
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Sejak awal, saya sudah katakan Moeldoko bukanlah target utama Demokrat. Karena terlalu banyak yang bermain untuk menggoyang kepemimpinan demokrat, khusunsya dari lingkaran istana dan partai penguasa.
Namun Demokrat paham dan telah mengukur kapasitas politik Moeldoko, Eks Jenderal TNI yang tak memahami realitas politik. Moeldoko biasa menggerakkan kekuatan dengan komando, sementara politik tidak tunduk pada jalur komando, tetapi akan beredar mengikuti kekuatan narasi, opini, dan optimalisasi kekuatan jaringan, baik internal maupun lawan.
Dalam kasus perseteruan Demokrat dengan penguasa saat ini, saya harus jujur menyebut Moeldoko awam politik, tak siap dengan manuver politik lawan, dan membahayakan dirinya juga siapapun yang memiliki ikatan dengannya. Moeldoko tak mampu menghalau atau setidaknya mengkanalisasi serangan politik Demokrat.
Moeldoko, pada kondisi tertentu justru pasang badan. Padahal, dalam dunia politik komitmen 'Pasang Badan' adalah bunuh diri politik. Seorang politisi, sejatinya harus bisa menghindar, memutar, bahkan memukul lawan politik tanpa diketahui, atau meminjam tangan kekuatan politik lainnya, atau bahkan meminjam tangan lawan untuk memukul lawan lainnya.
Kegagapan Moeldoko menahan serangan 'isu kudeta partai Demokrat' dapat kita pahami dari sejumlah fakta sebagai berikut :
Pertama, pada mulanya Moeldoko menepis isu kudeta tetapi gagal membangun narasi dan opini yang membenarkan statemennya. Dalam perkembangannya, Moeldoko nampak semakin ditelanjangi dalam isu kudeta ini.
Pada kesempatan yang lain, Moeldoko justru mempertegas posisinya ada dalam pusaran 'Kudeta Demokrat', setelah Relawan pendukung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Pemuda Agus Sylvi akan mendeklarasikan dukungan kepada Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko untuk maju sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Calon Presiden dari Demokrat.
Terlepas gerakan ini dikendalikan Demokrat atau kubu lainnya, yang jelas hal ini justru mempertegas ambisi Moeldoko untuk nyapres. Tentu saja, narasi ini mempertegas simpulan Moeldoko 'biang kerok' kudeta Partai Demokrat.
Kedua, Moeldoko mencari perlindungan kepada istana dengan menyebut gerakan itu mendapat restu istana. Kontan saja, statement ini pasti dibantah istana meskipun benar adanya.
Karena merasa tak bisa 'berlindung dibalik istana', Moeldoko kemudian pasang badan. Meminta, tidak ada yang menggangu Jokowi. Narasi ini, sesungguhnya juga bagian dari meminta perlindungan istana.
Hanya saja, istana tak mau diseret lebih jauh. Kalau diminta memilih, istana akan siap memotong tangan Moeldoko dari jalur kekuasaan istana, dan mengganti KSTAF Kepresidenan (banyak yang ngantri jabatan ini), ketimbang berjibaku membela Moeldoko.
Istana Kepresidenan RI menegaskan tak akan menanggapi surat dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) soal dugaan keterlibatan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko dalam kudeta partai politik tersebut.
Menteri Sekretariat Negara Pratikno mengatakan alasan tak menjawab itu karena isu kudeta Demokrat adalah urusan internal partai.
"Kami rasa kami tidak perlu menjawab surat tersebut karena itu perihal dinamika internal partai, itu adalah perihal rumah tanggal internal Partai Demokrat," kata Pratikno dalam siaran Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (4/2).
Pernyataan Pratikno ini, menepis harapan Moeldoko yang sebelumnya ingin mencangkokkan isu politik yang menyudutkannya kepada istana. Moeldoko, harus menghadapi sendiri dan tak bisa melibatkan istana.
Ketiga, kegagalan mencangkokkan serangan politik Demokrat kepada istana, tak membuat Moeldoko mampu mengevaluasi strategi. Strategi 'berlindung' dengan mencangkokkan isu pada pihak lainnya, kini digelantungkan kepada Luhut Binsar Panjaitan.
Moeldoko akhirnya sebut nama Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan ketika ditanyai awak media soal kudeta Partai Demokrat pada konferensi persnya, Rabu (3/2/2021). Moeldoko mengatakan Luhut pernah didatangi oleh orang-orang Partai Demokrat.
Sikap Luhut Panjaitan akan sama persis dengan istana, pasti akan membantah. Pada akhirnya, Moeldoko akan kembali menghadapi serangan politik demokrat sendirian.
Saya kira, ketika sejumlah 'Harder Demokrat' seperti Andi Arief, Rachlan Nasidik, Jansen Sitendaon, kompak menyerang Moeldoko, bukan berarti tak mengetahui aktor lain dibalik rencana kudeta Partai Demokrat. Namun Demokrat, telah mengetahui dan memprediksi, bahwa Moeldoko adalah titik lemah istana, dan serangan terhadap Moeldoko akan merembet kepada aktor lain dibelakangnya.
Ibarat main bola karambol, pukul Moeldoko, bola akan liar, akan banyak bola tersentuh, dan sebagiannya masuk pada lobang target politik yang ditetapkan Demokrat. Mohon maaf Pak Moeldoko, sepertinya dalam kasus ini anda akan menjadi tumbal politik. [].
0 Komentar