Oleh : Yusseva, S.Farm
Baru-baru ini, Pusat Studi Gender dan Anak IAIN Ponorogo menyelenggarakan bedah buku “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” secara daring pada Jum’at, (5/11) . Buku tersebut ditulis oleh Yulianti Muthmainnah, M.Sos selaku karya aktivis dan pemerhati perempuan dan anak.
Diskusi kali ini dilakukan secara hybrid dengan narasumber yang pusparagam, mulai dari lintas keilmuan, lintas generasi hingga lintas agama. Pada diskusi ini PSIPP ITB-AD Jakarta dan Lazismu bekerja sama dengan Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah Kota Sungai Penuh, Jambi. Secara hybrid, karena diskusi ini menjadi pembuka bagi Musyawarah Cabang IMM Kota Sungai Penuh, Jambi yang dihadir lebih dari 100an orang di Aula IMM. (Republika.co.id)
Dalam sambutannya, Yulianti Muthmainnah, selaku Ketua PSIPP ITBAD Jakarta dan penulis buku, memastikan dan mendorong fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah berpihak pada perempuan. Begitu juga mendorong lembaga-lembaga keagamaan, lembaga-lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa, bisa membahas dan mengeluarkan fatwa supaya zakat bisa dialokasikan, dan bisa diberikan kepada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Berkaitan dengan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, kata Nevey V. Ariani (Direktur Posbakum ‘Aisyiyah), masuk ke dalam kategori riqob atau orang-orang yang teraniaya. Ia mengingatkan supaya tidak memaknai konsep riqab secara tekstual. Sungguh sangat disayangkan, negeri muslim dituntun mengkritisi ajaran agamanya sendiri bahkan menafsir ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah sesuai perpekstif moderasi yang mengatasnamakan kemaslahatan manusia.
Jika kita cermati, maka sesungguhnya pembahasannya berkaitan erat dengan 3 (tiga) hal, yaitu pertama, tentang tanggung jawab negara ketika marak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kedua, tentang pendistribusian zakat atau dalam istilah fikih dikenal dengan istilah mustahik zakat atau orang yang berhak menerima zakat. Ketiga, korban kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk kategori riqob.
Jika kita telusuri bagaimana negeri ini mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, beragam undang-undang yang dilahirkan untuk menyolusi kekerasan seolah tidak ada ujungnya, berliku dan menjemukan. Bahkan penguasa seolah lepas tangan terhadap nasib korban kekerasan yang secara mental membutuhkan recovery. Inilah kebobrokan system Kapitalis sekuler yang diadopsi Indonesia sehingga pemerintah lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai pelindung rakyat.
Berbeda halnya dengan Islam, penguasa dalam Islam (khalifah) berfungsi sebagai pelindung rakyatnya, sebagaimana Hadits Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari- Muslim).
Oleh karena itu, Khalifah akan menetapkan kebijakan tertentu yang bersandar pada hukum-hukum Allah SWT sebagai upaya preventif dalam melindungi dan memuliakan perempuan, bukan sebaliknya menjadikan perempuan dan anak sebagai barang komoditas/budak yang bisa diperjual belikan.
Terkait pendistribusian zakat. Ia memiliki aturan yang jelas tentang siapa yang berhak menerimanya sebagaimana telah dirincikan Al-Qur'an ke dalam delapan ashnaf penerima zakat (Q.S. At-Taubah [9]: 60). Yang artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana."
Zakat merupakan salah satu aktivitas ibadah yang pengaturannya bersifat tauqifiy ‘apa adanya’ sebagaimana yang disebutkan dalam nash, baik Al-Qur'an dan as-Sunah, atau sebagaimana apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurangi. Termasuk dalam hal pendistribusiannya.
Jadi selain mereka tidak boleh menerima zakat. Baitulmal hanyalah tempat penyimpanan harta zakat, untuk kemudian didistribusikan kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Akan tetapi mengenai pemanfaatannya, semuanya tetap menjadi hak bagi mustahiq mau diapakan harta zakat yang menjadi haknya.
Terakhir yang mengkategorikan korban kekerasan termasuk riqob. Riqob merupakan salah satu mustahiq zakat yang dimaknai secara khusus yaitu memerdekakan budak, budak di sini diartikan sebagai mereka yang menjadi tawanan akibat perang yang dibenarkan secara syariat atau mereka yang merupakan keturunan budak pula.
Demikianlah, telah sangat rinci Islam menjelaskannya terkait masalah zakat. Upaya yang harus kita lakukan hari ini tidak cukup hanya menunaikan zakat dengan tepat dan benar saja, tetapi berupaya keras dan berjuang sungguh-sungguh agar syariat Islam bisa tegak secara kaffah dalam institusi Khilafah Islamiyah ‘ala manhaj kenabian. Sehingga permasalahan apapun tidak terkecuali kekerasan terhadap perempuan dan anak akan terselesaikan secara tuntas. [].
Wallahu ‘alam bisshowab
0 Komentar