Oleh: Diaz Rebellion
Menurut kamus besar bahasa indonesia opini dengan penyebutan “opi-ni” memiliki makna pendapat; pikiran; pendirian. Beropini sendiri adalah bentuk penyaluran aspirasi seseorang kepada pihak lain dalam rangka menyampaikan pendapat atau pemikiran dengan harapan akan didengar terlepas respon pihak lain tersebut menolak ataupun menerima pendapat tersebut.
Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (selanjutnya disingkat UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum). Jaminan perlindungan hak kebebasan meyampaikan pendapat ini diatur secara umum dalam dua peraturan perundang-undangan tersebut. Perlindungan kebebasan berpendapat diatur secara spesifik dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”
Selain itu, kebebasan berpendapat ini juga ditegaskan kembali dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) yang menyatakan:
“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.”
Namun begitu kebebasan menyampaikan opini memiliki batasan mencakup nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara menurut pasal diatas.
Pembatasan tersebut sesuai dengan amanat pada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945:
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Akan tetapi pada saat ini para penguasa negeri ini diduga kuat sering menggunakan pembatasan kebebasan beropini dalam UUD 1945 sebagai legitimasi memberikan label untuk masyarakat yang kritis dengan kebijakan penguasa dengan narasi itoleransi, terorisme serta sering mendeskriditkan pribadi sang penyampai kritik dan tidak jarang berujung pada pemberian tekanan dan rasa takut.
Masih segar di ingatan kita tentang pembungkaman keritik mahasiswa yang dilakukan penguasa melalui tangan-tangannya yang menduduki posisi rektor, memanggil siapa saja mahasiswanya yang lantang mengkritik kebijakan penguasa, tidak lupa juga kasus penghapusan mural atau lukisan dinding pinggir jalan yang berisi keritik kepada penguasa yang mana pembuatnyapun diburu, selain itu banyak para alim ulama yang memiliki pemahaman bersebrangan dengan penguasa di kriminalisasi dengan berbagai macam dalih dan tuduhan juga masih melekat di ingatan kita kasus pembunuhan yang dilakukan aparat kepada anggota FPI di KM 50 dimana proses penegakan hukumnya terbilang ringan dan sangat tertutup dari publik.
Berbeda halnya jika pelaku ujaran kebencian berada dipihak penguasa mereka sangat sulit bahkan hampir tidak tersentuh hukum, begitupula jika yang melakukan kerumunan adalah anak atau ponakan dari penguasa seolah masyarakat harap maklum karena pelaku bukan ulama.
Segala tindakan penguasa dan aparat penegak hukum yang bersifat repfesif membuat orang-orang yang ingin menyampaikan opini dan kritik terkait keberlangsungan berbangsa dan bertanah air menjadi takut jika opininya bertentangan dengan kepentingan penguasa, karena hal tersebut dapat berdampak pada kehidupan mereka. Dilain sisi masih ada orang-orang yang tetap vokal menyuarakan kebenaran dan mengkritik kebijakan yang dinilai akan mengancam penghidupan masyarakat kedepannya. Mereka itulah orang-orang yang ikhlas berjuang untuk kebaikan tanpa pamrih dan tanpa nilai rupiah.
Kebaikan dan ke iklasan orang-orang kritis tersebut akan menjadi sia-sia jika masih berkecimpung dengan Demokrasi-Kapitalis-Sekulerisme karena sesungguhnya sumber dari segala permasalahan negeri ini berasal daripadanya, sedangkan Sosialisme-Komunisme-Materalisme juga bukan solusi atas masalah yang dialami negeri ini karena terbukti mengancam keberagaman dan kemanusiaan, hanya Islam solusi pasti sebagai Ideologi yang memayungi dunia dan terbukti selama 14 abad berhasil membawa kemajuan teknologi, menghilangkan kemiskinan dan menjaga alam sebagai sumber kehidupan manusia. [].
0 Komentar