Oleh: Nasrudin Joha
Sastrawan Politik
Berkali-kali saya ingatkan, bukan KSP Moeldoko apalagi manuver Yusril Ihza Mahendra yang berbahaya. Gugatan yang Yusril untuk menguji apakah AD ART yang mengada-ada cukup untuk dikesampingkan.
Akan tetapi, yang berbahaya adalah jika kekuasaan mengintervensi secara proaktif atau pasif. Mahkamah Agung secara tegas menolak klaim Yusril bahwa tes AD ART partai itu karangan belaka. Sebab, ini adalah hal yang mengada-ada, bukan terobosan hukum.
Tapi klaim Yusril hanya bisa menjadi legitimasi jika ada campur tangan kekuasaan. Oh, itu dasar-dasarnya, kan? Seperti yang digugat Yusril? Padahal, apa yang diminta mungkin sudah ada. Padahal, putusan bisa saja sudah dicetak sebelum gugatan diajukan.
Intinya, Partai Demokrat harus mewaspadai trik birokrasi, trik PDIP, dan petinggi partai. Ingat! Tidak menutup kemungkinan Partai Demokrat akan HTI-kan.
Maksudnya itu apa?
Sebelum HTI dibekukan dengan bermodalkan Perppu dan SK pencabutan BHP HTI. Artinya, disini rezim secara aktif menindas HTI.
Bagi Partai Demokrat, rezim tidak perlu mencabut perintah pengesahan Partai Demokrat. Cukup KSP Moeldoko kubu Partai Demokrat mengeluarkan SK baru untuk mengesahkannya, dan Partai Demokrat di bawah pimpinan AHY tamat.
Ingat! Dulu, pihak Moeldoko tidak ditolak Kementerian Hukum dan HAM, tapi tidak dikeluarkan SK karena syaratnya tidak terpenuhi (tidak lengkap). Oleh karena itu, undang-undang dan Kemhan siap mengeluarkan surat keputusan kubu KSP Moeldoko dengan dalih “melengkapi persyaratan”.
Saat KSP Moeldoko menerima SK dari Kementerian Hukum dan HAM yang terjadi menjelang Pemilu 2024, kubu AHY bisa gigit jari. Bisa jadi terjadi "bedol deso" dan kader Partai Demokrat berbondong-bondong pindah ke KSP Moeldoko.
Pasalnya, KPU hanya akan mengakui ketetapan Kemenkumham, bukan ketetapan partai. Jika ada dua SK Kemenkum HAM dan SK Partai, KPU akan mengambil SK Keenkum HAM.
Menggugat SK Moeldoko percuma saja. Karena menjelang pemilu, semua orang fokus pada pemilu. Akhirnya Partai Demokrat akan bisa diambil alih oleh KSP Moeldoko.
Kalau begitu, Demokrat akan di-HTI-kan. Bedanya, untuk membungkam HTI Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan SK pencabutan BHP HTI.
Sementara untuk membungkam Partai Demokrat, rezim hanya memerintahkan Kemenkum HAM mengeluarkan surat keputusan yang mendukung kubu KSP Moeldoko. Pengakuan KSP Moeldoko terhadap Partai Demokrat sama saja dengan pembubaran Partai Demokrat.
0 Komentar