
Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Pemilu 2024 sebentar lagi akan dilaksanakan, hubungan agama dan politik kembali dipersoalkan. Menag Yaqut Cholil Qoumas menyerukan kepada masyarakat agar tidak memilih calon pemimpin yang pernah memecah belah umat. Dan menghimbau juga untuk tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan.
Tak lupa juga dia mengingatkan agar masyarakat tidak tertarik kepada pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan dalam pemilu mendatang.
Pernyataan Menag ini bisa menyesatkan umat karena menuduh Islam sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Seakan-akan Islam tidak boleh hadir dalam politik karena akan menjadi alat politik semata. Ini menunjukkan politik yang sekuler, yaitu mengusir agama dari panggung politik.
Akibatnya umat menjadi takut dan alergi untuk mengusung Islam dalam aktivitas politik.
Terjadi stigmatisasi terhadap Islam politik sehingga terbentuk citra negatif tentangnya, mulai dari radikal, fundamentalis hingga teroris. Umat pun menjadi takut terhadap Islam politik. Akibatnya, politik berjalan tanpa spirit agama, yakni menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.
Mirisnya, politik sekuler inilah yang dipraktikkan hari ini. Para politisi di gedung parlemen telah mengambil alih kewenangan Allah ï·» untuk membuat aturan bagi manusia. Al-Qur’an dan Sunah ditinggalkan dan diganti dengan undang-undang buatan manusia.
Politisi yang menjadi penguasa juga menerapkan hukum kufur buatan manusia, bukan hukum Islam. Politik sekuler inilah yang mereka anggap tidak memperalat agama. Padahal ini adalah praktik politik sekuler.
Sementara itu, fakta di masyarakat menunjukkan hal yang sebaliknya. Di satu sisi para politisi sekuler enggan mengusung Islam politik, tetapi di sisi lain, pada saat menghimpun dukungan umat, mereka tampil islami.
Disini tanpak bahwa pada hakikatnya yang ditolak oleh para politisi sekuler itu adalah Islam politik, yaitu Islam yang utuh alias kaffah.
Nasib Islam di dalam sistem demokrasi sekuler hanya menjadi aksesori alat pencitraan bagi politisi sekuler untuk membohongi dan membodohi umat, seolah-olah sang calon pemimpin adalah sosok yang saleh. Nyatanya, setelah duduk di kursi kekuasaan, Islam akan mereka campakkan. Tidak hanya itu, pendakwah Islam kaffah mereka tuduh sebagai kelompok radikal yang harus dikriminalisasi.
Sejatinya, Islam tidak terpisahkan dari politik. Politik adalah salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Islam. Politik Islam dibangun di atas asas akidah Islam. Politik Islam bertujuan untuk melaksanakan Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri. Hakikat politik Islam adalah pengurusan urusan umat berdasarkan kesahihan dan keadilan Islam.
Islam telah menjadikan politik (siyasah) sebagai sarana untuk mewujudkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Bagi umat Islam, politik adalah bagian dari aktivitas dakwah. Modal utama politik Islam adalah kebenaran yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah, bukan aksesori dan manipulasi.
Rasulullah ï·º telah mencontohkan praktik politik Islam. Beliau mengurusi seluruh urusan manusia dengan syariat Islam, berinteraksi dengan kaum kuffar, mengungkap rencana buruk mereka, serta mengadopsi berbagai kemaslahatan umat. Inilah praktik riil Islam politik.
Ketika akidah Islam menjadi asas politik, politik akan berjalan dengan benar dan membawa kemaslahatan. Adapun persepsi bahwa ketika Islam hadir dalam politik akan membawa kerusakan dan keburukan, itu merupakan persepsi salah yang dibentuk barat melalui tipu daya mereka.
Umat Islam harus menjadi bagian dari politik
Adapun tujuan aktivitas politik umat Islam adalah untuk menegakkan Islam, yakni mewujudkan kehidupan Islam dengan penerapan syariat di dalam negara Khilafah. Kekuasaan bukan menjadi tujuan, melainkan wasilah untuk menerapkan Islam. Dengan demikian, yang harus kita lakukan adalah islamisasi politik, yaitu menjadikan aktivitas politik umat adalah untuk Islam, dan melaksanakan aturan Islam secara Kaffah disetiap lini kehidupan.
Tentu saja hal ini hanya dapat terwujud didalam lingkungan Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahualam bissowab

0 Komentar