
[Catatan Reportase Diskusi Rotasi : Ruang Opini Tematik Seputar Islam]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah
Sesaat sebelum sesi Closing Statement pada diskusi Rotasi Sabtu malam (2/1/2021), Host Abu Miqdad menanyakan kepada penulis. Setelah HTI dan FPI, selanjutnya siapa lagi? Penulis menjawab : Rezim Represif yang zalim yang akan mendapat giliran bubar.
Sebab, semakin represif sebuah rezim adalah tanda ajal kekuasaan akan segera tiba. Karena itu, umat saat ini tidak cukup dipahamkan pada realitas rezim yang zalim, tetapi juga dijelaskan realitas penggantinya. Jangan sampai, lepas dari satu rezim yang zalim berganti dengan rezim lainnya yang zalim pula.
Karena itu, penulis dalam sesi penutup mengajak kepada segenap umat, agar tidak perlu malu untuk terbuka memperjuangkan Khilafah. Sebab, hanya Khilafah institusi yang dapat menerapkan syariat Islam secara kaffah. Hanya Khilafah, sistem yang dijanjikan Rasulullah Muhammad Saw akan kembali di akhir zaman.
Apalagi, jika umat ini ingin lepas dari kezaliman umat ini harus lepas dari sistem zalim, yakni sistem yang tidak menerapkan Islam. Selanjutnya, umat ini juga harus mengupayakan pemimpin yang taat, yang dapat menjalankan tugas menegakkan agama (ad Dien) dan menegakkan urusan melayani umat. Demikianlah, sebagaimana dijelaskan oleh KH Ahmad Junaidi, pembicara lain dalam forum diskusi.
Penulis Sendiri, menilai rezim ini represif dan anti Islam, disebabkan :
Pertama, represifme adalah tindakan penguasa yang menjalankan pemerintahan tanpa mengindahkan hukum dan cenderung menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power). Represifme terlihat dari gaya pemerintahan yang memamerkan pendekatan kekuasaan, ketimbang musyawarah mufakat, atau menempuh cara hukum dengan menjalankan asas due proces of law.
Dalam pencabutan BHP HTI dan terakhir pengumuman pembubaran dan pelarangan kegiatan FPI, Rezim Jokowi tidak menempuh asas due proces of law. Cara-cara pendekatan kekuasaan dan pamer kewenangan, lebih dikedepankan dimana rezim mengumumkan pembubaran tanpa proses pengadilan dan hanya melalui pengumuman yang boleh jadi didasarkan pada tuduhan.
Kenapa dasar pengumuman adalah tuduhan? Karena, semua alasan untuk mencabut BHP HTI maupun membubarkan FPI tidak dilakukan melalui lembaga peradilan, tidak diuji melalui suatu proses hukum yang fair, melainkan klaim sepihak dari pemerintah.
Kedua, alasan pencabutan BHP HTI diklaim karena HTI mengusung Khilafah. Setelah dijelaskan Khilafah ajaran Islam, ternyata rezim berdalih tidak anti ajaran Islam Khilafah tetapi rezim menolak khilafah ala HTI yang dituding memecah belah, bertentangan dengan sila Persatuan Indonesia.
Namun, saat FPI mengajukan perpanjangan SKT pada Juni 2019, rezim juga mempersoalkan karena pasal 6 AD ART FPI menganut ide Khilafah. Lagi-lagi, khilafah yang dipersoalkan, padahal Khilafah yang diusung FPI jelas bukan khilafah HTI melainkan Khilafah Islamiyyah Menurut Manhaj Nubuwah.
Itu menandakan rezim bukan anti pada Khilafah HTI atau Khilafah FPI. Tapi pada khilafah itu sendiri, pada ajaran Islam, pada Islam. Jadi, rezim bukan anti terhadap FPI dan HTI, tetapi anti terhadap Islam.
Sejumlah kriminalisasi terhadap ulama Islam, dan hal itu tak pernah terjadi pada Agamawan lainnya, semakin menguatkan kesimpulan rezim ini anti Islam. Belum lagi, sejumlah narasi anti simbol Islam seperti Al Liwa dan Ar Royah yang dituduh bendera teroris dan narasi ini didiamkan rezim.
Narasi anti Islam juga wujud dalam sejumlah norma yang diadopsi dalam RUU HIP. Walau akhirnya RUU ini ditunda, namun kabarnya RUU ini akan dimasukan kembali dalam pembahasan di DPR.
Ketiga, sesungguhnya narasi represif dan anti Islam tidak hanya terbaca dalam kasus HTI dan FPI. Sejumlah kasus kriminalisasi yang dialami oleh Gus Nur, Ali Baharsyah, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Ruslan Buton, dll, menjadi bukti betapa rezim Jokowi represif.
Hanya saja, penulis dan KH Ahmad Junaidi sepakat bahwa umat tidak perlu gentar. Jalan dakwah, sejak periode umat terdahulu memang selalu berhadapan dengan rezim zalim.
Ibrahim AS menghadapinya rezim Namrudz. Musa AS menghadapi rezim Fir'aun. Rasulullah Muhammad Saw menghadapi represifme kaum kafir Quraisy.
Yang paling penting, umat Islam khususnya pengemban dakwah wajib terikat dengan ketaatan. Sebab, dasar kemenangan adalah pertolongan Allah SWT. Pertolongan ini mustahil diperoleh, kecuali dengan ketaatan. [].
0 Komentar