KUDETA, PEOPLE POWER, MEMBERONTAK DAN PEMILU DEMOKRASI, UMAT ISLAM PILIH MANA?


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Pasca pengambilalihan kekuasaan politik di Myanmar melalui kudeta militer, publik di negeri ini bertanya tanya, akankah Indonesia mengalami hal serupa? Apakah, militer Indonesia (TNI) memiliki 'Karakter dan Kapasitas' untuk melakukan Kudeta Politik?

Selanjutnya, publik juga bertanya. Apakah mungkin, melakukan perubahan menggunakan mekanisme diluar Pemilu? Mengingat, jika menunggu Pemilu dan Pilpres tahun 2024 itu lama sekali. Sementara, kezaliman yang dirasakan rakyat sudah begitu mengkhawatirkan.

Baiklah, kita akan bahas satu per satu.

Pertama, secara umum institusi militer di negara manapun memiliki kapasitas untuk melakukan kudeta militer. Sebab, kekuatan real suatu Negara ada pada militer. Tentara lah yang memiliki senjata, tentara lah yang memiliki daya paksa untuk mengambil alih kekuasaan, mengendalikan kekuasaan atau menyerahkan kepada kekuatan politik lainnya.

Namun, dalam konteks karakter nampaknya militer Indonesia tak memiliki karakter politik untuk melakukan kudeta. Kudeta yang melibatkan militer pada saat dipimpin Letkol Untung, sejatinya bukan kudeta militer melainkan pemberontakan yang dipimpin kekuatan politik PKI. Sementara militer, sebagian saja yang dikendalikan PKI.

Peristiwa pemberontakan pada tahun 1965 yang melibatkan militer, tetap tak disebut kudeta melainkan hanya pemberontakan oleh sipil yang dipersenjatai, melibatkan sebagian militer yang terinfiltrasi, yang dipimpin kekuatan politik sipil (PKI).

Jadi, untuk karakter sepertinya militer Indonesia tak akan mengambil langkah memimpin perubahan dengan melakukan kudeta, sebagimana lazim di lakukan oleh militer Thailand. Bahkan, sejumlah perubahan penting di Thailand selalu diawali dengan kudeta militer.

Militer Indonesia, tetap mendorong perubahan politik melalui kekuatan sipil dengan mengamati kekuatan politik ditengah rakyat. Pada pokoknya, militer Indonesia mengamati kekuatan politik ditengah rakyat, mana aspirasi yang paling kuat, disitulah militer Indonesia (TNI) berpihak.

Kedua, secara teoritis perubahan memang bisa ditempuh melalui Pemilu, Kudeta, Pemberontakan dan People Power. Namun, kesemuanya hanyalah merubah struktur kekuasaan dan rezim penguasa. Tidak mengubah sistem yang diberlakukan.

Kudeta adalah cara mengambil alih kekuasaan secara paksa yang dilakukan oleh militer. Meski bertentangan dengan konstitusi, jika berhasil kekuasaan hasil kudeta juga sah memimpin dan memberlakukan konstitusi baru.

Begitu juga pemberontakan, adalah cara mengambil alih kekuasaan secara paksa yang dilakukan oleh sipil yang bersenjata atau dipersenjatai. Meski bertentangan dengan konstitusi, jika berhasil kekuasaan hasil pemberontakan juga sah memimpin dan memberlakukan konstitusi baru, saat rakyat mendukungnya.

Adapun people power, adalah cara mengambil alih kekuasaan secara paksa dengan menggunakan kekuatan massa. Jika berhasil, kekuasaan hasil gerakan people power juga sah memimpin dan memberlakukan konstitusi baru.

Ketiga, sesungguhnya substansi kekuasaan itu ada ditangan rakyat. Rakyat lah yang berwenang memberikan dan mencabut mandat kekuasaan dari siapapun.

Baik ditempuh dengan Pemilu, Kudeta, Pemberontakan dan People Power, semuanya hanya berhasil jika didukung rakyat. Tanpa dukungan rakyat, kekuasaan tak akan diperoleh dengan cara apapun.

Kudeta terhadap Erdogan di Turki, tidak berhasil karena militer tidak didukung rakyat. Kudeta di Thailand dan terakhir di Myanmar, berhasil hanya karena adanya dukungan militer. Kegagalan PKI pada pemberontakan tahun 1965 karena tidak didukung rakyat, dan aksi reformasi 1997/1998 berhasil, kerena gerakan people power ini didukung rakyat.

Karena itu kata kunci kekuasaan adalah rakyat. Siapapun yang mendapat kepercayaan dari rakyat, dialah yang akan memperoleh mandat kekuasaan.

Keempat, ada sebagian kalangan menganggap bahwa perubahan Islam melalui penegakkan Khilafah dapat ditempuh dengan Pemilu, Kudeta, Pemberontakan dan People Power. Keadaan itulah, yang mendorong sebagian orang meminta pejuang Khilafah ikut Pemilu, mencurigai pejuang Khilafah melakukan pemberontakan, mencurigai pejuang Khilafah melakukan gerakan people power, dan bahkan menuding pejuang Khilafah akan melakukan kudeta.

Saya tegaskan, bahwa Khilafah adalah perjuangan mulia yang tak akan menempuh jalan kekuasaan yang tidak diajarkan Rasulullah Saw, meskipun akan mengantarkan pada tampuk kekuasaan. Memang benar, tidak ada yang memungkiri bahwa Pemilu, Kudeta, Pemberontakan dan People Power adalah cara praktis untuk berkuasa. Tapi, ini semua bukan cara atau metode perjuangan yang dicontohkan Rasulullah Saw. Bukan tuntunan Islam.

Kudeta, people power dan pemberontakan adalah metode perubahan dengan revolusi dengan kekerasan bahkan berdarah, bagian dari dialektika kelas, ajaran ideologi sosialisme. Pemilu dan Pilpres adalah metode perubahan yang diajarkan ideologi kapitalisme demokrasi. Semua itu bukanlah ajaran Islam.

Sedangkan Islam, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw hanya menempuh jalan perjuangan dengan dakwah. Dakwah secara pemikiran, politik tanpa kekerasan. Dakwah, yang mengantarkan Umat selaku pemilik kekuasaan, dan militer selaku pemegang kendali kekuatan, sadar dan paham bahwa semua kerusakan di negeri ini adalah akibat diterapkannya sekulerisme demokrasi.

Dakwah, yang mengantarkan Umat selaku pemilik kekuasaan, dan militer selaku pemegang kendali kekuatan memahami bahwa akar masalah di negeri ini adalah karena tidak diterapkannya Islam.

Dakwah yang mengantarkan Umat selaku pemilik kekuasaan dan militer selaku pemegang kendali kekuatan, agar rindu diterapkan Islam dan berjuang untuk menegakkannya. Hingga, terjadi kesepakatan bersama antara umat dan militer, untuk menegakkan Islam dan hanya mau diatur dengan hukum Allah SWT.

Begitulah, Islam mengajarkan jalan perubahan. Jalan dakwah inilah, yang ditempuh oleh Rasulullah Muhammad Saw selama 13 tahun, sampai akhirnya beliau mendapatkan kekuasaan di Madinah, dan menerapkan Islam secara kaffah melalui jalan kekuasaan (Negara). Sebelum Daulah Islam di Madinah tegak, Rasulullah Saw tidak pernah menempuh jalan perubahan melalui kekuatan fisik dan senjata, tidak pula mau melebur dan berkompromi dengan kekuasaan kufur yang telah ada. [].

Posting Komentar

0 Komentar