Oleh: Chandri Aulia
Aktivis BMI Community Jabar
Setelah ramai diperbincangkan tentang pernikahan dini harusnya kita jeli dalam mengkritisi permasalahan yang ada. Pernikahan dini yang disebut masih di bawah umur dianggap sebagai masalah yang berdampak buruk bagi pelakunya baik dari sisi biologis maupun psikologis. Dari sisi umur, dianggap belum matang hingga rentan pernikahannya pada perceraian. Selain itu, pernikahan dini juga dianggap menghambat hak anak untuk tumbuh dan berkembang serta untuk mendapat perlindungan.
Berdasarkan data UNICEF, Indonesia berada pada urutan ketujuh di dunia dan menjadi kedua tertinggi di Asia Tenggara tentang kasus perkawinan anak. Berbagai cara dilakukan pemerintah dalam mengatasi kasus tersebut. Mengkampanyekan propaganda pencegahan nikah dini bahkan sampai membuat kebijakan pada sistem hukum di Indonesia, yaitu dalam UU Perlindungan Anak (UU No 23/2002) yang salah satu pasalnya melarang pernikahan anak di bawah umur sesuai definisi anak yang termaktub oleh UU, yakni seseorang yang masih di bawah usia 18 tahun. Parahnya pada pasal 26, orang tua diwajibkan untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak sampai usia 18 tahun.
Ironisnya saat ini, di Indonesia seks bebas di kalangan remaja dan anak-anak semakin merebak sampai menyasar pada tindak kekerasan seperti pemerkosaan anak oleh anak serta dampak lainnya, seperti kehamilan di luar nikah yang sebagian berujung pernikahan dini, serta kelahiran tidak diinginkan yang berujung aborsi atau penelantaran anak, hingga merebaknya prostitusi anak dan penyakit seksual menular di kalangan anak yang kasusnya juga terus meningkat.
Di Kota Cimahi, pasangan di bawah umur siswa SMP ditangkap Polisi setelah kedapatan membuang bayi hasil hubungan gelap. Pada Rabu (8/1/2020) warga di Kampung Leuweung Gede, RT 07/RW 11 Kelurahan Cibeureum, Kecamatan Cimahi Selatan geger penemuan mayat bayi di gudang rumah Umen (80). Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Cimahi, Iptu Mugiono menerangkan, pelaku perempuan berinisial MN, saat ini masih duduk di bangku SMP kelas 3 sama dengan pelaku laki-laki berinisial MN yang ternyata teman satu sekolah. (ayobandung.com, 9/1/2020)
Minimnya upaya yang dilakukan penguasa untuk penyelamatan kerusakan moral generasi. Pada media informasi dan dilonggarkannya dengan bebas sehingga memungkinkan teraksesnya produk pornografi dan pornoaksi. Ditambah sistem pendidikan dan pergaulan yang semakin dijauhkan dari aturan agama, memicu liberalisasi generasi.
Inilah akar masalah dari maraknya kasus akibat pergaulan bebas pada anak karena penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Kapitalisme menyuburkan pergaulan bebas. Bahkan di kalangan anak SD saja sudah mengenal istilah pacaran.
Pergaulan bebas meningkat namun pernikahan dini dilarang. Pemerintah hanya fokus dalam pencegahan pernikahan dini bukan pada akar masalahnya seolah-olah mengkambing hitamkan nikah dini. Selama ini pemerintah tidak pernah mengeluarkan aturan pelarangan pergaulan bebas, penyetopan media berbau pornografi dan pornoaksi, yang ada justru melegalkan aborsi sebagai solusi atas kehamilan, akibatnya pergaulan bebas semakin marak.
Larangan pernikahan dini dengan pembatasan usia 19 tahun tidak lain bertujuan untuk mengurangi populasi penduduk muslim. Karena pembatasan usia pernikahan minimal 19 tahun, akan mengurangi waktu untuk mempunyai keturunan dan merawatnya yang selaras juga pada gencarnya kampanye kesehatan reproduksi remaja dengan klaim dampak buruk dari kehamilan di usia dini.
Dalam industri kapitalisme, pencegahan pernikahan dini memiliki tujuan lain yang relevan pada kepentingan ekonomi kapitalis, yaitu upaya mendorong pemuda bersekolah dan masuk dunia kerja sebagai pekerja di sektor industri.
Islam tidak melarang pernikahan dini. Hukum asal menikah adalah sunnah. Namun, hukum ini dapat berubah menjadi hukum lain, seperti wajib atau haram, sesuai keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah. Jika seseorang hanya dapat menjaga kesucian (iffah) dan akhlaknya dengan menikah, makan hukum menikah menjadi wajib baginya. Sebab, menjaga iffah dan akhlak adalah wajib atas setiap muslim. Begitu pula jika menikah sebagai solusi menjauhkan anak-anak muda dari zina untuk menjaga kehormatan mereka, maka Islam mendorong anak-anak muda tersebut untuk menikah.
Islam adalah ajaran yang sempurna. Segala aspek kehidupan diatur tanpa ada kecacatan sedikit pun. Karena Islam bersumber dari Yang Maha Sempurna. Termaktub dalam al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
الْÙŠَÙˆْÙ…َ Ø£َÙƒْÙ…َÙ„ْتُ Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينَÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َتْÙ…َÙ…ْتُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù†ِعْÙ…َتِÙŠ Ùˆَرَضِيتُ Ù„َÙƒُÙ…ُ الْØ¥ِسْÙ„َامَ دِينًا
...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu... (TQS. Al-Maidah [5] : 3)
Islam mangatur pernikahan, penyelamatan generasi dari berbagai bentuk kemaksiatan. Sabda Nabi Muhammad saw., “Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu, hendaknya menikah, sebab menikah itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.” (HR Bukhari dan Muslim) (HSA Al Hamdani, 1989, Risalah Nikah, hal. 18). Hadits tersebut mengandung seruan menikah untuk pemuda, tidak menjadi seruan wajib, melainkan seruan sunnah.
Menikah dini sama saja dengan menikah, hanya saja dilakukan pada usia muda. Dalam pernikahan, baik di usia muda ataupun tua yang terpenting adalah bagaimana mempersiapkannya. Tinjauan fiqih kesiapan menikah secara umum diukur dengan 3 (tiga) hal: kesiapan ilmu, kesiapan materi/harta, dan kesiapan fisik.
Islam telah mengupayakan preventif untuk terjadinya gejolak gharizah nau' (naluri berkasih sayang) di era digitalisasi yang sangat mudah diakses. Sistem islam mengatur ketakwaan individu dengan aturan menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan, menjaga pandangannya, menjaga kemaluannya. Kemudian dalam ranah sosial bermasyarakat islam pun mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, pelarangan media dalam menyuguhkan konten-konten berbau syahwat dan lain sebagainya. Tentu di kontrol oleh negara yang memiliki kekuatan dalam mengatur aturan Islam secara kaffah. Kekuatan penerapan hukum Islam dibangun atas kesadaran negara dalam menjalankan syariat Islam. Dengan begitu, permasalahan yang muncul dapat terselesaikan secara tuntas berdasarkan hukum Allah swt. Wallahu a'lam bi showwab

0 Komentar