KOTA YANG LAYAK ATAU NEGARA YANG LAYAK


Oleh: Irohima

Saat penghargaan “Kota Layak Anak” menjadi tolok ukur sebuah keberhasilan ataupun kesuksesan sebuah daerah, maka wacana terkait program menjadikan sebuah tempat agar layak kemudian makin diangkat dan dijadikan prioritas pembangunan di tiap daerah. Namun benarkah keberhasilan meraih predikat Kota Layak Anak berbanding lurus dengan kondisi anak-anak saat ini?

Kota Layak Anak atau KLA merupakan kota yang mampu merencanakan, menetapkan, serta menjalankan seluruh program pembangunan dengan orientasi hak dan kewajiban anak. Di tahun 2022 ini, dalam penghargaan KLA, sebanyak delapan kabupaten/kota telah meraih penghargaan kategori utama. Diantaranya Kabupaten Siak, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Sleman, Kota Probolinggo, Kota Surabaya, Surakarta, Yogyakarta dan Denpasar. Keberhasilan kota-kota ini telah memotivasi daerah lain untuk memprioritaskan pembangunan demi mewujudkan Kota Layak Anak. Terdapat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2021 terkait kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa Kebijakan KLA bertujuan untuk mewujudkan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Seiring gencarnya upaya pemerintah provinsi maupun daerah mendorong terwujudnya Kota Layak Anak di daerahnya masing-masing, kita juga dihadapkan pada fakta bahwa kasus kekerasan yang menimpa anak justru makin meningkat akhir-akhir ini. sebut saja kasus remaja putri NAT (15 Tahun) yang mengaku disekap dan menjadi korban eksploitasi seksual anak dibawah umur dengan dijadikan sebagai pekerja seks komersial selama 1,5 tahun (REPUBLIKA.CO.ID). Kasus kekerasan serupa juga terjadi di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Saat ini Lembaga Save the Children tengah melakukan pendampingan terhadap 32 kasus kekerasan terhadap anak dan 28 kasus kekerasan terhadap perempuan. Manager Save the Children wilayah Sumba, David Walla mengatakan bahwa kasus kekerasan terhadap anak didominasi kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Modus kejahatan ini pun beragam, mulai dari korban yang mulanya ditawari kerja dengan iming-iming gaji besar, korban yang dijebak dengan dalih hutang hingga korban yang awalnya diculik lalu disekap kemudian diancam serta diintimidasi.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah mencatat bahwa sepanjang tahun 2021 terdapat 11.952 kasus kekerasan anak yang terdata oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni). Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai sekitar 7.004 kasus. Kementerian PPPA juga mencatat ada 8.478 kasus kekerasan terhadap perempuan dimana 1.272 diantaranya adalah kasus kekerasan seksual (Kompas.com).

Banyaknya jumlah kasus yang terdata belum termasuk dengan kasus yang tidak dilaporkan dan ini menunjukkan bahwa kita tengah dihadapkan dengan persoalan yang begitu kompleks dan membutuhkan penyelesaian yang benar-benar solutif. Berbagai kebijakan yang diterapkan selama ini terbukti tak mampu mengatasi kasus kekerasan yang menimpa anak. Alih-alih menekan angka pertumbuhan kasus, yang terjadi malah sebaliknya, makin banyak bermunculan kasus baru dengan varian yang beragam.

Menjamin hak-hak rakyat, memberi kesejahteraan dan memberi perlindungan kepada warganya merupakan tanggung jawab negara sepenuhnya. Kasus kekerasan terhadap anak yang semakin hari semakin meningkat telah mengindikasikan bahwa negara telah abai dan gagal dalam melindungi anak serta mandulnya berbagai program pemberian jaminan sistem dan lingkungan yang dibutuhkan anak. Abai dan gagalnya negara dalam memenuhi kewajibannya mengurus umat adalah pengaruh ideologi Kapitalisme-Neoliberalisme yang dianut negeri ini dan juga banyak negara lainnya. Sistem Kapitalisme-neoliberalisme yang berasas sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya sekedar ritual ibadah bukan sebagai pedoman hidup apalagi sebagai solusi berbagai problematika kehidupan.

Kehidupan ala sekularisme akan berdampak buruk bagi kehidupan bangsa. Tak dipakainya agama dalam ranah kehidupan akan membuat negara dan masyarakat menjadi miskin akan nilai kemanusiaan, miskin moral dan akhlaq, miskin empati dan banyak terlahir individu-individu yang tak tahu diri. Ditambah lagi dengan kebijakan yang tak tepat membuat persoalan kekerasan ini seperti jalan di tempat. Kondisi masyarakat yang minus akan nilai-nilai sosial dan agama, kemudian diperparah dengan kemiskinan yang melanda menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan anak-anak dan remaja. Kejahatan akan tercipta dalam kondisi kelaparan. Anak-anak dari keluarga miskin rawan dieksploitasi sebagai buruh dengan upah murah meriah, atau menjadi korban traficking.

Berbeda dengan Kapitalisme-Neoliberalisme yang justru sering berpotensi menempatkan anak dalam kondisi bahaya, Islam justru memposisikan anak-anak sebagai kelompok rakyat yang diberi perlakuan yang sangat layak dan manusiawi. Islam tak hanya mewajibkan seorang anak dinafkahi oleh ayahnya hingga mandiri, namun Islam juga mewajibkan negara untuk memberi jaminan kebutuhan hidup, melindungi anak-anak dari segala bentuk tindak kejahatan, hingga menyelenggarakan pendidikan yang terjangkau bahkan gratis bagi setiap anak.

Sistem perekonomian dalam Islam akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, memberikan jaminan kesejahteraan yang kelak akan mampu menutup celah terjadinya kejahatan yang disebabkan kemiskinan. Khususnya kejahatan terhadap anak-anak. Islam juga akan memberi perlindungan menyeluruh kepada rakyatnya hingga bukan hanya terbatas pada sebuah kota yang layak namun sebuah negara yang sangat layak untuk jadi tempat bernaung dan berlindung.

Anak-anak bukan sekedar harapan orang tua dan negara untuk menjadi generasi penerus cikal bakal pengukir peradaban, tapi lebih dari itu, anak adalah amanah dari Allah ï·» yang dipercayakan pada kita untuk menjaga dan mendidiknya. Dan untuk itu, kita butuh sistem yang paripurna dalam periayahan umat khususnya anak-anak. Dan Islam adalah satu-satunya solusi yang mumpuni untuk mengatasi segala persoalan ini. Hanya dengan Islam kita dapat melindungi mereka, dan hanya dengan Islam juga kita dapat mempertanggung jawabkan amanah yang kelak akan ditanya oleh Allah ï·».

Posting Komentar

0 Komentar