PHK, MEMICU NAIKNYA TUNA KARYA


Oleh: Irohima
Jurnalis Lepas

Persoalan pengangguran atau Tuna Karya yang makin meningkat jumlahnya belum lagi terselesaikan, kini badai PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja kembali terjadi secara ugal-ugalan. Ribuan pekerja terancam kehilangan lahan penghidupannya. Di tengah carut-marut dunia ketenagakerjaan, perekonomian yang sulit, dan pangan yang krisis, fakta ini membuat persoalan makin rumit, sulit menemukan titik temu karena solusi yang sering tak solutif.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, mengungkap bahwa setidaknya ada 6 perusahaan tekstil yang kembali melakukan PHK. Data Kementerian Perindustrian pun mencatat sepanjang tahun 2022, terdapat 345.000 pekerja di industri TPT nasional yang di PHK, dan per Agustus 2023 ada sekitar 26.540 pekerja yang di rumahkan mengarah ke PHK (CNBC Indonesia, 6/10/2023).

PHK tak hanya menerpa para pekerja industri tekstil, namun juga menimpa sektor bisnis sosial media, Indukan Facebook, META juga melakukan pemecatan terhadap unit divisi reality labs yang berfokus membuat silikon khusus atau FAST pada 5 Oktober 2023. Badai PHK juga berhembus ke sektor perbankan, diketahui Citigroup akan melakukan pemangkasan karyawan pada November 2023.

Maraknya PHK disebut telah dipicu oleh beberapa faktor seperti: ketidakmampuan bertahan di tengah serbuan impor hingga kinerja ekspor yang anjlok. Seperti kita ketahui, maraknya impor tekstil yang dijual di e-commerce dengan harga murah berimbas pada sepinya pesanan hingga perusahaan tekstil mengalami penurunan produksi dan penjualan.

Presiden Jokowi bahkan menyebut bahwa fenomena maraknya penjualan pakaian impor murah melalui e-commerce merupakan bentuk penjajahan ekonomi di Indonesia. Beliau juga mengungkap data bahwa 90% barang murah di e-comerce adalah barang impor. Menurut beliau, murahnya harga baju impor karena predatory pricing yaitu jual rugi yang dilakukan demi membunuh pesaing (CNN Indonesia, 06/10/2023).

Permasalahan PHK yang terjadi sangat terkait dengan sistem ekonomi kapitalis yang diberlakukan hari ini baik di tingkat nasional ataupun global. Sistem ekonomi kapitalis adalah sebuah sistem yang menyerahkan kendali ekonomi pada individu, masyarakat atau perusahaan dan disebut sebagai pihak swasta yang memiliki modal besar untuk mengambil keuntungan.

Bahkan menurut Karl Marx, kapitalisme adalah sebuah sistem dimana pemilik modal berperan besar dalam menentukan kebijakan pasar dan harga barang, mereka bahkan tak sedikit ikut andil dalam penentuan berbagai kebijakan terkait ketenagakerjaan seperti perekrutan pegawai, upah, masa kerja hingga pemutusan hubungan kerja dalam upaya meminimalisir kerugian dan memaksimalkan keuntungan.

Maraknya kasus PHK saat ini tak lepas dari berbagai kebijakan yang banyak tak berpihak pada pekerja. Para pekerja selalu menjadi objek yang terdampak ketika pemerintah membuat peraturan untuk menyikapi situasi ekonomi. Sebagai contoh Permenaker 5/2023 yang memuat tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Permenaker tersebut memberi peluang pengusaha tertentu untuk memotong upah pekerja sampai 25%. Berbagai dalih dikemukakan dari menurunnya order pesanan hingga biaya produksi yang tinggi. Memangkas upah dan memangkas jumlah pekerja dianggap sebuah tindakan efisiensi untuk mengatasi kerugian dan kebangkrutan.

Lahirnya berbagai kebijakan yang tak memihak pekerja, menandakan bahwa penguasa seperti lepas tangan akan nasib tenaga kerja. Ditambah lagi dengan derasnya laju ekonomi digital yang makin melemahkan iklim ekonomi rakyat. Besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia yang bisa mencapai angka USS146 miliar pada 2025 dan bisa meningkat dua kali lipat di tahun 2030 menjadi USS360 miliar, menjadi daya tarik yang luar biasa bagi para kapitalis untuk menancapkan taringnya pada bisnis berbasis aplikasi.

Ramainya perusahaan e-commerce yang lebih banyak menjual produk impor tentu akan berdampak pada ekonomi dalam negeri, produk lokal terancam semakin ditinggalkan karena tak mampu bertahan. Sistem kapitalis yang mengupayakan biaya produksi sekecil-kecilnya dan meraih keuntungan sebesar-besarnya akan melakukan apa pun demi menghindari kerugian meski harus memberhentikan pekerja, karena dalam kapitalis, pekerja dianggap bagian dari biaya produksi. Sistem kapiitalisme merupakan sistem yang keji, karena sistem ini lebih berpihak pada pengusaha daripada rakyat.

Kita butuh sistem ekonomi yang bisa memberikan perlindungan, kuat, anti krisis dan memiliki mekanisme yang bisa menjamin para pekerja hidup sejahtera. dan satu-satunya sistem yang bisa memberikan itu semua adalah sistem ekonomi Islam. Dalam Islam, setiap individu akan dijamin untuk memperoleh barang/jasa yang dibutuhkan.

Mekanisme perdagangan dalam Islam juga memberikan solusi agar distribusi harta di tengah manusia adil dan merata serta untuk mendapatkannya pun tidak dengan cara kekerasan dan perampasan apalagi sampai melakukan praktik ‘predatory pricing’.

Perdagangan dalam Islam terbagi menjadi dua, yaitu perdagangan dalam negeri yang merupakan transaksi jual beli di dalam negeri antara warga negara, dan perdagangan luar negeri yaitu praktik jual beli dari dan ke luar negeri (ekspor dan impor) yang tunduk pada arahan ekonomi Islam.

Negara dalam Islam akan mengawasi dan mengendalikan secara langsung jalannya perdagangan. Negara juga akan memberlakukan berbagai kebijakan terkait ketenagakerjaan, mulai dari pengadaan lahan pekerjaan, perekrutan, upah, hingga jam kerja serta hak dan kewajiban para pekerja maupun perusahaan.

Dengan mekanisme seperti ini, tentu rakyat akan terlindungi, negara juga telah menjalankan tugasnya sebagai pelayan umat. PHK pun tak akan pernah terjadi lagi, tersebab diterapkannya sistem ekonomi yang berasal dari aturan Ilahi Rabbi.

Wallahualam bis shawab

Posting Komentar

0 Komentar