
Oleh: Diaz
Penulis Lepas
Kasus bunuh diri semakin marak, terhitung dari awal tahun 2023 Polri telah menangani 1.680 kasus penemuan mayat dan 451 aksi bunuh diri di seluruh Indonesia. Menurut data Kepolisian kasus tersebut mengalami peningkatan dari Januari hingga April 2023.
Polri mencatat penindakan terhadap kasus bunuh diri mencapai 451 kasus. Bila dirata-ratakan, sejak awal 2023, setidaknya 3 orang melakukan aksi bunuh diri setiap hari, menurut data dari DORS SOPS Polri Januari hingga Mei 2023.
Kasus terbaru terjadi di Tangerang Selatan, seorang pria ditemukan meninggal dunia usai melompat dari atas flyover Ciputat, Selasa (8/8). Menurut Kapolsek Ciputat Timur Kompol Agung Nugroho dari hasil penyelidikan sementara korban diduga melakukan aksi bunuh diri dengan cara melompat dari atas flyover.
Depresi, penyumbang angka bunuh diri
Kasus bunuh diri biasanya dilatar belakangi akibat depresi yang berasal dari empat sumber:
Pertama, diri sendiri. Individu yang memiliki pandangan hidup keliru, cenderung materialis dan sekular, jauh dari tuntunan agama, serta menjadikan harta dan jabatan sebagai tujuan hidupnya akan cenderung mudah mengalami depresi. Depresi terjadi biasanya ketika ia gagal mencapai apa yang diinginkannya, sementara pada saat yang sama, kesabaran dan ketakwaannya kepada Allah ﷻ lemah.
Kedua, keluarga yang tidak harmonis, broken home, dan kurang tertata. Kondisi keluarga yang seperti itu merupakan tekanan bagi para penghuninya. Alih-alih “rumahku surgaku”, justru menjadi, “rumahku nerakaku”. Tak ada orang yang hidup tenang, tenteram, damai dan bahagia dalam ‘neraka’ keluarga.
Ketiga, masyarakat yang cenderung tidak peduli, individualis, dan apatis terhadap lingkungan sosial sebagai konsekuensi logis dari paham individualisme. Parahnya lagi di tengah masyarakat timbul kelompok maupun informasi media yang justru menanamkan bibit-bibit depresi. Rangsangan-rangsangan untuk menjadi kaya, kehidupan yang serba enak tanpa kerja keras, kebahagiaan yang seolah hanya akan di dapatkan di dunia, dan kehidupan serba instan yang terus dihidupkan di masyarakat merupakan bibit lain munculnya depresi sosial.
Keempat, negara yang tidak peduli terhadap masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan beban hidup masyarakat lainnya. Kebijakan negara yang membebani rakyat seperti biaya sekolah yang semakin tinggi, harga BBM dan listrik terus naik, dan penggusuran merupakan faktor pemicu lain depresi sosial.
Islam menjadi solusi
Dalam islam persoalan individu tidak akan serta merta dibebankan pada individu itu sendiri sehingga dapat memicu depresi dan menjadi sebab seseorang melakukan bunuh diri, tidak seperti kehidupan saat ini ketika Demokrasi-Kapitalis berkuasa dimana beban hidup ditanggung oleh masing-masing orang tanpa adanya kontrol negara sebagai pengayom masyarakat.
Islam adalah agama yang sempurna dimana segala aturan dalam islam menjadi solusi setiap permasalahan dalam kehidupan manusia jika diterapkan secara totalitas (kaffah) tanpa pilih dan pilah hukum. Dalam mencegah terjadinya depresi, islam memiliki empat mekanisme pencegahan, yaitu:
Pertama, solusi individu. Pada zaman Jahiliah, orang-orang yang ditinggal mati oleh saudaranya suka menunjukkan gejala depresi/stress. Rasulullah ﷺ mengarahkan umatnya untuk tidak berbuat seperti itu. Beliau bersabda:
ليس مِنَّا من ضرب الْخُدُودَ، وشَقَّ الْجُيُوبَ، ودعا بِدَعْوَى الجاهلية
“Tidaklah termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, menyobek-nyobek baju, dan menjerit-jerit seperti jeritan orang Jahiliah”. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Nabi ﷺ juga mencela sikap hidup hedonistik dan materialistik yang menyebabkan manusia hanya mengejar kehidupan dan kesenangan dunia, yang jika tidak tercapai, dapat menimbulkan depresi sosial.
Walhasil, Rasulullah ﷺ selalu menanamkan pandangan hidup yang sahih dan lurus, yakni pandangan hidup Islam yang didasarkan pada akidah Islam; “menanamkan bahwa kebahagiaan hidup adalah diperolehnya ridha Allah, bukan dicapainya hal-hal yang bersifat duniawi dan material, karena semua itu bersifat sementara”.
Penanaman pikiran dan pemahaman seperti ini dilakukan melalui pembinaan baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Oleh sebab itu, setiap orang harus ‘memaksa’ dirinya untuk terus mengkaji Islam secara tepat; “bukan untuk kepuasan intelektual, melainkan untuk diyakini, dihayati, dan diamalkan”.
Dengan pengamalan tersebut ia akan menjadi orang yang memiliki keyakinan teguh, cita-cita kuat, tawakal hebat, dan optimisme tinggi; zikirnya rajin, sholatnya khusyuk, dan ibadah lainnya melekat dalam dirinya; “perjuangan dan pengorbanannya untuk Islam pun membara. Ia akan berbuat di dunia dengan keyakinan Allah ﷻ akan menolongnya, kesulitan dipandang sebagai ujian hidupnya, dan pandangannya jauh tertuju ke depan (akhirat)”.
