Oleh: Nasrudin Joha
Aktivis Politik dan Perubahan
"Saat menerima Eksepsi dari Terdugat yaitu dalam hal ini DPR RI, Pengadilan menyampaikan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tidak memiliki kewenangan dalam melakukan Sidang Perkara No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst"
Bisa jadi, saat ini seluruh gedung DPR di Senayan bersorak sorai karena gugatan rakyat terhadap DPR RI diputus dengan putusan luar biasa oleh majelis hakim. Hakim menyatakan bahwa rakyat tidak berhak menggugat DPR, tidak berhak menuntut agar DPR menjalankan fungsinya, dan tidak berhak mengajukan penyidikan, pertanyaan dan pendapat (HMP).
Semua anggota DPR RI boleh tersenyum bahkan tertawa melihat usaha rakyat di pengadilan gagal. Perasaan menang, dengan berani menyatakan kepada semua orang "Kami DPR, kami berkuasa, apa yang bisa Anda lakukan?"
Padahal, DPR RI itu digaji oleh rakyat, kalau tidak dipilih rakyat, tidak akan jadi pejabat. Semua fasilitas, hingga pakaian dalam yang mereka pakai, dibiayai APBN dari pajak rakyat.
Terlihat jelas bahwa kekuasaan ikut dimainkan. Surat Kuasa DPR tidak mensyaratkan adanya bukti, kehadiran dan sidang putusan pengadilan, tetapi putusan pengadilan memihak DPR, bukan orang yang menempatkan anggota DPR pada kekuasaan yaitu rakyat.
Dalam jargon Trias Politika, DPR adalah alat kontrol administratif, penyeimbang kekuasaan. Namun kenyataannya, DPR tak lebih dari alat stempel politik administratif, alat Jokowi untuk mempertahankan legitimasinya.
Masyarakat mengeluhkan ditipu Jokowi, masyarakat mengeluhkan kebijakan Jokowi, masyarakat mengajukan gugatan melalui pengadilan setelah banyak demo tidak didengar, namun tetap tidak digubris DPR. Legislatif “mengusir” orang dari ruang sidang dengan menyatakan hakim tidak berwenang mengadili kasus rakyat yang meminta DPR menjalankan fungsinya.
Perasaan rakyat terluka. Harapan untuk dibela, atau setidaknya keinginan mereka agar didengar tidak tercapai. DPR justru "membuang rakyat" agar perkara tidak sampai ke tahap pemeriksaan perkara pokok.
Kepada seluruh rakyat, seluruh bangsa Indonesia,
Kami telah melakukan yang terbaik selama enam bulan. Mulai dari mempertanyakan status hukum DPR, hingga berkali-kali ditipu omongan manis DPR di pengadilan.
Kepada seluruh rakyat, seluruh bangsa Indonesia,
Kami telah berada di sana, mengorbankan pikiran kami, energi kami, perasaan kami untuk keadilan, dan bahkan ada diantara kami yang diancam dan diintimidasi. Sampai akhirnya gugatan terhadap DPR RI dan Jokowi dementahkan pengadilan.
Padahal, ini adalah negara hukum. Ada banyak pengadilan, tapi keadilan hilang. Wakil Tuhan memang banyak, tapi penghakiman Tuhan sudah hilang dari negeri ini.
Pengadilan ibarat bangunan arogansi yang diselubungi jubah kesombongan, ketika rakyat meminta keadilan justru mendapatkan balasan kezaliman. Mereka para penguasa meminta tidak ada peradilan jalanan, tetapi rakyat yang meminta keadilan justru disuguhi Peradilan Sesat.
Kepada seluruh rakyat, seluruh bangsa Indonesia,
Kami berjanji kami tidak akan menyerah dan kami akan terus berjuang. Karena niat kita hanya untuk Allah, mencari keridhaan Allah ï·». Semangat inilah yang membuat kami terus melewati setiap kemunduran. Dukunglah kami dalam barisan dan terus berjuang.Kami akan mengingat peristiwa ini. Kami tidak mau lagi ditipu oleh Partai yang mengaku mewakili rakyat dalam pemilu. Demokrasi menunjukkan warna aslinya dalam situasi ini, mereka bukan wakil rakyat, tapi perpanjangan tangan oligarki.
Oligarki mendukung kebohongan dan tirani Jokowi. Para oligarki mendapat manfaat dari proyek kereta cepat dan pemindahan ibu kota negara. Sedangkan Rakyat?
0 Komentar