SUDUT PANDANG MENGENAI KHILAFAH


Oleh: Nasrudin Joha
Sastrawan Politik

"Saya kira memberi nama jalan dengan nama tokoh atau pahlawan memang akan selalu berhadapan dengan dilema. Seseorang menjadi pahlawan atau menjadi pengkhianat, disukai atau dibenci, sangat tergantung kepada situasi politik pada suatu zaman. Andai ada nama Jalan DN Aidit pada zaman Orde Lama, hampir dapat dipastikan nama jalan itu akan diganti di zaman Orde Baru. Mohammad Natsir adalah “pemberontak PRRI” di zaman Orla dan Orba. Di zaman Orref (Orde Reformasi) beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Persepsi masyarakat selalu berubah seiring dengan perubahan zaman. Begitulah sejarah manusia…" [Yusril Ihza Mahendra]

Menarik membaca artikel Yusril Ihza Mahendra tentang masalah nama jalan yang bernama Mustofa Kemal Ataturk yang menjadi trending topik beberapa hari ini. Dalam artikel ini, selain kita dapat menemukan beberapa usulan untuk mengubah nama jalan menjadi nama beberapa tokoh, kita juga dapat melihat bahwa konteks narasi tentang Pahlawan atau Pengkhianat semua tergantung pada persepsi yang digunakan.

Bagi yang memuja sekularisme, pasti akan melihat Ataturk La'natullah sebagai bapak Turki "modern". Berbeda halnya jika dia seorang Muslim yang memegang teguh keyakinannya, yang pasti menggambarkan Ataturk sebagai pengkhianat, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ulama dalam menilai masalah ini.

Ataturk La'natullah adalah pengkhianat umat Islam yang menghancurkan Daulah Khilafah. Ataturk adalah agen Inggris musuh bebuyutan umat Islam yang telah berhasil menghapus sistem Islam dari muka bumi.

Persepsi ini akan sama selama umat Islam terikat dengan akidah Islam. Di masa lalu, para ulama Indonesia juga menanggapi malapetaka dari runtuhnya Daulah Khilafah dan berupaya membangunnya kembali.

Jejak hubungan nusantara dan khilafah bisa dilihat dalam film indah berjudul Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN). Dalam kedua versi JKDN tersebut kita dapat melihat hubungan yang erat antara Islam, Nusantara dan Khilafah.

Pejuang atau pemberontak, itu hanya soal keyakinan, persepsi, konteks sejarah dan kekuasaan.

Saat DN Aidit akan dieksekusi, dia memiliki kesempatan untuk mengajukan satu permintaan terakhir. Alih-alih bertobat, Adit memberikan pidato heroik tentang ideologi komunis yang diyakininya.

Adit mungkin merasa dirinya adalah seorang pejuang, seorang pejuang komunis yang harus berkorban untuk mempertahankan ideologinya. Namun bagi kami kaum muslim, Adit jelas seorang pemberontak yang meninggalkan luka sejarah bagi bangsa Indonesia.

Pendukung Adit juga memberikan gelar "Pahlawan" pada DN Adit dan menyalahkan umat Islam karena menghambat perjuangan Indonesia untuk menjadi negara komunis. Penulis berpendapat bahwa persepsi, kepercayaan, konteks sejarah, dan kekuasaan sangat berpengaruh dalam mendefinisikan apa artinya menjadi "Pejuang" dan "Pemberontak".

Hari ini, semua orang bisa menuduh para pejuang Khilafah sebagai ekstremis, radikal, atau bahkan teroris tak apalah. Para pembenci khilafah merasa berani dan jaya setelah mampu menumbangkan HTI (Ormas Islam Pemerjuang Khilafah) dengan mencabut BHPnya.

Namun, narasi ini hanya datang dari pemangku kekuasaan. Pada saat yang sama, masyarakat memiliki persepsi dan keyakinan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam. Persepsi dan keyakinan publik inilah yang memberikan gelar bagi siapa saja yang berusaha menegakkan Khilafah sebagai seorang pejuang.

Konteks sejarah dapat bergeser tergantung kearah mana pendulum kekuasaan akan diarahkan dalam membentuk persepsi dan keyakinan terkait ajaran Islam yaitu Khilafah. Ketika pendulum kekuatan politik berayun ke arah Islam, semua stigma negatif seputar Khilafah pasti akan sirna.

Perjuangan Khilafah sendiri tak akan hilang meski setelah BHP HTI dicabut. Bahkan saat ini semakin eksis dan mendapat tempat di hati masyarakat.

Bubarnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) tidak akan mengubah pandangan masyarakat terhadap HTI dan FPI menjadi buruk.

"Justru para anggota dari kedua ormas yang dibubarkan itu, saya amati masih banyak yang beraktivitas seperti biasa. Dan tak sedikit yang menuai simpati masyarakat," ujar Mu'ti (8/10).

Sudut Pandang Mengenai Khilafah

Melihat Khilafah sebagai solusi atau ancaman, tentu hal itu sangat terkait dengan persepsi dan keyakinan. Bagi yang memiliki keyakinan terhadap Islam, maka akan memandang Khilafah dari sisi Syariat dimana hal itu wajib untuk dapat mengatur kehidupan manusia, maka Khilafah akan dipersepsikan sebagai solusi dan jalan keluar dari berbagai problematika dan banyaknya masalah yang mendera negeri ini.

Sebaliknya, bagi yang meyakini sekulerisme atau komunisme, keduanya pasti akan melihat Khilafah sebagai musuh dan ancaman. Mengingat, kedaulatan Syara' yang menjadi doktrin Islam akan menggusur eksistensi kedaulatan rakyat dan kapital.

Persepsi dan keyakinan masyarakat tentang khilafah akan benar sebagai solusi, jika orang tersebut terus dipahami oleh dakwah. Misi dakwah harus dikomunikasikan dan teryus berulang agar keyakinan dapat tumbuh dan penerapan syariat Islam dapat terealisasi.

Hingga saat pendulum kekuasaan berpihak pada Islam dan Khilafah, maka tidak akan ada lagi yang mengancam para pejuang Khilafah, tidak ada yang akan menganggap mereka ekstrimis, namun seluruh umat akan memuji para pejuang Khilafah sebagai pahlawan umat.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [TQS. an-Nur: 55]

Posting Komentar

0 Komentar