Dia berbuat di dunia untuk mencapai kebahagiaan hakiki, yaitu rido Allah ﷻ. Jika ini dilakukan niscaya seseorang akan terhindar dari depresi.
Kedua, solusi keluarga. Betul, depresi tidak selalu terjadi pada keluarga yang berantakan. Ada juga orang yang berasal dari keluarga baik mengalami depresi. Namun, secara umum keluarga yang tak tertata berpeluang lebih besar melahirkan masyarakat yang depresi.
Allah ﷻ Mahatahu terhadap karakteristik manusia yang diciptakannya. Dia adalah Zat Yang Maha lembut yang menurunkan konsep keluarga islami, harmonis, serta jauh dari hal-hal yang dapat merusak pondasi dan pilar-pilar keluarga sehingga terbentuk keluarga yang ‘sakînah, mawaddah, wa rahmah’.
Dalam konteks keluarga ini, hubungan suami-istri dalam rumahtangga bukanlah hubungan antara tuan dan pekerjanya, tetapi hubungan yang saling bersahabat dan saling menolong satu sama lain. Allah ﷻ berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]: 187).
Realitas pakaian memiliki dua fungsi:
- Keluar: sebagai penutup;
- Ke dalam: sebagai pelindung.
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Kemunculan depresi di tengah keluarga merupakan isyarat adanya masalah dalam keluarga tersebut, khususnya suami dan istri, di samping anggota keluarga lainnya. Allah ﷻ memerintahkan agar kita menjaga keluarga kita:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim [66]: 6).
Ketiga, solusi masyarakat. Nabi ﷺ telah menggambarkan masyarakat seperti sekelompok orang yang mengarungi lautan dengan kapal.
Dari An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi ﷺ bersabda,
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا ، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا . فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا ، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, 'Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.' Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari No. 2493).
Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh anggota masyarakat terhadap kehidupan masyarakat secara umum. Masyarakat yang para anggotanya mengembangkan bibit-bibit depresi, jika dibiarkan, akan melahirkan masyarakat yang depresi.
Sebaliknya, warga masyarakat yang menumbuh suburkan kebaikan akan mewujudkan masyarakat yang juga baik. Oleh sebab itu, agar masyarakat memiliki daya tahan dalam menghadapi depresi/stress sosial harus ada upaya untuk menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial, menciptakan atmosfir keimanan, serta mengembangkan dakwah dan amar makruf nahi mungkar. Masyarakat Madinah pada zaman Nabi ﷺ merupakan contoh ideal untuk hal ini.
Para sahabat, baik Muhajirin maupun Anshar, bahu-membahu dan saling mengasihi satu sama lain. Rasulullah ﷺ mempersaudarakan mereka dan menanamkan sikap saling membantu dalam kekurangan di antara sesamanya. Nuansa keimanan begitu dominan baik di pasar Madinah, kebun-kebun kurma, dan tempat berkumpul lainnya.
Mereka juga saling mengajak berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran. Masyarakat saat itu menyatu menjadi masyarakat dakwah. Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَتَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً. المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَاهُنَا -وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ. كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim No. 2564)
Keempat, solusi negara/pemerintah. Pemerintah memiliki peran yang cukup besar dalam menciptakan depresi atau tidak di tengah-tengah masyarakat.
Sebab, tanggungjawab dan wewenang mengurusi rakyat ada pada negara. Baiknya manusia bergantung pada baiknya ulama dan penguasa. Sebaliknya, rusaknya manusia bergantung pada rusaknya ulama dan penguasa. Inilah yang disinggung oleh Imam al Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ Ulumuddin, juz 2, hal.357:
ففساد الرعايا بفساد الملوك وفساد الملوك بفساد العلماء وفساد العلماء باستيلاء حب المال والجاه ومن استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على الأراذل فكيف على الملوك والأكابر
“Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapa saja yang digenggam oleh cinta dunia, niscaya tidak mampu mengoreksi (melakukan hisbah) terhadap (masyarakat kelas) rendah, bagaimana mungkin dia dapat mengoreksi penguasa dan para pembesar.”
Pada mulanya, pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan manusia merupakan tugas individu itu sendiri dengan cara bekerja. Jika ia tidak dapat memenuhinya maka negara wajib menyediakannya. Islam telah menetapkan aturan dari Allah ﷻ yang wajib dilakukan oleh pemerintah demi terwujudnya kedamaian dan kesejahteraan masyarakat sehingga terhindar dari gejala depresi sosial.
Dalam islam pemerintah wajib menjamin terpenuhinya segala kebutuhan pokok setiap individu masyarakat, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, dan rasa aman.
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Telah menceritakan kepada kami (Ismail) Telah menceritakan kepadaku (Malik) dari (Abdullah bin Dinar) dari (Abdullah bin Umar) radliallahu 'anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda: “ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari No. 6605)
Selain itu, negara wajib membina masyarakat dengan akidah Islam melalui sistem pendidikan Islam, mengatur media massa hingga tidak menyebarkan budaya hedonistik dan materialistik yang bersumber dari ideologi kapitalisme atau sosialisme; menerapkan hukum-hukum Islam secara total (kaffah), serta mencampakkan akidah dan sistem kehidupan yang materialis dan sekuler. Hanya dengan sikap tegas dari penguasa untuk melakukan hal tersebut deprsei sosial dapat dicegah. Walahuallam.

0 Komentar