tak mampu bekerja dengan baik? Kalau itu masalahnya, ya wajib dicopot. Jangan seperti jabatan Menag, diberikan kepada orang yang tidak punya kapasitas untuk memimpin Kemenag.
Kalau ukurannya kapasitas, kapabilitas, akuntabilitas, semestinya dengan merit sistem, siapapun berhak atas jabatan apapun sesuai dengan kemampuannya. Kalau orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas, akuntabilitas, dijauhkan dari amanah kekuasaan, maka kekuasaan akan dipegang orang yang bodoh, tidak cakap, tidak amanah. Dan negara, akan hancur.
Kalau semua yang eks entah dianggap eks HTI atau eks FPI, tidak berhak atas jabatan, lalu jabatan itu hanya untuk eks PKI? Aktivis liberal? Para koruptor?
Padahal, bagi aktivis HTI jabatan itu amanah. Saat aktifis HTI menerima jabatan, itu karena tidak ingin menyia-nyiakan amanah. Saat amanah diambil kembali, aktivis HTI lega, karena beban amanah itu diangkat dari pundaknya.
Hanya saja kasihan umat, kasihan rakyat, jika amanah itu dimonopoli orang bodoh, orang yang tidak cakap, orang yang tidak amanah. Rakyat, jadi terhalang dari layanan yang baik, yang dikelola oleh orang yang baik, yang dalam menjalankan amanah terikat dengan dzat yang maha baik. [].
0 Komentar