DIKIRA SUHU TERNYATA CUPU


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Dilansir dari republikaco.id, 25 Oktober 2023, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menegaskan bahwa serangan Israel terhadap rakyat di Palestina bukan lagi sebuah tindakan bela diri dari kelompok militan Hamas Palestina, namun sudah mengarah pada genosida. “Dunia menganggap itu sudah melebihi tindakan membela diri. Sudah melakukan pembantaian. ‘Genocide’ itu,” kata Wapres Ma’ruf usai meresmikan proyek milik Citra Borneo Indah (CBI) Group di Kalimantan Tengah.

Wapres mengatakan Indonesia bersama sejumlah negara anggota Dewan Keamanan PBB sudah menyepakati bahwa tindakan Israel ke Palestina merupakan pembantaian dan meminta agar penyerangan tersebut dihentikan. Negara-negara Arab pun, kata Ma’ruf, tidak bisa melakukan intervensi karena putusan PBB melalui “two-state-solution” tidak mencapai kesepakatan bersama karena penolakan dari Israel dan Amerika Serikat.

Singkat cerita, seoalah Ma’ruf hendak mengatakan kepada rakyat, yang punya dunia ( PBB dan dunia Arab) saja kesulitan menyelesaikan sengketa apalagi Inodonesia. Ah, dikira Suhu ternyata cupu, kalimat yang viral di kalangan generasi hari ini sangat cocok untuk menggambarkan mental pemimpin muslim hari ini. Dengan jumlah pemeluk Islam terbesar nomor dua di dunia, Indonesia ternyata tak beda dengan kondisi negeri muslim lainnya.


Konflik Palestina-Israel “poros kejahatan” dan “dunia bebas”?

Sepekan pasca serangan Hamas ke Israel, dunia menegang. Israel bahkan semakin membabi buta, serangan menyasar rumah sakit, sebuah perusahaan roti bahkan kamp pengungsian yang seharusnya aman. Ribuan anak-anak, orangtua dan wanita pihak paling banyak menjadi korban. Tidakkah terbuka mata dunia, mengapa Amerika menolak kesepakatan two State solution?

PBB tidak berdiri sendiri, salah satu pemegang hak veto adalah Amerika dan terhadap Israel Amerika sangat berkepentingan untuk menjadikannya Israel tetap di tempatnya. Secara politik dan ekonomi, ada banyak hal yang menguntungkan. Terlebih pemegang kekuasaan tertinggi Amerika bukanlah presiden atau parlemen namun para kapital, bankir dunia terkenal dan mereka berkebangsaan Yahudi. Merekalah yang lebih sibuk memastikan hegemoni kekuasaan mereka aman.

Konflik harus tercipta, kembali terjadi ‘perang’ antara Palestina dan Israel. Media dunia menggoreng habis-habisan tak ketinggalan para influenzer bayaran Israel. Serangan Palestina dianggap sebagai pemicu, padahal sebenarnya adalah bentuk balasan atas kekejaman Israel selama bertahun-tahun. Bahkan influenzer Israel mengganggap penderitaan rakyat Palestina sebagai olok-olok. Sungguh biadab!

Alhasil berdatangan para pemimpin dunia menyatakan simpati, bahkan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengusulkan agar koalisi internasional yang memerangi ISIS di Irak dan Suriah diperluas hingga mencakup perang melawan kelompok Palestina Hamas di Gaza. Intinya Prancis siap membantu Israel sepenuhnya dengan berbagai cara. Macron mengatakan, serangan melawan Hamas harus dilakukan tanpa belas kasihan tetapi bukan tanpa aturan. Sedangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, pertarungan tersebut adalah pertarungan antara “poros kejahatan” dan “dunia bebas”. “Pertempuran ini bukan hanya pertarungan kita sendiri... ini pertarungan semua orang,” kata Netanyahu.

Dan dunia percaya dengan omong kosong itu, bahkan para pemimpin negeri muslim seolah membenarkan dalam diam, kecaman mereka berlalu ditepis angin dan mereka tak lagi melanjutkan aksi. Sejatinya, Israel sangatlah mudah untuk dibinasakan, kuncinya ada kemauan dan persatuan. Kaum muslim harusnya bangun dan tersadar, tidur panjang ini telah mendekati batas akhir. Kemenangan bagi Islam sudah menanti.


Tanpa Khilafah, Konflik Palestina-Israel terus abadi

Konflik Palestina-Israel tak mungkin dapat terselesaikan selama khilafah belum tegak karena akan terus terjadi perbedaan persepsi tentang hak atas tanah Palestina. Dan dua negara (two State Nation) bukan solusi. Tanah Palestina milik umat Islam, ia adalah tanah Kaharajiyyah yang ditaklukkan melalui futuhat kaum muslimin. Bahkan ketika Umar bin Khattab menjadi Kholifah, ia menerima kunci Baitul Maqdis dan menandatangani Perjanjian Umariyah bersama Uskup Yerusalem Sofronius. Di antara klausulnya adalah tidak mengizinkan seorang Yahudi pun tinggal di tanah Palestina.

Adalah omong kosong ketika Yahudi mengatakan bahwa Palestina adalah tanah perjanjian yang bakal diberikan kepada mereka, sebab, benteng terakhir kaum muslim yaitu Khalifah Sultan Abdul Hamid II pun menolak mentah-mentah ketika Theodor Herzl, pemimpin entitas Yahudi merayunya dengan menyogok Khalifah dengan uang yang sangat banyak dan berjanji akan melunasi utang-utang Khilafah Utsmaniyah agar Palestina diberikan kepada kaumnya. Namun, harga diri dan ghirah Islam Sultan Abdul Hamid II amat tinggi. Ia menolak tawaran itu bahkan meludahi Herzl.

Inilah yang menjadi alasan kuat, mengapa hanya Khilafah yang mampu mengusir Israel dari bumi Plalestina. Sebab, Israel adalah duri dalam daging yang ditanam negara penjajah dalam hal ini Amerika dan bangsa eropa lainnya untuk menghabisi Islam, ajaran, simbol dan pemeluknya. Israel adalah sebuah fakta sistem penjajahan itu sendiri yang juga harus dilawan oleh sistem, yaitu Islam dengan penegakan syariah Kaffah dalam bingkai Khilafah.

Kholifahlah yang dapat menyeru kaum muslim untuk maju berjihad sebagai bentuk penunaian perintah Allah ï·» berikut, “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS al-Baqarah 2: 191). Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar