SURAT DAKWAAN GUS NUR DAN PERTANGGUNG JAWABAN SEORANG HAMBA DIHADAPAN ALLAH SWT


Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Advokasi Gus Nur

Hari ini (Senin, 4/1/2021), penulis memperoleh informasi berkas dakwaan dari jaksa penuntut umum terhadap Gus Nur sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam surat dakwaan yang ditandatangani tanggal 23 Desember 2020, terdapat nama-nama jaksa yang menjadi penuntut umum dalam perkara Gus Nur adalah : Muhammad Syarifudin, Sukma Djaya Negara, Abdul Rauf, Deddy Sunanda, dan R. Budi Haryanto.

Gus Nur didakwa secara alternatif.

Pertama, Gus Nur didakwa telah melakukan tindak pidana berupa menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan berdasarkan Suku, Ras, Agama dan Antargolongan (SARA). Hal mana sebagaimana dimaksud dalam pasal 45A ayat 2 junto pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Kedua, Gus Nur didakwa telah melakukan tindak pidana berubah menyebarkan informasi berupa penghinaan dan pencemaran nama baik. Hal mana sebagaimana dimaksud dalam pasal 45A ayat ,3 junto pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Entahlah, ini kali yang ke berapa penulis menangani perkara tindak pidana ITE. Yang jelas, pasal 45A ayat 2 junto pasal 28 ayat 2 dan pasal 45A ayat 3 junto pasal 27 ayat 3, Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, adalah pasal yang kerap dijadikan alat kriminalisasi kepada para aktivis dan ulama.

Gus Nur sendiri diperkarakan dengan undang-undang ITE ini sudah yang ketiga kalinya. Pertama, Gus Nur dipersoalkan dengan undang ITE di Polda Jatim. Kedua, Gus Nur dipersoalkan dengan undang-undang ite di Polda Palu. Dan yang ketiga, dalam kasus ini.

Tapi anehnya Gus Nur ketika mencoba peruntungan melaporkan penghina dirinya dengan pasal undang-undang ITE ini, kasusnya tidak jalan. Laporan Gus Nur terhadap Kaharu di Palu macet. Laporan Gus Dur terhadap Gus Arya di Polda Jatim mandek.

Nampaknya undang-undang ITE ini, hanya bertuah untuk melaporkan para pengkritik rezim. sementara orang-orang yang jelas melanggar undang-undang ITE seperti Ade Armando Abu Janda, Denny Siregar dan kawan-kawan, semuanya aman-aman saja.

Nampak jelas tidak ada keadilan hukum di negeri ini. Nampak jelas, diskriminasi dan kriminalisasi hukum dipertontonkan secara telanjang.

Terkait Gus Nur, tim advokasi khususnya penulis sendiri, sudah pasti akan membela total dan bertanggung jawab dunia akhirat. Membela Gus Nur bukan hanya soal tugas profesi advokat, tetapi juga tugas dakwah yang diperintahkan agama, untuk menolong orang yang dizalimi.

Tapi penulis tidak tahu, apakah orang-orang yang melaporkan Gus Nur, menangkap Gus Nur, menahan Gus Nur, bahkan menjadi jaksa yang mendakwa Gus Nur, sudah pula menyadari bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat? Sebab di akhirat kelak, argumentasi menjalankan perintah atasan itu tidak bernilai.

Apalagi jika nantinya ada Hakim yang berani memvonis orang yang menjalankan dakwah Islam sebagai orang yang menebar kebencian dan permusuhan. Naudzubillah, berat sekali pertanggungjawabannya baik di dunia terlebih lagi di akhirat.

Terlebih, Gus Nur adalah ulama yang unik. Prof Suteki sempat menggelari Gus Nur ini sebagai ulama 'si pahit lidah'. Mengingat saat Gus Nur ditetapkan tersangka oleh Polda Palu beberapa tahun yang lalu, tidak berselang lama kota Palu diguncang gempa bumi dan Tsunami. Kantor Polda Palu dan beberapa fasilitas milik kepolisian rusak parah. Seolah lidah Gus Nur ini benar-benar bertuah.

Gus Nur juga dikenal ulama yang biasa menantang mubahalah. Bagi orang yang punya iman, tentu tak akan berani bermubahalah dengan orang yang diyakininya tidak bersalah. Bagi orang yang masih memiliki iman, tentu tidak akan pernah berani bermubahalah dengan orang yang menjalankan aktivitas dakwah Amar ma'ruf nahi mungkar.

Tapi entahlah, hari ini seolah orang tidak peduli lagi dengan akhirat. Orang baru tahu dan yakin akan azab, setelah di dunia Allah balas semua kezalimannya.

Terlepas dari apapun itu, penulis mengingatkan siapapun yang terlibat dalam kasus Gus Nur agar bertakwa kepada Allah dan jangan sekali-kali berbuat zalim. Kezaliman tidak akan menimpa siapapun, kecuali kepada orang yang melakukannya.

Kadang-kadang azab kezaliman itu menimpa pelakunya, kadangkala menimpa istri, anak dan keluarganya. Kadangkala azab kezaliman itu dipercepat, kadangkala ditangguhkan agar kezaliman itu dibalas dengan azab yang lebih pedih.

Kezaliman tidak menunggu azab di akhirat, melainkan ditimpakan pula di dunia sebagai pengantar azab yang kekal di akhirat. Demikianlah Namrud diazab di dunia atas kezalimannya. Firaun diazab di dunia atas kesalahannya. Dan di akhirat, jadwalnya kekal di neraka. [].

Posting Komentar

0 Komentar