IRJEN POL NAPOLEON BONAPARTE DIPIDANA 3 BULAN SETELAH HAJAR KACE!


Oleh: Nasrudin Joha
Aktivis Politik dan Hukum

"Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah." (Pasal 352 KUHP)

Setelah melakukan pemukulan terhadap Kace, Irjen Pol Napoleon Bonaparte membuat pernyataan. Yang menarik ada pada poin ke-2 (dua), Irjen Pol Napoleon Bonaparte mengatakan:

"Siapa pun bisa menghina saya, tapi tidak terhadap Allah ku, Al Quran, Rasulullah ï·º dan akidah Islam ku, karenanya saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apapun kepada siapa saja yang berani melakukannya"

Tindakan Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte ternyata memang disengaja, seperti yang diungkapkan Napoleon Bonaparte dalam surat terbukanya yang diterbitkannya. Dapat kita simpulkan sebagai berikut:

Pertama, Irjen Pol Napoleon Bonaparte langsung mengakui bahwa itu adalah perbuatan pribadinya, dilakukan secara langsung, dan dalam rangka pembelaan terhadap Nabi Muhammad ï·º. Perbuatan seperti ini secara pidana hanya termasuk tindak pidana penganiayaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 KUHP.

Dalam ketentuan Pasal 352 KUHP, pidana penjara hanya tiga bulan, karena hanya penganiayaan ringan.

Ancaman ini terbilang ringan dari tindakan Napoleon Bonaparte karena tindakan ini merupakan pesan tegas kepada Kace dan para penista lainnya yang melecehkan Nabi Muhammad ï·º. Sikap ini juga sedikit meredakan kemarahan masyarakat akibat perbuatan Kace dan gerombolannya.

Mengenai penganiayaan ringan, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasan Lengkapnya Pasal demi Pasal (hal. 246) menyatakan bahwa peristiwa pidana dalam Pasal 352 KUHP disebut sebagai “menganiayaan ringan”.

R. Soesilo memberikan contoh lebih lanjut seperti A Ditampar 3 kali di kepala B, B sakit (pijn) tetapi tidak jatuh sakit (ziek) dan mampu melakukan pekerjaannya seperti biasa, maka A melakukan “kekerasan ringan”.


Dampak kekerasan yang membuat korban tidak dapat melakukan pekerjaan seperti biasa tidak dapat dibuktikan. Hal itu karena status Kace sebagai narapidana yang saat ini tidak bekerja atau menjalankan tugas tertentu.

Artinya, penganiayaan terhadap Kace tidak dapat diancam dengan 8 (delapan) tahun penjara akibat penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP). Karenanya, proses hukum terhadap Irjen Pol Napoleon Bonaparte akan dianggap sebagai perkara ringan karena ancamannya hanya 3 bulan penjara.

Kedua, TKP penganiayaan terhadap Kace dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Mabes Polri. Artinya, menurut ketentuan Pasal 55 Ayat 1 Angka 1 KUHP, akan dipilih beberapa pihak sebagai pelaku kejahatan dan ikut serta dalam kejahatan itu.

Dan akan ada sejumlah saksi yang akan dimintai keterangan, di antaranya akan dapat ditetapkan sebagai tersangka pelaku tindak pidana penyerangan Kace. Kepala rutan dan penjaga yang bertugas maupun para tahanan semuanya diinterogasi dan semuanya harus pergi ke pengadilan.

Jika konstruksi politik berpengaruh bagi penegakan hukum terhadap Napoleon Bonaparte, kecil kemungkinan kasus ini akan berlanjut.

Jadi Napoleon Bonaparte, benar-benar memiliki ukuran yang pasti dalam tindakannya dan tidak berlebihan.

Ketiga, jika kasus ini dimajukan, institusi Polri akan dipaksa kehilangan kredibilitas dan reputasinya. Sebab, publik pasti akan bertanya, bagaimana bisa kejadian seperti itu terjadi di Rutan Bareskrim Mabes Polri?

Pada saat yang sama, Napoleon Bonaparte, mampu membangun legacy sebagai para pembela Nabi. Tindakan inilah setidaknya bisa menutupi stigma negatif 'koruptor' karena kasus Joko Zendra.

Keempat, kasus ini tentu akan memicu simpati publik terhadap umat Islam. Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte akan mendapat banyak dukungan di pengadilan karena dia memainkan peran pahlawan dalam kasus ini tidak seperti kasus Red Notice Joko S Tjandra.

Kasus tersebut juga bisa dimanfaatkan Napoleon sebagai sarana untuk mendapatkan dukungan dalam mengungkap siapa dalang dibalik kasus Red Notice Joko S Tjandra.

Ala Kulli Hal, terlepas dari analisis dan kesimpulan, jelas bahwa seluruh umat Islam sangat berterima kasih kepada Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte karena telah mengambil tindakan terhadap Kace. Pada saat ini umat Islam sangat gembira mendengar bahwa Kace telah dipermak oleh Napoleon Bonaparte.

Posting Komentar

0 Komentar