PELEMPARAN BATU KE KERETA: CERMIN RAPUHNYA SISTEM KEAMANAN SEKULER


Oleh: Darul Al-Fatih
Pemerhati Sosial

Peristiwa memilukan kembali terjadi di jalur transportasi publik. Seorang perempuan bernama Widya Anggraini menjadi korban aksi vandalisme saat menikmati perjalanan di Kereta Sancaka Eksekutif. Insiden itu terjadi pada Minggu malam, 6 Juli 2025, sekitar pukul 22.25 WIB, ketika kaca gerbong yang ditumpanginya dilempar batu oleh orang tak dikenal, tepat sebelum kereta tiba di Stasiun Klaten.

Dalam video yang viral di media sosial, Widya tampak sedang membaca buku sambil mendengarkan musik. Tiba-tiba terdengar suara keras “BRAK!” disusul pecahan kaca yang menghujani tubuh dan wajahnya. Ia mengalami luka cukup serius di bagian muka dan leher akibat serpihan kaca, bahkan beberapa pecahan masuk ke dalam pakaiannya. Tim KAI segera mengevakuasinya ke Stasiun Solo dan membawanya ke RS Triharsi Surakarta untuk mendapat perawatan.

Aku masih selamat, tapi ini bukan kejadian kecil. Ini soal nyawa,” ujarnya di akun Instagram. Ia menyerukan agar pelemparan batu ke kereta tidak dianggap remeh, serta berharap kesadaran publik terhadap keselamatan transportasi semakin meningkat. (inews, 07-07-2025)


Lemahnya Sistem, Buramnya Kesadaran

Secara hukum, tindakan pelemparan terhadap kereta api bukanlah hal sepele. Pasal 194 ayat (1) KUHP menegaskan bahwa tindakan yang membahayakan orang lain atau barang dapat diancam hukuman penjara hingga 15 tahun. Bila mengakibatkan kematian, sanksinya bisa mencapai 20 tahun atau bahkan hukuman mati. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian juga secara tegas melarang perusakan sarana dan prasarana kereta.

Namun realitasnya, peristiwa serupa terus berulang. Tahun 2024 saja, tercatat 55 kasus pelemparan batu ke kereta di berbagai wilayah. Pada 5 Mei 2025, kereta Bandara Kualanamu–Medan menjadi korban vandalisme di sekitar Stasiun Batangkuis, Deli Serdang, hingga menyebabkan kaca jendela retak di dekat kursi penumpang. Sepanjang Januari hingga Mei 2025, setidaknya 21 kasus tercatat terjadi di wilayah Medan saja. (Jawa Pos, 07-07-2025)

Deretan kasus ini mengindikasikan rapuhnya sistem keamanan di ruang publik. Moda transportasi umum yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru berkali-kali menjadi sasaran kejahatan. Namun masalah sesungguhnya bukan sekadar kurangnya pengawasan teknis, melainkan krisis nilai yang makin akut dalam masyarakat kita.

Sistem sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan telah melahirkan individu-individu tanpa arah moral. Agama dikurung dalam rumah ibadah, tak lagi menjadi pedoman hidup di ruang publik. Akibatnya, banyak orang bertindak tanpa rasa takut, tanpa tanggung jawab sosial, bahkan tanpa empati. Nilai kebebasan dalam demokrasi telah berubah menjadi kebebasan yang merusak.

Tindakan sembrono seperti melempar batu ke kereta dilakukan seakan tanpa beban. Tidak ada kesadaran bahwa nyawa orang bisa melayang. Lebih ironis, sistem hukum yang ada pun gagal memberikan efek jera. Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas, menjadi gambaran nyata lemahnya penegakan keadilan.


Membangun Kesadaran dan Mencegah Sejak Akar

Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan sistem hidup yang menyeluruh. Dalam pandangan Islam, keamanan publik adalah prioritas utama yang dijaga tidak hanya oleh aparat, tetapi juga melalui penyadaran akidah masyarakat dan sistem sanksi yang efektif.

Pertama, Islam menanamkan kesadaran individu sebagai hamba Allah ï·» yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatannya. Dengan akidah yang kuat, seseorang akan berpikir seribu kali sebelum menyakiti orang lain atau merusak fasilitas umum.

Kedua, Islam menerapkan sanksi yang adil dan menimbulkan efek jera. Dalam sistem Khilafah, kejahatan terhadap fasilitas umum dan ancaman terhadap nyawa publik seperti ini akan ditindak tegas dengan hukuman yang layak dan seimbang, bukan penuh diskriminasi. Hukuman diterapkan bukan untuk balas dendam, tetapi sebagai pencegahan agar kejahatan tidak terulang.

Ketiga, Islam membangun sistem pencegahan (preventif). Negara wajib mengedukasi masyarakat, membentuk kesadaran kolektif tentang tanggung jawab sosial, dan menjaga fasilitas umum sebagai amanah bersama. Kontrol sosial dibangun dari basis keimanan, bukan semata pengawasan teknis.

Oleh karena itu, solusi sesungguhnya bukanlah tambal sulam aparat atau pengetatan pengawasan teknis semata. Yang kita butuhkan adalah sistem yang membentuk manusia bertakwa, yang takut berbuat zalim bukan karena kamera, tetapi karena Allah ï·». Semua ini hanya akan terwujud dalam sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh melalui institusi Khilafah Islamiyah.


Khatimah

Kasus pelemparan batu ke kereta bukan sekadar insiden kriminal, tetapi cermin dari rusaknya sistem yang memisahkan nilai moral dari kehidupan nyata. Selama sistem sekuler kapitalis masih menjadi fondasi, kejadian semacam ini akan terus berulang. Hanya sistem Islam-lah yang mampu menyelesaikan persoalan hingga ke akar: membangun manusia yang beriman, negara yang tegas, dan masyarakat yang saling menjaga.

Posting Komentar

0 Komentar