CATATAN KECERDASAN RAKYAT MELIHAT KONDISI BANGSA, BERJUANG MELALUI KEKUATAN RAKYAT


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Sedih juga dengan adanya kasus orang melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan Presiden Jokowi ke Bareskrim Polri. Presiden itu kepala negara dan kepala pemerintahan. Kalau dia langgar hukum sudah ada aturannya di Undang-undang 45, yaitu diproses di DPR, ke MK dan MPR, bukan ke Polri via peradilan biasa,[Jimly Asshiddiqie, 28/2].

Saya termasuk yang berterima kasih dan memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya pada upaya yang dilakukan sejumlah elemen rakyat yang melaporkan Presiden Jokowi ke Bareskrim Polri sehubungan dengan aksi kerumunan di NTT. Sebab, langkah itu selain bentuk ketaatan pada hukum, dijamin konstitusi, juga merupakan langkah strategis jangka panjang untuk mendelegitimasi kekuasaan yang zalim.

Saya, pelapor, juga masyarakat juga paham, yakin se yakin yakinnya laporan pasti ditolak. Bukan karena kurang bukti, bukan karena unsur pidana tidak terpenuhi, bukan karena peristiwa yang dilaporkan bukanlah peristiwa pidana. Tapi sebabnya hanya satu, itu laporan dari kubu sini, bukan kubu Sono.

Kalau kubu sono yang lapor, soal mimpi saja jadi perkara, diterbitkan bukti laporan, terlapor diperiksa polisi. Padahal, orang awam pun tahu, mimpi itu bukan peristiwa. Apalagi peristiwa pidana. Tapi karena yang lapor kubu Sono, terbit juga tuh bukti lapornya.

Juga soal kenapa ke Bareskrim Polri bukannya ke DPR. Jimly Asshiddiqie tak usah mengajari rakyat, cara untuk memakzulkan Presiden sebagai konsekwensi pelanggaran yang dilakukan Presiden adalah melalui DPR dan berujung ke MK, dan dikukuhkan MPR, dengan mengaktifkan pasal 7A UUD 45. Tapi rakyat tahu, siapa itu DPR. Masak, mau melaporkan Perampok pada Penyamun ? Selama ini, DPR bukan lagi wakil rakyat, tapi satpam kekuasaan rezim.

Sudah banyak RUU atau Perppu yang berasal dari Presiden ditolak rakyat. Faktanya, DPR tetap ketok palu. DPR itu Lembaga Stempel Politik Eksekutif. Mau melapor ke lembaga model ini? Mimpi saja.

Kalau mau kontrol eksekutif, DPR juga tak butuh laporan rakyat. Langsung bersidang, buat rekomendasi pemakzulan Presiden, bawa perkata ke MK. Itu kalau DPR serius mau memecat Presiden.

Dari realitas politik itu, yang paling rasional itu bukan membawa perkara ke DPR. itu sama saja bunuh diri politik.

Pintu untuk memecat Presiden memang via DPR yang berujung ke MK. Namun, pintu untuk memaksa Presiden mundur itu via gerakan rakyat. Dan kuncinya, delegitimasi.

Dalam konteks itulah, laporan ke Bareskrim Polri yang meskipun ditolak, memiliki nilai delegitimasi tinggi. Fakta ini tidak bisa ditolak polisi maupun rezim.

Polisi bisa menolak menerbitkan laporan, Presiden bisa mengaktifkan seluruh kekuasaan untuk menutup kasus. Tapi, siapa yang mampu membendung delegitimasi?

Nah, untuk soal ini sepertinya Jimly sebaiknya belajar kepada rakyat. Belajar kepada para pelapor Jokowi, meskipun ditolak Bareskrim Polri. Mereka, lebih paham metode perubahan ketimbang Jimly. []

Posting Komentar

0 Komentar