
[Sebuah Catatan Menjelang Peringatan G30S/PKI]
Oleh: Nasrudin Joha
Aktivis Politik dan Sejarah
Saat penulis berkunjung ke kediaman musisi Ahmad Dhani 24 September 2021, saat itu Punggawa Dewa 19 menunjukkan buku karya Fictor M. Fic berjudul: Kudeta 1 Oktober 1965 yang merupakan studi kajian tentang konspirasi membuat penulis sangat terkejut.
Di salah satu subbab buku itu, dibahas tentang perintah Sukarno untuk mengeksekusi sang jenderal. Kutipan dari teks buku itu berbunyi: "Setelah perintah pertama Presiden kepada Untung pada 4 Agustus untuk bersiap-siap membunuh jenderal-jenderal yang tidak loyal, disaksikan oleh Brigjen Sunaljo, niat Presiden dengan terus-menerus mengeluarkan perintah kepada Komando Tinggi membuat militer sangat berhati-hati. Sekitar 15 September di Istana Merdeka sekitar pukul 8, dia memerintahkan Brigjen Sunarjo untuk mengambil tindakan terhadap para jenderal..."
Penulisan buku ini menawarkan perspektif baru tentang gerakan pemberontakan yang disajikan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sebagai berikut:
Pertama, pemberontakan yang terjadi dalam G30S-PKI tidak murni diprakarsai oleh PKI, tetapi dilakukan atas perintah dan persetujuan langsung Presiden Sukarno sebagai Panglima Angkatan Darat, atasan Letnan Kolonel Untung, yang mengeksekusi sang jenderal.
Kedua, alasannya adalah ada beberapa dewan jenderal yang tidak sesuai atau tidak patuh pada Sukarno, yang dikhawatirkan akan melemahkan legitimasi Sukarno dan bahkan mungkin melakukan kudeta terhadap Sukarno.
Ketiga, kekhawatiran Sukarno tentang kemungkinan 'kudeta para jenderal' berdasarkan penilaian Sukarno atau upaya PKI untuk mempengaruhi dan meyakinkan Sukarno sebagai Presiden dan pemimpin Partai Nasionalis Indonesia dan promotor politik Nasakom bahwa potensi itu ada.
Karya-karya Fictor M. Fic memperkaya khazanah sejarah bangsa Indonesia dalam peristiwa G30S/PKI yang sejauh ini telah dihadirkan dalam 3 (tiga) edisi:
Pertama, G30S/PKI adalah gerakan pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI yang memanfaatkan kelemahan Sukarno yang melihat Jendral lainnya sebagai satu-satunya penghalang untuk memperoleh kekuasaan di Dewan Jenderal Angkatan Darat.
Oleh karena itu, eksekusi Dewan Jenderal dilaksanakan agar berhasil menuntaskan rencana kudeta dan mengambil alih kekuasaan dari Sukarno, bukan atas perintah Sukarno, melainkan atas prakarsa Partai Komunis Indonesia untuk memotong garis komando TNI.
Kedua, teori kuda merangkak yaitu dengan membuat peristiwa G30S/CPI adalah konspirasi Soeharto, menggunakan PKI sebagai kambing hitam untuk merebut kekuasaan dari Sukarno. Mengetahui rencana PKI, Suharto membiarkan dan memanfaatkan keinginan Sukarno untuk berkuasa.
Ketiga, G30S/PKI merupakan rancangan Soekarno untuk mengakhiri Dewan Jenderal Angkatan Darat yang berpotensi melemahkan kekuasaan Soekarno dengan memanfaatkan kekuatan PKI dan faktor militer penggerak PKI (Untung Cs).
Penulis belum dapat menguatkan salah satu teori dari tiga kemungkinan yang ada. Namun, secara fakta ideologi komunisme PKI memang mengadopsi cara-cara kekerasan dan senjata untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Komunis. Sebagai pemikiran, ketiga teori tentang peristiwa G30S/PKI ini secara logika masuk akal.
Hanya saja, pengetahuan baru tentang eksekusi para jenderal pada peristiwa G30S/PKI adalah atas perintah Soekarno sangat mencengangkan. Karena itu, segenap ahli sejarah perlu meneliti lebih lanjut tulisan Fictor M Fic ini.
Rasanya, penulis harus berdiskusi lagi secara intens dengan Prof Aminuddin Kasdi, Guru Besar Sejarah UNESA di Surabaya. Sepertinya, diskursus tentang pemberontakan PKI makin menarik menjadi topik ilmiah untuk didiskusikan.
0 Komentar